Loading Now

Etnomusikologi di Indonesia

Etnomusikologi adalah sebuah studi multidisiplin yang menginvestigasi musik dalam konteks kebudayaannya. Disiplin ini menelusuri berbagai dimensi, termasuk sosial, kognitif, dan biologis, untuk memahami musik sebagai refleksi dari budaya. Etnomusikolog tidak hanya mengkaji struktur musiknya, melainkan juga mengamati dan menganalisis proses di mana manusia menciptakan musik. Intinya, etnomusikologi adalah studi tentang “orang yang menciptakan musik” dan “musik sebagai budaya,” menggabungkan perspektif dari antropologi, folklor, sosiologi, dan sejarah. Berasal dari bidang musikologi komparatif, etnomusikologi pada awalnya berfokus pada musik non-Barat, yang membedakannya secara tajam dari musikologi konvensional yang cenderung berpusat pada musik seni Barat.

Perkembangan dari musikologi komparatif ke etnomusikologi menunjukkan adanya pergeseran fundamental dalam pendekatan akademik. Awalnya, fokus utama adalah pada perbandingan unsur-unsur struktural musik itu sendiri—seperti melodi dan harmoni—sebagai objek studi yang terisolasi. Namun, dengan munculnya etnomusikologi, paradigma berubah menuju pemahaman holistik bahwa musik tidak bisa dipisahkan dari masyarakat yang melahirkannya. Musik tidak hanya diproduksi dalam sebuah budaya, tetapi juga secara aktif mereplikasi dan membentuk struktur sosial, hierarki, dan kepercayaan. Seiring berjalannya waktu, cakupan etnomusikologi meluas hingga mencakup semua tradisi musik di seluruh dunia, termasuk musik populer dan musik Barat. Metodologi utamanya adalah studi lapangan etnografi, yang mencakup observasi partisipatif jangka panjang. Dedikasi ini membuat seorang etnomusikolog sering disebut sebagai “museum berjalan,” karena kemampuannya untuk mendokumentasikan dan menginternalisasi pengetahuan budaya secara mendalam.

Ruang Lingkup Kajian dan Arsitektur Laporan

Laporan ini menyajikan ulasan mendalam tentang etnomusikologi di Indonesia, dimulai dengan penelusuran sejarahnya. Laporan akan menyoroti era kolonial dan peran pionir seperti Jaap Kunst, diikuti dengan analisis refleksi etis pasca-kolonial terhadap warisan yang ditinggalkannya. Setelah itu, laporan akan mengulas studi kasus dari berbagai musik tradisional Nusantara, menunjukkan bagaimana etnomusikologi mengungkap fungsi dan konteks budaya di balik setiap genre musik. Laporan ini juga akan membahas peran etnomusikologi terapan, termasuk pemanfaatan teknologi untuk pelestarian budaya, serta mengkaji isu-isu kontemporer seperti hak cipta dan tantangan komersialisasi. Terakhir, laporan ini akan meninjau prospek pendidikan dan karier di Indonesia, serta menyimpulkan dengan rekomendasi strategis untuk masa depan disiplin ilmu ini.

Jejak Sejarah dan Pembangunan Etnomusikologi di Indonesia

Era Kolonial: Dokumentasi Pionir Jaap Kunst

Sejarah etnomusikologi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sosok Jaap Kunst, seorang etnomusikolog Belanda yang dianggap sebagai pelopor etnomusikologi di Nusantara. Awal mula kontribusi Kunst didorong oleh kekhawatiran pribadi yang mendalam akan kepunahan alat musik, lagu, dan produk seni musik tradisi di Indonesia. Ia merasa bahwa kedatangannya di Nias pada tahun 1930 sudah terlambat karena banyak tradisi yang telah menghilang.

Kontribusi utamanya meliputi penelitian, perekaman, dan pendokumentasian musik tradisional secara sistematis. Selama tinggal di Bandung hingga tahun 1932, ia membangun sebuah arsip musik pribadi yang sangat ekstensif, bahkan dilaporkan sampai mengorbankan jatah makannya untuk membeli koleksi dan mendanai perjalanan risetnya. Arsip pribadinya yang terdiri dari ribuan koleksi—termasuk sekitar 1000 alat musik, 325 rekaman silinder lilin, dan ribuan foto—kemudian dipindahkan ke Batavia saat ia menjadi kurator di Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Watenschappen (kini Museum Nasional) pada tahun 1932. Koleksi ini menjadi dasar bagi koleksi Etnomusicologisch Centrum Jaap Kunst (ECJK) di Universitas Amsterdam.

Refleksi Pasca-Kolonial: Tinjauan Ulang dan Etika Koleksi

Warisan Jaap Kunst kini sedang mengalami re-evaluasi kritis melalui proyek-proyek seperti “Hearing the Indonesian Archipelago” (HIA), yang merupakan bagian dari proyek yang lebih besar, yaitu “Decolonizing Southeast Asian Sound Archives” (DeCoSEAS). Proyek ini mengadopsi posisi tegas anti-kolonial dan anti-rasis, dengan tujuan memusatkan kembali kemanusiaan dari komunitas yang secara historis termarginalisasi.

Re-interpretasi ini muncul dari pengakuan akan adanya kontradiksi mendalam antara motivasi tulus Jaap Kunst untuk melestarikan budaya dan konteks kolonial di mana dokumentasi tersebut dilakukan. Proyek HIA mengakui bahwa beberapa rekaman mungkin dibuat tanpa persetujuan, dan koleksi tersebut mengandung terminologi yang tidak akurat, merendahkan, dan berbahaya. Dengan demikian, arsip sejarah yang ditinggalkan oleh Kunst tidak lagi dipandang sekadar sebagai kumpulan data faktual, melainkan sebagai sebuah situs yang perlu digali ulang secara terus-menerus untuk mengungkap memori, identitas, dan ketidakseimbangan kekuasaan yang ada dalam proses pengumpulannya. Upaya dekolonisasi ini dilakukan dengan memperkaya metadata, menerjemahkan deskripsi ke bahasa Indonesia, dan secara aktif melibatkan komunitas sumber.

Institusionalisasi dan Tokoh Kunci di Indonesia

Perkembangan etnomusikologi di Indonesia memiliki jalur yang unik, di mana disiplin ilmu ini diinterpretasikan sesuai dengan kebutuhan institusi pendidikan penyelenggara. Program studi etnomusikologi pertama didirikan di Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun 1979. Tokoh-tokoh penting yang telah berkontribusi besar dalam perkembangannya termasuk Rizaldi Siagian, seorang musisi dan akademikus yang pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Etnomusikologi USU. Rizaldi Siagian juga dikenal sebagai penggerak kegiatan penggalian potensi seni budaya di tengah masyarakat adat Nusantara. Tokoh lain yang juga memiliki peran signifikan adalah Mauly Purba, yang memiliki latar belakang pendidikan etnomusikologi hingga jenjang doktoral di luar negeri dan dikenal dengan berbagai publikasinya tentang musik Batak.

Selain USU, etnomusikologi juga berkembang di lembaga pendidikan seni seperti Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, ISI Surakarta, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Pendirian program studi di kampus-kampus seni ini dan universitas umum seperti Universitas Mulawarman (Unmul) menunjukkan dua jalur pendekatan yang berbeda. Di satu sisi, kampus seni mungkin lebih berorientasi pada aspek praktis dan performatif , sementara universitas umum dapat lebih menekankan pada kajian teoretis, antropologi, dan sejarah. Perbedaan ini mencerminkan keragaman interpretasi dan aplikasi etnomusikologi yang dinamis di Indonesia.

Lensa Etnomusikologi: Studi Kasus Musik Tradisional Nusantara

Dengan pendekatan multidisiplinnya, etnomusikologi memberikan pemahaman yang mendalam tentang musik-musik tradisional di Indonesia, tidak hanya dari sisi musikal, tetapi juga dari konteks budaya, ritual, dan sosialnya.

Gamelan Jawa: Akulturasi Budaya dalam Konteks Islam

Gamelan adalah ansambel musik tradisional yang memainkan peran sentral dalam kehidupan budaya masyarakat Jawa. Penelitian menunjukkan bahwa gamelan telah mengalami perkembangan kuat dan signifikan dalam konteks budaya Islam di Indonesia. Akulturasi ini tidak hanya sebatas penggunaan gamelan dalam acara keagamaan, tetapi juga tercermin dalam perubahan repertoar, lirik, dan gaya musikal. Sebagai contoh, lirik-lirik dengan nilai-nilai Islam, seperti puisi religius dan shalawat, ditambahkan ke dalam repertoar gamelan. Gamelan juga digunakan sebagai pengiring dalam upacara keagamaan, seperti peringatan Maulid Nabi, di mana perannya menjadi semakin penting sebagai pengiring dan motivator spiritual. Berbagai sumber juga mencatat bahwa Wali Songo memanfaatkan gamelan sebagai alat dakwah untuk menarik minat masyarakat pada Islam. Kasus gamelan ini memperkuat gagasan bahwa musik tradisional adalah sebuah entitas budaya yang hidup dan terus beradaptasi, bukan sebuah artefak statis dari masa lalu.

Sarune Bolon (Batak Simalungun): Fungsi Ritual dan Adaptasi Modern

Sarune Bolon adalah alat musik tiup tradisional yang berasal dari sub-etnis Batak Simalungun di Sumatera Utara. Secara musikal, instrumen ini diklasifikasikan sebagai aerofon. Fungsi utamanya dalam masyarakat bersifat sakral dan sosial, menjadi bagian tak terpisahkan dari upacara adat, ritual keagamaan, dan perayaan. Dipercayai bahwa Sarune Bolon memiliki kekuatan untuk menghubungkan dunia manusia dengan dunia spiritual dan digunakan untuk memanggil arwah leluhur. Perkembangan Sarune Bolon saat ini mencerminkan upaya pelestarian dan adaptasi dalam konteks modern. Alat musik ini mengalami interaksi budaya dengan suku Batak lainnya, yang memperkaya repertoar dan teknik bermainnya, menunjukkan bahwa ia terus berfungsi sebagai jembatan antara tradisi dan modernitas.

Tifa (Papua): Simbol Identitas dan Ekspresi Budaya

Dari perspektif etnomusikologi, Tifa di Papua tidak hanya dilihat sebagai alat musik, tetapi sebagai warisan budaya yang sangat penting, diyakini memiliki kekuatan magis. Penelitian menyoroti Tifa sebagai medium komunikasi dengan Tuhan, arwah leluhur, dan kekuatan alam. Secara sosio-kultural, Tifa berfungsi sebagai atribut keagungan  Ondoafi (kepala suku) dan menjadi simbol identitas masyarakat Papua. Nilai sebuah instrumen musik, seperti yang terlihat pada Tifa, jauh melampaui aspek soniknya, karena ia juga memproduksi dan mereplikasi struktur sosial serta kepercayaan dalam masyarakat. Dalam konteks musikal, Tifa digunakan sebagai pengiring untuk lagu “wor” dan tari-tarian.

Gondang Sabangunan dan Musik Tradisional Lainnya

Studi etnomusikologis juga telah menganalisis musik tradisional lain di Nusantara. Sebagai contoh, sebuah studi tentang Gondang Sabangunan dalam ritual kematian Batak Toba mengungkap tiga struktur musikal utama serta fungsinya yang mencakup dimensi religi, estetis, dan identitas sosial. Di Kalimantan, penelitian terhadap musik Tingkilan Kutai menunjukkan bagaimana musik tradisional mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan praktis masyarakat. Sementara itu, musik Alo’ Galing dari Sambas, Kalimantan Barat, telah dikaji dari aspek musikal, fungsi, dan konteksnya. Berbagai penelitian ini menegaskan pentingnya etnomusikologi sebagai alat untuk memahami dan merevitalisasi musik tradisional yang menghadapi ancaman kepunahan, seperti musik Sasak.

Etnomusikologi Terapan: Strategi Pelestarian dan Revitalisasi

Peran Etnomusikologi dalam Konservasi dan Revitalisasi Budaya

Etnomusikologi memegang peranan vital dalam pelestarian, dokumentasi, dan promosi warisan musik tradisional yang terancam punah. Konsep etnomusikologi terapan, yang merupakan perpanjangan alami dari antropologi terapan, mengusulkan agar pengetahuan yang dihasilkan dari penelitian tidak hanya terbatas di lingkaran akademis, tetapi juga diwujudkan menjadi “produk pengetahuan” yang bermanfaat dan relevan bagi masyarakat. Tujuannya adalah untuk menggerakkan disiplin ilmu ini dari sekadar studi masa lalu menuju pendekatan yang lebih dinamis dan kontekstual, yang berorientasi pada kebutuhan praktis masyarakat kontemporer.

Pemanfaatan Teknologi Audio dan Digital untuk Dokumentasi

Teknologi produksi audio berperan sentral dalam upaya konservasi dan revitalisasi musik tradisional. Teknologi memungkinkan dokumentasi suara, nuansa, dan karakteristik unik dari alat musik tradisional secara akurat. Selain itu, teknologi juga memfasilitasi pembuatan arsip digital yang lebih tahan lama, meningkatkan aksesibilitas bagi peneliti, pendidik, dan masyarakat luas. Teknologi juga dapat menjadi kekuatan transformatif, memungkinkan kolaborasi antara seniman tradisional dan kontemporer, yang menghasilkan karya-karya baru yang tetap mempertahankan unsur tradisional namun relevan dengan masa kini. Pemanfaatan platform digital untuk promosi juga dapat membantu memperkenalkan musik tradisional ke audiens yang lebih luas. Peran ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana etnomusikolog dapat menyeimbangkan antara mempertahankan keaslian tradisi dan inovasi yang didorong oleh teknologi.

Konsep Etnomusikologi Terapan di Indonesia

Konsep etnomusikologi terapan di Indonesia dipandang sebagai cara untuk memastikan kelangsungan hidup musik tradisional. Gagasan bahwa kreativitas dalam musik tradisional bukanlah sebuah tindakan yang “merusak” budaya, tetapi justru sebuah mekanisme yang memastikan kelangsungan hidupnya, menjadi landasan penting. Upaya pelestarian musik tradisional, ketika dipandang sebagai etnomusikologi terapan yang menghasilkan “produk pengetahuan,” memiliki implikasi langsung terhadap ekonomi kreatif. Konservasi dan promosi musik tradisional tidak hanya menjadi tanggung jawab budaya, tetapi juga dapat menjadi sumber mata pencaharian dan industri, menghubungkan kembali ke isu hukum dan komersialisasi.

Isu Hukum dan Ekonomi: Perlindungan dan Komersialisasi Musik Tradisional

Kerangka Hukum: Hak Cipta Musik Tradisional

Di Indonesia, lagu-lagu dan ekspresi budaya tradisional (EBT) dianggap sebagai kekayaan bersama dan hak ciptanya dipegang oleh negara. Hal ini diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No. 28 Tahun 2014. Pasal 10 ayat 2 dan Pasal 38 ayat 2 UUHC menyatakan bahwa negara memegang hak cipta atas karya-karya folklor dan EBT yang tidak diketahui penciptanya, seperti lagu daerah. Contohnya adalah lagu daerah Sumatera Utara “Butet,” yang penciptanya tidak diketahui. Status hukum ini menempatkan tanggung jawab pada negara, khususnya pemerintah daerah, untuk menginventarisasi, mendokumentasikan, dan melindungi aset budaya ini dari pelanggaran atau klaim pihak yang tidak berhak.

Tantangan dalam Implementasi dan Perlindungan

Meskipun kerangka hukumnya telah ada, implementasinya masih menghadapi berbagai kendala, menciptakan sebuah paradoks antara teori dan praktik. Salah satu tantangan utama adalah tidak adanya Peraturan Pemerintah atau aturan turunan yang spesifik untuk mengatur perlindungan EBT yang diamanatkan oleh UUHC. Hingga saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTEBT) masih dalam tahap pembahasan dan belum disahkan.

Selain tantangan regulasi, terdapat juga kendala sosio-budaya. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian dan perlindungan hak cipta musik tradisional menjadi masalah serius. Para seniman tradisional seringkali enggan untuk mendaftarkan hak cipta karena prosesnya yang dianggap rumit dan biayanya yang mahal. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perlindungan hukum saja tidak cukup tanpa adanya sinergi antara regulasi yang jelas, edukasi masyarakat, dan keterlibatan aktif dari pemerintah daerah untuk menjalankan peran yang telah diamanatkan.

Pendidikan dan Lembaga Etnomusikologi di Indonesia

Peta Lembaga Akademik: Program Studi dan Pusat Kajian

Lanskap pendidikan etnomusikologi di Indonesia tersebar di beberapa perguruan tinggi terkemuka, baik yang berfokus pada seni maupun universitas umum. Berikut adalah gambaran ringkas program studi etnomusikologi di Indonesia.

Nama Universitas Tahun Berdiri Prodi Fokus Kurikulum/Kompetensi Prospek Karier
Universitas Sumatera Utara (USU) 1979/1981 Kajian seni pertunjukan, teknik dokumentasi musik etnis, antropologi, dan linguistik. Kurikulum KKNI dan MBKM. Peneliti, akademisi, musisi, seniman, guru musik, kurator, konsultan pariwisata.
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta 1984 Kemampuan dasar etnomusikologi, penelitian musik etnis di Indonesia, analisis, dan performa instrumen musik etnis. Peneliti musik etnis, kritikus musik, akademisi, seniman.
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Mempelajari musik sebagai bagian dari kebudayaan. Peneliti budaya, kurator seni, dosen, seniman tradisi, konsultan pariwisata budaya.
Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Penelitian musik (dominan), praktik musik (sekitar 40%), seni pertunjukan Indonesia. Peneliti, pengamat, musisi, seniman, pengajar musik, berkarir di instansi pemerintah.
Universitas Mulawarman (Unmul) Mempelajari musik sebagai bagian dari kebudayaan. Peneliti budaya, kurator seni, dosen, seniman tradisi, konsultan pariwisata budaya.

Prospek Karier Lulusan dan Peran dalam Masyarakat

Lulusan etnomusikologi dipersiapkan untuk beragam jalur karier yang menjanjikan, melampaui miskonsepsi umum bahwa jurusan ini hanya mencetak musisi. Porsi penelitian dan analisis dalam kurikulum jauh lebih dominan daripada praktik musik. Dengan bekal kemampuan teoretis, praktis, manajerial, dan kewirausahaan, lulusan dapat berkarier sebagai peneliti budaya, kurator seni, dosen, musisi, atau konsultan pariwisata budaya.

Kurikulum yang menggabungkan teori, praktik, dan manajemen seni menunjukkan kesadaran lembaga pendidikan akan tuntutan pasar kerja saat ini. Ini merupakan sebuah upaya untuk menjembatani kesenjangan antara dunia akademis dan industri kreatif. Di tengah arus globalisasi yang dapat mengikis identitas budaya, lulusan etnomusikologi memiliki peran krusial dalam melawan erosi budaya. Mereka tidak hanya bertugas melestarikan musik tradisional, tetapi juga merelevansikannya untuk generasi muda dan mempromosikannya ke panggung global.

Kesimpulan

Etnomusikologi di Indonesia telah melalui perjalanan panjang, dari dokumentasi pionir di era kolonial hingga institusionalisasi di era modern. Disiplin ini adalah sebuah disiplin yang hidup, dinamis, dan relevan. Analisis studi kasus menunjukkan bahwa musik tradisional Nusantara bukanlah artefak statis, melainkan sebuah entitas budaya yang terus beradaptasi dan berfungsi sebagai cermin nilai-nilai, kepercayaan, dan struktur sosial masyarakatnya. Etnomusikologi terapan dan pemanfaatan teknologi digital menawarkan peluang besar untuk revitalisasi dan promosi, tetapi upaya ini tidak akan maksimal tanpa adanya kerangka hukum yang kokoh untuk melindungi hak cipta musik tradisional.

Rekomendasi Strategis untuk Masa Depan

Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan, diperlukan beberapa langkah strategis untuk menguatkan etnomusikologi di Indonesia:

  • Rekomendasi Hukum: Mendesak pengesahan RUU PTEBT dan penyusunan Peraturan Pemerintah terkait merupakan langkah fundamental untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat dan jelas terhadap ekspresi budaya tradisional. Tanpa regulasi yang memadai, upaya revitalisasi dan promosi dapat berujung pada eksploitasi dan klaim yang tidak sah.
  • Rekomendasi Akademis: Perlu adanya kolaborasi lintas institusi dan disiplin ilmu untuk mendorong riset yang lebih mendalam, terutama yang berkaitan dengan etnomusikologi terapan dan isu-isu kontemporer. Integrasi teknologi dalam kurikulum harus diperkuat untuk memastikan mahasiswa memiliki keterampilan yang relevan dengan tuntutan zaman.
  • Rekomendasi Praktis: Dukungan dari pemerintah dan sektor swasta harus ditingkatkan untuk program-program etnomusikologi terapan, termasuk inisiatif konservasi dan dokumentasi yang melibatkan komunitas lokal secara aktif. Literasi masyarakat tentang pentingnya pelestarian dan perlindungan hak cipta juga perlu terus digalakkan melalui berbagai platform dan media.

 

Post Comment

CAPTCHA ImageChange Image