Pariwisata di Jawa Tengah : Pilar Ekonomi Regional
Sektor pariwisata di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) merupakan pilar ekonomi regional yang menunjukkan kinerja luar biasa dan resiliensi yang signifikan. Analisis ini mendalami kontribusi makroekonomi pariwisata, struktur pengeluaran wisatawan, dan dukungan ekosistem finansial.
Kontribusi Terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah: Penggunaan Multiplier Input-Output
Sektor pariwisata di Jawa Tengah memegang peran yang sangat penting, yang diukur melalui Neraca Satelit Pariwisata Daerah (Nesparda) menggunakan model multiplier Input-Output. Berdasarkan Tabel Input-Output Jawa Tengah 2013, dampak ekonomi pariwisata tidak hanya mencakup pendapatan langsung, tetapi juga efek berganda pada produksi barang dan jasa, kompensasi tenaga kerja, dan pajak atas produksi neto.
Pencapaian ekonomi pariwisata Jawa Tengah pra-pandemi menunjukkan angka kontribusi yang superior. Pada tahun 2019, kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah mencapai 9.68%. Angka ini jauh melampaui rata-rata kontribusi pariwisata pada PDRB nasional, yang tercatat sebesar 4.13% pada tahun 2017. Tingginya persentase ini menggarisbawahi sektor pariwisata sebagai penggerak ekonomi regional utama, sekaligus mengindikasikan ketergantungan ekonomi yang signifikan terhadap performa sektor ini. Oleh karena itu, strategi pasca-krisis harus menekankan pada diversifikasi pasar (baik Wisatawan Mancanegara maupun Nusantara) dan peningkatan yield management untuk memastikan stabilitas dan ketangguhan sektor ini terhadap guncangan eksternal.
Model pengukuran dampak ekonomi juga mencakup struktur investasi sektor pariwisata dan pengeluaran pihak pemerintah untuk promosi. Konsumsi wisatawan, investasi, dan promosi dianggap sebagai faktor eksternal yang secara langsung mendorong penciptaan nilai produksi barang dan jasa regional.
Table 1.1: Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PDRB Jawa Tengah (Porsi Ekonomi Regional)
| Uraian/Tahun | Kontribusi PDRB (%) | Keterangan |
| Nesparnas 2017 (Nasional) | 4.13 | Sebagai Pembanding |
| Nesparda Jawa Tengah 2017 | 6.88 | Kinerja Awal |
| Nesparda Jawa Tengah 2019 | 9.68 | Kinerja Puncak Pra-Pandemi |
Struktur Pengeluaran Wisatawan dan Optimalisasi PAD
Analisis struktur pengeluaran wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, merupakan kunci untuk memahami distribusi manfaat ekonomi. Pengeluaran ini mencakup segmen akomodasi, makanan dan minuman (F&B), transportasi lokal, pembelian cenderamata/belanja, paket tur perjalanan, dan jasa hiburan rekreasi. Untuk wisatawan mancanegara, data diperoleh melalui Passenger Exit Survey (PES) dan dikonfirmasi dengan pengelola fasilitas pendukung.
Secara fiskal, kinerja sektor pariwisata diukur melalui Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Data Realisasi PAD menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap kondisi eksternal dan manajemen lokal. Sebagai contoh, di Kabupaten Pemalang, realisasi PAD dari pariwisata menunjukkan fluktuasi signifikan, dari Rp 3,293 miliar pada 2017 turun menjadi Rp 1,517 miliar pada 2022. Fluktuasi ini mencerminkan kebutuhan akan pengelolaan destinasi yang lebih stabil dan upaya untuk meningkatkan kualitas layanan dan produk agar pendapatan daerah dapat dioptimalkan secara konsisten.
Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Mendukung UMKM Pariwisata
Untuk memperkuat rantai nilai pariwisata, peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sangat fundamental. Di Jawa Tengah, terdapat ribuan unit usaha penunjang, termasuk 1.242 unit restoran, 2.207 unit rumah makan, 928 unit biro perjalanan wisata, dan 101 unit agen perjalanan wisata.
Pemerintah berupaya mendorong pelaku UMKM di sektor pariwisata untuk memaksimalkan pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dukungan finansial ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas UMKM lokal yang menjadi penyedia jasa dan produk (kuliner, suvenir, penginapan). Pemberdayaan UMKM melalui akses pembiayaan yang mudah merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dari sektor pariwisata tidak hanya terserap di tingkat korporasi besar, tetapi juga terdistribusi secara merata ke masyarakat lokal.
Kinerja Destinasi Utama Dan Revitalisasi Warisan Budaya
Jawa Tengah memiliki portofolio destinasi yang kaya, mencakup warisan budaya dunia hingga destinasi urban lifestyle yang dinamis. Analisis terkini menunjukkan pergeseran signifikan dalam preferensi pasar domestik.
Dinamika Kunjungan dan Pergeseran Paradigma Wisata
Pada periode libur Lebaran 2022, terjadi fenomena menarik di mana Kota Lama Semarang berhasil menyalip Candi Borobudur sebagai destinasi paling banyak dikunjungi. Kota Lama mencatatkan 162.719 wisatawan, sedikit di atas Candi Borobudur dengan 153.070 kunjungan. Secara regional, Kota Semarang menjadi daerah yang paling diminati, mencatatkan 399.631 kunjungan, jauh di atas Magelang (304.602) dan Banyumas (281.439).
Dominasi Kota Lama menunjukkan adanya pergeseran paradigma dari sacred tourism atau wisata monumen tunggal menuju urban lifestyle dan experiential heritage. Pasar domestik cenderung memilih destinasi yang menawarkan kemudahan akses, integrasi antara sejarah, rekreasi, dan peluang konsumsi, yang merupakan ciri khas revitalisasi kawasan Kota Lama.
Studi Kasus I: Candi Borobudur – Arsitektur dan Nilai Historis
Candi Borobudur, yang diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO , adalah mahakarya arsitektur Buddha di Asia Tenggara yang dibangun oleh Dinasti Syailendra. Candi ini memiliki sembilan tingkat: enam berbentuk bujur sangkar dan tiga berbentuk lingkaran di puncaknya.
Keunggulan teknis Borobudur terletak pada penggunaan 55.000 meter kubik batu andesit yang diambil dari sungai-sungai sekitar. Batu-batu tersebut disusun menggunakan teknik interlocking yang presisi tanpa bahan perekat modern (semen). Teknik konstruksi ini memungkinkan struktur candi bertahan selama berabad-abad.
Dari segi naratif, Candi Borobudur memuat 2.672 panel relief dan 504 patung Buddha, yang menceritakan kisah kehidupan Buddha dan ajaran-ajarannya. Relif ini berfungsi ganda, sebagai panduan visual bagi peziarah sekaligus karya seni yang mencerminkan keterampilan artistik dan religiusitas peradaban kuno. Meskipun secara historis dan budaya tak tertandingi, tantangan bagi Borobudur sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) adalah menciptakan pengalaman pendukung di luar zona monumen utama yang dapat menanggapi kebutuhan pasar saat ini. Hal ini ditekankan melalui inisiatif konektivitas regional Gelangmanggung (Magelang, Temanggung) untuk mewujudkan paket destinasi yang terhubung harmonis.
Studi Kasus II: Revitalisasi Kota Lama Semarang dan Strategi Heritage Loop
Kota Lama Semarang, yang memiliki bangunan kolonial yang terjaga  dan penataan ruang kota yang terorganisasi , telah menjalani revitalisasi sejak tahun 2012 untuk menjadi destinasi unggulan. Kawasan ini dulunya merupakan pusat ekonomi perdagangan VOC.
Strategi pengembangan terbaru di Kota Lama berfokus pada konektivitas heritage loop. Pemerintah kota menargetkan pembangunan jalur yang menghubungkan Kota Lama ke Kampung Melayu, Kampung Kauman, dan Pecinan (Chinatown). Pembangunan konektivitas ini diharapkan rampung pada tahun berikutnya, dengan salah satu proyek prioritas adalah pembangunan jembatan di Jalan Inspeksi dekat Klenteng Tay Kak Sie.
Perluasan jangkauan ini dirancang untuk mengatasi fenomena wisatawan yang hanya singgah sebentar di satu titik. Dengan menghubungkan beberapa titik bersejarah, wisatawan didorong untuk “berlama-lama di Semarang” dan menikmati spot yang lebih banyak. Strategi ini secara langsung bertujuan meningkatkan average length of stay (ALS) dan total belanja wisatawan, serta memanfaatkan potensi night tourism yang kini menjadi daya tarik utama Kota Lama, yang mencakup Galeri UMKM, Gedung Telkom, hingga Rumah Hantu.
Destinasi Budaya Khusus: Tantangan Keraton Surakarta
Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan istana resmi Kasunanan Surakarta. Meskipun memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, analisis potensi Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran Surakarta menempatkan obyek wisata ini pada tingkatan kelas “sedang” dalam klasifikasi potensi internal.
Kendala utama yang teridentifikasi dalam evaluasi potensi internal adalah minimnya penjaga kebersihan dan kebutuhan perbaikan sarana/prasarana. Meskipun Keraton menjadi bagian integral dari pariwisata heritage di Solo , peningkatan kualitas layanan dan manajemen internal sangat diperlukan agar daya tarik wisata ini dapat bersaing dengan destinasi perkotaan lain dan mengoptimalkan potensi arsitekturnya.
Potensi Pariwisata Alam Dan Geotourism Sebagai Penggerak Pertumbuhan
Pariwisata Jawa Tengah didukung oleh bentang alam vulkanik yang unik, menawarkan produk geotourism dan sport tourism yang spesifik.
Dataran Tinggi Dieng: Sinergi Geoheritage, Budaya, dan Ekowisata
Dataran Tinggi Dieng, yang terletak di perbatasan Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, sering dijuluki “Land Above the Clouds” karena lokasinya pada ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut. Iklim dingin Dieng, terutama antara bulan Juni dan Agustus, memungkinkan terjadinya fenomena frost (salju es) yang menarik kunjungan minat khusus.
Geotourism Inti: Dieng adalah kawasan geoheritage yang penting. Kompleks Kawah Sikidang, sebagai kawah aktif yang khas , berfungsi sebagai lokasi pembelajaran untuk memahami peristiwa vulkanisme dan kegiatan hidrotermal. Nilai estetika bentang alam kawah aktif ini menjadi daya tarik utama. Dieng juga menyimpan potensi energi panas bumi yang diperkirakan mencapai 175 MW. Adanya potensi energi ini menciptakan urgensi untuk menyeimbangkan pengembangan geotermal dengan pelestarian geoheritage dan ekowisata, dengan prioritas pada keselamatan wisatawan dari bahaya gas beracun seperti belerang.
Integrasi Budaya: Selain aspek geologi, Dieng juga merupakan rumah bagi warisan budaya Dinasti Sanjaya (Hindu) , termasuk Kompleks Candi Arjuna dan Candi Bima, yang memiliki bentuk unik dan berbeda dari candi Jawa pada umumnya. Integrasi ini diperkuat melalui event tahunan seperti Festival Budaya Dieng, yang menampilkan ritual rambut gimbal.
Pengembangan Wisata Petualangan di Kawasan Merapi-Merbabu
Kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) adalah magnet bagi wisata pendakian. Gunung Merbabu memiliki ketinggian 3142 Mdpl dengan lima jalur pendakian resmi, termasuk Selo, Suwanting, dan Wekas.
Studi menunjukkan bahwa keputusan wisatawan untuk berkunjung ke jalur pendakian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keindahan alam, keutuhan sumber daya, biaya berwisata, dan kondisi fasilitas. Pengembangan pariwisata di kawasan ini juga didukung oleh sport tourism, seperti event lari lintas alam Merapi Merbabu De Trail, yang menggabungkan petualangan dengan semangat konservasi.
Diversifikasi Produk Bahari: Pesisir Utara dan Selatan
Jawa Tengah memiliki potensi wisata bahari yang signifikan, terutama di pesisir selatan. Pantai Menganti di Kabupaten Kebumen adalah salah satu destinasi yang paling populer, menempati urutan ketiga destinasi paling banyak dikunjungi selama periode Libur Lebaran 2022. Pantai Ayah, juga di Kebumen, menarik karena dikelilingi perbukitan.
Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, pengembangan ecomarinetourism menjadi fokus kebijakan. Model ini berbasis pada prinsip keberlanjutan, berfokus pada pengalaman dan pembelajaran tentang alam, dikelola secara etis, non-konsumtif, dan berkontribusi pada konservasi ekologi laut. Implementasi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Riparda) menjadi instrumen regulasi utama untuk memastikan perlindungan ekologi laut sejalan dengan pengembangan ekonomi hijau. Pengembangan di jalur Pantai Utara (Pantura)  masih memerlukan diversifikasi produk agar dapat mengurangi dominasinya sebagai jalur transit dan meningkatkan nilai jual sebagai destinasi rekreasi.
Implementasi Model Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)
Jawa Tengah memiliki studi kasus yang menonjol dalam pengembangan sustainable tourism berbasis komunitas, yang menjadi model percontohan nasional.
Analisis Community-Based Tourism (CBT) Umbul Ponggok
Umbul Ponggok di Klaten adalah contoh sukses pariwisata berbasis komunitas (CBT). Model ini melibatkan masyarakat sekitar dalam pengelolaan, di mana mereka turut berperan sebagai pemandu (guide) atau diversifikasi pekerjaan dari profesi sebelumnya seperti bertani. Pengelolaan institusional dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Desa Ponggok, yang menjamin tata kelola yang terproyeksi dengan baik dan memastikan masyarakat merasakan manfaat langsung dari pariwisata.
Dampak finansial dari model ini sangat substansial. Umbul Ponggok dilaporkan mampu memberikan penghasilan lebih dari sepuluh miliar Rupiah setahun. Keberhasilan ini telah mentransformasi Desa Ponggok dari kategori desa tertinggal atau miskin menjadi desa mandiri.
Inovasi Tata Kelola dan Keberlanjutan: Keberhasilan ini dipengaruhi oleh kepemimpinan Kepala Desa yang visioner (Social Entrepreneurship) dan model kolaborasi Septuple Helix, yang melibatkan tujuh unsur: akademisi/konsultan, pemerintah, dunia industri, media, komunitas, investor, dan mitra wisata. Model Septuple Helix dan penguatan peran local champion ini terbukti menghasilkan daya saing yang lebih baik dibandingkan desa wisata lain di Klaten. Realitas ini memberikan bukti empiris yang kuat bahwa model CBT, jika dikelola secara profesional dan transparan melalui BUMDes, dapat mencapai hasil ekonomi yang jauh lebih tinggi dan merata, sejalan dengan visi ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Penerapan Ecomarinetourism dan Ekonomi Hijau
Prinsip pembangunan pariwisata di Jawa Tengah didasarkan pada konsep keberlanjutan. Ecomarinetourism memprioritaskan pengalaman dan pembelajaran tentang alam, yang dikelola secara etis dan non-konsumtif. Tujuannya adalah memastikan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, yang memerlukan pemeliharaan dan perlindungan ekologi, terutama di kawasan laut, sebagai transisi dari ekonomi cokelat menuju ekonomi hijau. Kerangka regulasi yang ada, termasuk penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Riparda), menjadi dasar untuk mengidentifikasi regulasi dan peran stakeholder dalam pengembangan wisata berkelanjutan.
Evaluasi Infrastruktur Dan Aksesibilitas Pariwisata
Aksesibilitas dan infrastruktur adalah determinan utama dalam mendistribusikan manfaat pariwisata di wilayah Jawa Tengah yang luas.
Strategi Peningkatan Konektivitas JOGLOSEMAR dan Jalur Kereta Api
Kementerian Perhubungan fokus pada pengembangan aksesibilitas transportasi untuk kawasan Jogja-Solo-Semarang (JOGLOSEMAR). Peningkatan dilakukan pada jaringan kereta api antar kota yang mengitari kawasan JOGLOSEMAR, serta konektivitas kereta api menuju bandara, yang bertujuan memudahkan pergerakan wisatawan.
Selain JOGLOSEMAR, komitmen regional juga diperkuat melalui Rapat Sinergitas Konektivitas Gelangmanggung (Kota Magelang, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Temanggung). Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk memperkuat kerja sama kawasan dan menghubungkan simpul-simpul wisata untuk mendukung Borobudur sebagai KSPN. Strategi konektivitas regional ini merupakan mekanisme penting untuk mencapai tourism dispersal, yaitu menyebarkan arus wisatawan dan manfaat ekonomi dari pusat entry point (Semarang/Yogyakarta) ke destinasi sekunder di pedalaman, sehingga meningkatkan lama tinggal dan pengeluaran regional secara keseluruhan.
Aksesibilitas jalan tol juga memainkan peran vital. Sebagai contoh, akses menuju kawasan seperti KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) di Kabupaten Semarang dipermudah karena berdekatan dengan jalan tol Semarang-Solo.
Pengembangan Infrastruktur Udara Regional
Pemerintah berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur udara untuk meningkatkan konektivitas dan menjangkau destinasi niche. Kementerian Perhubungan mengembangkan dua bandara regional, yaitu Bandara Ngloram di Blora dan Bandara Dewadaru di Karimunjawa, Jepara.
Pengembangan kedua bandara ini memungkinkan pesawat jenis ATR-72 untuk beroperasi, di mana sebelumnya tidak memungkinkan. Pengembangan Bandara Dewadaru sangat strategis karena Karimunjawa merupakan daerah wisata potensial yang membutuhkan konektivitas udara yang lebih baik untuk menarik segmen pasar premium. Sementara itu, Bandara Ngloram mendukung kegiatan bisnis dan pariwisata di Cepu. Selain itu, aksesibilitas regional juga didukung oleh infrastruktur jalan tol yang terhubung dengan bandara besar di Jawa Barat, seperti Bandara Kertajati, yang penting untuk pergerakan antar-provinsi.
Kualitas Layanan Dan Ekosistem Pendukung (Destination Quality)
Kualitas destinasi sangat bergantung pada kepuasan wisatawan, yang dipengaruhi oleh layanan dan ekosistem pendukung lokal, termasuk kuliner dan belanja.
Pengukuran Kepuasan Wisatawan dan Kualitas Pelayanan Destinasi
Kepuasan pengunjung dan keputusan untuk berkunjung kembali adalah indikator kunci keberhasilan destinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pengunjung dipengaruhi oleh kualitas pelayanan, daya saing destinasi, dan pengalaman sebelumnya.
Yang perlu digarisbawahi adalah dominasi pengalaman sebelumnya (terhadap keputusan berkunjung kembali), yang memiliki pengaruh paling besar dibandingkan faktor lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa investasi harus diprioritaskan pada upaya menjaga dan meningkatkan kualitas interaksi pertama wisatawan. Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) secara berkala (misalnya, yang dilakukan oleh Disparpora Pemalang) mencakup unsur-unsur kritis seperti persyaratan, prosedur, waktu pelayanan, biaya/tarif, kompetensi pelaksana, perilaku pelaksana, dan sarana/prasarana. Strategi pemasaran harus fokus pada pengelolaan ekspektasi yang akurat, sementara dana harus dialokasikan untuk pelatihan SDM pariwisata agar perilaku dan kompetensi pelaksana selalu prima, sehingga menciptakan pengalaman pertama yang positif sebagai fondasi bagi kunjungan ulang.
Diversifikasi Produk Kuliner dan Belanja Sebagai Branding Regional
Kuliner dan produk belanja menjadi elemen krusial yang memperpanjang waktu tinggal dan meningkatkan total pengeluaran wisatawan. Jawa Tengah memiliki spesialisasi kuliner yang kuat di setiap kota:
- Semarang: Kota ini dikenal sebagai Kota Lumpia. Selain itu, Roti Ganjel Rel juga merupakan oleh-oleh khas yang populer.
- Solo: Kaya akan hidangan khas seperti Nasi Liwet (nasi santan dengan ayam, telur, dan sambal) , Krengsengan, dan Sambel Tumpang. Oleh-oleh yang dicari termasuk Brem Solo , Bolu Mandarijn (bolu lapis yang lembut) , dan camilan Balung Kethek.
- Purwokerto/Banyumas:Â Oleh-oleh unggulan meliputi Getuk Goreng Sokaraja (getuk yang diolah dengan cara digoreng), Klanting (terbuat dari ketan hitam dan gula merah), serta Lumpia Boom (disajikan dengan saus kacang).
Pusat belanja khusus, seperti Kampung Batik Laweyan di Solo, menawarkan pengalaman otentik di mana wisatawan dapat membeli batik asli dan mengikuti workshop pembuatan batik, menambah nilai jual budaya dan menciptakan pengalaman yang lebih mendalam dibandingkan sekadar transaksi retail.
Tantangan dan Peluang dalam Peningkatan SDM Pariwisata
Tersedianya tenaga kerja industri pariwisata yang kompeten, termasuk pemandu wisata bersertifikasi , merupakan kebutuhan mendasar untuk memenuhi standar IKM yang tinggi. Peningkatan kualitas SDM harus mencakup spesialisasi destinasi, seperti pengembangan geo-guide di Dieng dan heritage guide yang mendalam di Kota Lama.
Kesimpulan
Jawa Tengah telah membuktikan dirinya sebagai lokomotif pariwisata dengan kontribusi PDRB yang signifikan, melampaui rata-rata nasional. Provinsi ini tengah berada dalam fase transisi strategis, beralih dari model pariwisata berbasis monumen tunggal (seperti Borobudur) menuju networked tourism yang terintegrasi (JOGLOSEMAR) dan experiential urban heritage yang dinamis (Kota Lama). Model pariwisata berbasis komunitas yang berhasil di Umbul Ponggok memberikan landasan kuat bagi pertumbuhan yang adil dan berkelanjutan.
Berdasarkan analisis kinerja dan potensi, berikut adalah rekomendasi kebijakan strategis untuk periode jangka menengah:
- Penguatan Multi-Destination Loop (Aksesibilitas Fisik dan Digital):
- Mempercepat implementasi penuh konektivitas Gelangmanggung untuk memastikan integrasi Borobudur dengan simpul wisata regional lain.
- Mengintegrasikan moda dan jadwal transportasi (khususnya kereta api antar kota dan menuju bandara) dalam jaringan JOGLOSEMAR untuk meningkatkan efisiensi pergerakan wisatawan.
- Fokus investasi pada infrastruktur last-mile ke destinasi niche, termasuk penyelesaian pengembangan Bandara Dewadaru untuk pasar premium/minat khusus ke Karimunjawa.
- Standardisasi Tata Kelola Hibrida Destinasi Budaya:
- Mendorong adopsi model tata kelola BUMDes yang profesional dan transparan, meniru keberhasilan Umbul Ponggok (model Septuple Helix dan kepemimpinan local champion). Model ini harus diterapkan pada situs budaya yang dikelola secara tradisional, seperti Keraton Surakarta , untuk mengatasi tantangan internal (kebersihan, fasilitas) dan meningkatkan daya saing destinasi.
- Investasi pada Destination Yield dan Kualitas Pengalaman:
- Mengingat bahwa pengalaman sebelumnya adalah faktor dominan dalam kepuasan dan niat berkunjung kembali , alokasi anggaran harus diprioritaskan pada pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk meningkatkan kompetensi dan perilaku pelaksana layanan (IKM).
- Mendorong peningkatan kualitas dan diversifikasi produk UMKM di sektor kuliner dan suvenir regional (Solo, Semarang, Purwokerto), didukung oleh skema KURÂ , untuk secara substansial meningkatkan persentase pengeluaran wisatawan non-akomodasi/transportasi.
Proyeksi Pengembangan Sektor Pariwisata untuk Dekade Mendatang
Pariwisata Jawa Tengah diproyeksikan akan didorong oleh prinsip Ekonomi Hijau dan Keadilan Sosial (Social Equity). Keberhasilan jangka panjang tidak hanya diukur dari volume kunjungan, tetapi dari kemampuan provinsi untuk menjaga laju kontribusi PDRB pra-pandemi (9.68%) sambil menerapkan model keberlanjutan. Ini berarti bahwa pertumbuhan volume harus dibarengi dengan peningkatan yield per wisatawan, penerapan model Ecomarinetourism , dan replikasi model CBT Ponggok. Strategi yang memprioritaskan kualitas layanan dan pemerataan ekonomi akan memastikan bahwa sektor pariwisata Jawa Tengah tidak hanya tumbuh besar, tetapi juga tangguh dan berkelanjutan.


