Industri Kosmetik dan Perawatan Kulit di Indonesia: Akar, Dinamika, dan Konsekuensi
Industri kosmetik dan perawatan kulit (skincare) di Indonesia tengah mengalami transformasi yang monumental. Berakar kuat pada warisan budaya dan pengetahuan tradisional yang telah diwariskan turun-temurun, sektor ini telah berevolusi dari praktik rumahan menjadi kekuatan ekonomi yang signifikan. Laporan ini menyajikan analisis komprehensif mengenai perjalanan industri ini, dari akarnya yang kuno, melalui dinamika pasarnya yang eksplosif, hingga konsekuensi dan tantangan krusial yang harus dihadapi.
Secara fundamental, pertumbuhan industri didorong oleh perpaduan faktor demografi, inovasi digital, dan perubahan perilaku konsumen. Populasi muda yang melek teknologi, dikombinasikan dengan peran vital platform e-commerce dan media sosial, telah mendemokratisasi pasar dan memicu kebangkitan merek-merek lokal. Merek-merek ini, dengan strategi “glocalization” yang cerdas—memadukan tren global dengan formulasi dan bahan baku lokal—telah berhasil merebut hati konsumen dan bahkan menembus pasar internasional.
Namun, pertumbuhan pesat ini juga membawa konsekuensi yang kompleks. Industri menghadapi tantangan struktural yang serius, termasuk peredaran produk ilegal yang membahayakan kesehatan publik, ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor yang membuat industri rentan terhadap fluktuasi ekonomi global, dan isu keberlanjutan lingkungan yang mendesak terkait dengan limbah kemasan.
Sebagai respons, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan lembaga terkait telah mengambil langkah proaktif dengan menerapkan regulasi ketat, seperti standar Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dan kewajiban sertifikasi halal. Arah masa depan industri sangat bergantung pada keberhasilan upaya kolaboratif ini—yaitu, penguatan regulasi, peningkatan transparansi, dan investasi dalam inovasi bahan baku lokal—untuk memastikan pertumbuhan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga etis dan berkelanjutan.
Akar dan Evolusi: Sejarah Industri Kosmetik dan Skincare Indonesia
Perkembangan industri kosmetik dan perawatan kulit di Indonesia tidak terlepas dari sejarah panjangnya yang kaya, yang berakar pada tradisi kecantikan kuno. Berbeda dengan industri di banyak negara lain yang dimulai dari laboratorium atau pabrik modern, industri di Indonesia memiliki fondasi budaya yang unik, yang kemudian menjadi kekuatan pendorong di balik inovasi kontemporer.
Warisan Kuno: Dari Ramuan Nusantara hingga Ritual Keraton
Jauh sebelum industrialisasi dimulai, praktik kecantikan di Nusantara telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penelitian, warisan ini bukan sekadar kumpulan resep informal, melainkan sebuah sistem pengetahuan yang terorganisir yang dikembangkan dan dilestarikan di lingkungan keraton. Ilmu ini dicatat dalam manuskrip bangsawan seperti Serat Centhini, manuskrip Candra Rini, dan Serat Wulang Estri, yang menjelaskan cara mencapai kecantikan dari dalam dan luar, menekankan kesehatan tubuh secara keseluruhan sebagai prasyarat kecantikan alami.
Ritual-ritual kuno memanfaatkan kekayaan hayati Indonesia, yang merupakan salah satu negara paling beragam secara biologis di dunia. Bahan-bahan alami dari hutan hujan dan tanah subur, seperti beras, kunyit, bengkuang, dan minyak kelapa, menjadi komponen utama dalam berbagai ramuan. Sebagai contoh, bedak dingin yang terbuat dari beras dan bengkuang digunakan untuk mendinginkan dan merawat kulit, sementara lulur pengantin, yang sering digunakan dalam upacara adat, bertujuan untuk membersihkan dan melembapkan kulit dengan kombinasi rempah-rempah. Penggunaan jamu, ramuan herbal yang diminum, juga menjadi bagian integral dari praktik kecantikan holistik, yang dipercaya dapat menjaga kesehatan dan kecantikan dari dalam tubuh. Â Keberadaan warisan ini memberikan industri kosmetik Indonesia keunggulan kompetitif yang unik: keaslian dan kekayaan budaya yang tidak dapat ditiru oleh produk dari negara lain. Fondasi historis ini telah membentuk fondasi bagi evolusi industri menuju format modern.
Awal Modernisasi: Munculnya Pionir Industri Pasca-Kemerdekaan
Periode setelah kemerdekaan menandai transisi penting dari praktik rumahan ke industrialisasi kosmetik. Merek-merek pionir mulai bermunculan, secara perlahan membangun pasar modern dengan memperkenalkan produk dalam skala komersial. Produk yang diklaim sebagai yang tertua, Viva, mulai diproduksi pada tahun 1962, diikuti oleh merek-merek ikonik lain seperti Fanbo (1968), Marcks (1971), Sariayu (1977), Purbasari (1993), dan Wardah (1995).
Perkembangan ini tidak terlepas dari peran visioner tokoh-tokoh kunci. Dr. (H.C.) Martha Tilaar dan Mooryati Soedibyo, keduanya anggota pendiri Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMI), memainkan peran penting dalam memformalkan industri. Perjalanan mereka mencerminkan sebuah proses formalisasi dan profesionalisasi yang mengubah warisan budaya menjadi kekuatan ekonomi. Martha Tilaar memulai usahanya dari garasi rumah orang tuanya di Jakarta pada tahun 1970, dengan fokus pada perawatan kecantikan tradisional berbasis tanaman herbal. Sementara itu, Mooryati Soedibyo memulai bisnisnya pada tahun 1973 dengan modal awal Rp25.000, meracik jamu dan kosmetik di garasi rumahnya dengan peralatan sederhana.
Keberanian mereka dalam mengindustrialisasi pengetahuan tradisional, dari produksi rumahan menjadi perusahaan yang mendirikan pabrik dan bahkan melantai di bursa saham (PT Martina Berto Tbk dan PT Mustika Ratu Tbk), menunjukkan bagaimana kewirausahaan lokal berhasil mengubah warisan budaya menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh di panggung nasional dan global.
Dinamika Pasar dan Dampak Ekonomi-Sosial
Industri kosmetik dan perawatan kulit di Indonesia saat ini berada di puncak pertumbuhan, didorong oleh demografi yang menguntungkan dan adopsi teknologi digital yang masif. Transformasi ini telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan dan mengubah lanskap sosial di Indonesia.
Pertumbuhan Eksponensial dan Kontribusi Ekonomi
Sektor industri kosmetik di Indonesia merupakan bagian integral dari industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, yang secara kolektif menunjukkan pertumbuhan yang solid. Sektor ini tumbuh sebesar 9,39% pada tahun 2020 dan menyumbang 1,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2022. Jumlah pelaku usaha di sektor ini juga melonjak secara fenomenal, naik 77% dari 726 perusahaan pada tahun 2020 menjadi 1.292 perusahaan pada tahun 2024.
Nilai pasar industri ini bervariasi tergantung pada sumber dan tahun data, yang mencerminkan dinamisme dan kecepatan pertumbuhannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut nilai pasar kosmetik lokal mencapai Rp 130 triliun , sementara proyeksi lain menyebutkan nilai pasar mencapai US7 miliar dan diproyeksikan tumbuh menjadiUS10 miliar pada 2027 dengan tingkat pertumbuhan tahunan 10%. Proyeksi lainnya bahkan menempatkan nilai pasar pada US$9,74 miliar.
Tabel berikut mengkonsolidasikan data kunci ini untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai lintasan pertumbuhan industri.
Tabel 1: Proyeksi Nilai Pasar Industri Kosmetik & Skincare Indonesia (2020-2027)
Indikator Ekonomi | Nilai & Periode | Sumber Data | Implikasi |
Kontribusi terhadap PDB | 1.92% (2020) | Kontribusi signifikan, menunjukkan peran strategis industri. | |
Kontribusi terhadap PDB | 1.78% (Q2 2022) | Pertumbuhan konsisten dan stabil. | |
Pertumbuhan Sektor | 9.39% (2020) | Tumbuh pesat meskipun ada tantangan pandemi. | |
Nilai Pasar Lokal | Rp 130 Triliun | Menunjukkan kekuatan pasar domestik yang didorong oleh merek lokal. | |
Proyeksi Nilai Pasar | US$9.74 Miliar (2025) | Prospek yang sangat cerah, mendekati ambang US$10 miliar. | |
Proyeksi Nilai Pasar | US$10 Miliar (2027) | Mengonfirmasi tren pertumbuhan tahunan yang berkelanjutan. | |
Pertumbuhan Pelaku Usaha | 77% (2020-2024) | Menandakan demokratisasi pasar dan tingginya minat kewirausahaan. |
Meskipun pertumbuhan ini luar biasa, analisis komparatif menunjukkan bahwa konsumsi per kapita kosmetik di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Hal ini tidak mencerminkan kelemahan, melainkan sebuah potensi pasar domestik yang belum sepenuhnya tergarap, mengindikasikan ruang pertumbuhan yang sangat besar di masa depan.
Fenomena Brand Lokal: Dari Pilihan Kedua Menuju Primadona
Fenomena paling menonjol dalam beberapa tahun terakhir adalah kebangkitan merek-merek lokal. Merek-merek seperti Wardah, Somethinc, dan Avoskin tidak lagi dianggap sebagai alternatif dengan kualitas lebih rendah dibandingkan merek internasional. Sebaliknya, mereka telah menjadi primadona di pasar domestik. Wardah, sebagai contoh, telah menorehkan prestasi internasional dengan menempati posisi Top 3 Â Best-Selling Cosmetic Brands di Asia Tenggara pada tahun 2024.
Keberhasilan ini didorong oleh beberapa faktor kunci. Merek lokal secara strategis menawarkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau, sebuah strategi yang dikenal sebagai “affordable premium”. Mereka juga memprioritaskan formulasi yang disesuaikan dengan jenis kulit dan iklim tropis Indonesia. Selain itu, banyak merek lokal yang secara jelas mengkomunikasikan sertifikasi keamanan BPOM dan sertifikasi halal, yang sangat dihargai oleh konsumen Indonesia.
Secara visual, merek-merek lokal modern telah mengadopsi standar global dalam visual branding dan kemasan, hingga seringkali disangka berasal dari luar negeri, seperti Inggris, Jerman, Korea, atau Jepang. Hal ini menandai fase baru di mana industri kecantikan Indonesia tidak lagi hanya mengikuti tren, melainkan menjadi pemain yang ikut menciptakan tren di kawasan.
Revolusi Digital: Peran Vital E-commerce dan Media Sosial
Dinamika pasar yang berubah ini tidak akan terjadi tanpa revolusi digital. Platform e-commerce telah menjadi saluran distribusi utama bagi produk kecantikan, dengan kategori personal care dan kosmetik menduduki posisi tiga teratas dalam penjualan di marketplace antara tahun 2018-2022. Pertumbuhan ini memberikan jalan masuk yang terjangkau bagi pelaku usaha kecil dan menengah (IKM) yang baru, mendemokratisasi pasar dan memungkinkan merek-merek baru untuk bersaing dengan pemain besar.
Analisis data menunjukkan bahwa kategori perawatan wajah adalah yang paling dominan di platform seperti Tokopedia, dengan serum sebagai produk terlaris. Merek lokal seperti Somethinc, yang baru didirikan pada tahun 2019, dengan cepat menempati peringkat pertama dalam penjualan serum, menunjukkan kemampuan merek-merek baru untuk tumbuh secara eksponensial dalam waktu singkat. Peran media sosial dan influencer sangat signifikan dalam ekosistem ini. Mereka telah menggantikan peran iklan tradisional sebagai pembentuk tren dan jembatan kepercayaan.
Influencer dapat menjangkau jutaan pengikut, membuat produk atau teknik kecantikan menjadi viral, dan mendorong minat beli yang tinggi. Ini menciptakan sebuah sinergi di mana inovasi produk didorong oleh permintaan konsumen yang diekspresikan secara langsung melalui platform digital, dan pemasaran menjadi lebih personal serta interaktif.
Tren Kunci yang Membentuk Konsumen Modern
Didorong oleh generasi muda (Gen Z dan Milenial), perilaku konsumen di Indonesia telah bergeser ke arah yang lebih sadar dan kritis. Data survei menunjukkan tiga tren utama yang mendominasi preferensi mereka:
- Clean Beauty: Tren ini menempati posisi teratas dengan 54% responden memprioritaskan produk yang bebas dari bahan-bahan berbahaya dan transparan dalam komposisinya. Clean beauty tidak hanya berarti bahan alami, tetapi lebih menekankan pada keamanan bahan, baik yang berasal dari alam maupun sintesis.
- Hybrid Skincare: Sebanyak 37% responden tertarik pada produk yang menggabungkan manfaat skincare dengan estetika makeup, seperti cushion dengan SPF tinggi atau lipstik yang melembapkan. Tren ini menjawab kebutuhan gaya hidup praktis yang menjadi ciri khas generasi muda.
- Science-Based Products: Sebesar 26% responden lebih memercayai produk yang didukung oleh dasar ilmiah, hasil uji laboratorium, atau rekomendasi dermatolog. Hal ini mencerminkan pergeseran dari konsumsi yang berorientasi pada testimoni semata menuju pendekatan yang lebih rasional dan kritis.
Pergeseran ini menunjukkan bahwa konsumen modern tidak lagi sekadar mencari hasil instan. Mereka menuntut produk yang tidak hanya efektif, tetapi juga etis, transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka. Kesadaran ini mendorong produsen untuk berinovasi dan meningkatkan standar, dari formulasi produk hingga komunikasi merek.
Konsekuensi dan Tantangan: Isu Krusial Industri
Pertumbuhan pesat industri kecantikan di Indonesia tidak terlepas dari konsekuensi dan tantangan serius yang perlu diatasi untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang.
Ancaman Kosmetik Ilegal dan Bahaya Kesehatan
Peredaran kosmetik ilegal dan berbahaya adalah masalah krusial yang mengancam kredibilitas industri dan, yang lebih penting, membahayakan kesehatan masyarakat. BPOM secara intensif menindak peredaran ini, dengan temuan signifikan senilai lebih dari Rp 31,7 miliar pada tahun 2025, meningkat 10 kali lipat dari tahun sebelumnya. Produk-produk ini seringkali mengandung bahan dilarang seperti hidrokuinon, asam retinoat, antibiotik, dan steroid.
Tabel berikut merangkum bahaya kesehatan dari bahan-bahan terlarang yang ditemukan.
Tabel 2 Bahaya Bahan Terlarang dalam Kosmetik Ilegal
Bahan Terlarang | Efek Negatif pada Kesehatan |
Hidrokuinon | Hiperpigmentasi, ochronosis, perubahan warna kornea dan kuku. |
Asam Retinoat | Kulit kering, rasa terbakar, teratogenik (merusak janin). |
Antibiotik | Hipopigmentasi, iritasi, bercak kemerahan (eritema), resistansi antibiotik. |
Steroid | Biang keringat, atrofi kulit, fotosensitif, dermatitis kontak, reaksi alergi. |
Masalah ini merupakan konsekuensi langsung dari tingginya permintaan pasar akan hasil instan dan harga murah. Kemudahan akses melalui platform e-commerce tanpa pengawasan yang ketat memperburuk situasi, memungkinkan produk ilegal beredar luas. BPOM telah berulang kali mengingatkan influencer untuk berhati-hati dalam mempromosikan produk, karena promosi yang tidak bertanggung jawab dapat mempercepat penyebaran kosmetik ilegal yang viral.  Peredaran produk ilegal tidak hanya membahayakan konsumen, tetapi juga merugikan produsen legal yang berinvestasi besar dalam penelitian, pengembangan, dan kontrol kualitas untuk mematuhi regulasi.
Tantangan Rantai Pasok: Ketergantungan Bahan Baku Impor
Meskipun produk jadi lokal mendominasi pasar, industri kosmetik Indonesia masih menghadapi kelemahan struktural, yaitu ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor. Berdasarkan laporan, sekitar 60%-80% bahan baku kosmetik masih didatangkan dari luar negeri, bergantung pada jenis produknya. Ketergantungan ini membuat industri rentan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dan gangguan rantai pasok global. Pelemahan mata uang secara drastis dapat meningkatkan biaya produksi, yang pada gilirannya dapat membebani konsumen atau menggerus margin keuntungan produsen.
Meskipun industri telah menerapkan strategi produk “affordable premium” untuk menjaga harga tetap terjangkau, kerentanan ini tetap menjadi perhatian utama. Upaya untuk menciptakan kemandirian rantai pasok diperlukan untuk memastikan daya saing jangka panjang. Pemerintah telah menyadari masalah ini dan berkomitmen untuk mengawal IKM agar dapat memperoleh pasokan bahan baku berkualitas dari dalam negeri, melalui program restrukturisasi teknologi dan dukungan sinergi antara pemasok dan industri.
Isu Keberlanjutan dan Etika: Tanggung Jawab Lingkungan
Pertumbuhan masif industri kecantikan juga menimbulkan konsekuensi lingkungan yang signifikan, khususnya terkait limbah kemasan. Secara global, industri ini menghasilkan sekitar 120 miliar kemasan setiap tahun, dan sebagian besar tidak dapat didaur ulang. Di Indonesia, kesadaran konsumen, terutama dari kalangan Gen Z dan Milenial, terhadap “sustainable beauty” terus meningkat.
Tekanan dari konsumen yang semakin sadar lingkungan memaksa produsen untuk bertanggung jawab terhadap jejak ekologis mereka. Hal ini mendorong inovasi dalam pengemasan yang lebih ramah lingkungan, sumber bahan baku yang etis, dan praktik produksi yang berkelanjutan. Pergeseran ini menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keharusan strategis untuk mempertahankan relevansi merek di masa depan. Produsen yang gagal mengintegrasikan konsep keberlanjutan dalam rantai pasok dan produksi mereka berisiko kehilangan kepercayaan dari konsumen yang semakin kritis.
Arah Masa Depan: Rekomendasi Strategis dan Prospek
Masa depan industri kosmetik dan perawatan kulit di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah, namun bergantung pada kemampuan para pemangku kepentingan untuk mengatasi tantangan yang ada.
Penguatan Ekosistem Regulasi dan Perlindungan Konsumen
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat dalam memperkuat ekosistem regulasi. BPOM telah memberlakukan berbagai peraturan untuk menjamin keamanan, mutu, dan kemanfaatan produk. Peraturan utama mencakup:
- Peraturan BPOM No. 33 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB): Mewajibkan industri kosmetik menerapkan pedoman CPKB untuk menjamin kualitas produk. Sertifikat ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbarui.
- Peraturan BPOM No. 17 Tahun 2023 tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk (DIP): Mewajibkan setiap produk kosmetik yang dinotifikasi harus memiliki DIP yang memuat data keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Hal ini memastikan setiap klaim produk didukung oleh bukti ilmiah.
Tabel 3: Tinjauan Regulasi Utama Industri Kosmetik Indonesia
Peraturan | Lembaga | Tujuan Utama | Implikasi Strategis |
Sertifikasi CPKB | BPOM | Menjamin kualitas produk dari proses produksi. | Mendorong profesionalisme dan standar mutu global bagi produsen lokal. |
Notifikasi Produk | BPOM | Mewajibkan izin edar untuk setiap produk kosmetik. | Melindungi konsumen dari produk ilegal dan berbahaya. |
Kewajiban Halal | BPJPH | Mewajibkan sertifikasi halal per Oktober 2026. | Membangun kepercayaan konsumen di pasar mayoritas Muslim dan menjadi keunggulan ekspor. |
Pengawasan Impor | BPOM | Mengatur persyaratan impor (SKI Post-Border). | Mengendalikan masuknya produk impor ilegal dan memastikan keamanan produk. |
Selain itu, kewajiban sertifikasi halal akan menjadi faktor kunci. Mulai 17 Oktober 2026, produk kosmetik wajib bersertifikat halal. Hal ini akan memberikan keunggulan kompetitif yang kuat bagi merek lokal di pasar domestik dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Menggerakkan Inovasi Lokal dan Diversifikasi Rantai Pasok
Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor dan meningkatkan daya saing, industri perlu fokus pada inovasi lokal. Diversifikasi rantai pasok dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia yang kaya adalah langkah strategis. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan industri dalam penelitian dan pengembangan (R&D) bahan baku lokal sangat krusial.
Investasi dalam R&D akan tidak hanya mengurangi kerentanan ekonomi, tetapi juga membuka peluang untuk menciptakan produk baru dengan formulasi unik berbasis kekayaan alam Nusantara. Merek-merek lokal yang berhasil memadukan pengetahuan tradisional dengan teknologi modern akan menjadi pemimpin pasar, memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar kosmetik global.
Kesimpulan
Industri kosmetik dan perawatan kulit di Indonesia berdiri di persimpangan antara warisan tradisi dan modernisasi digital. Fondasinya yang unik, berakar pada praktik kecantikan kuno yang terorganisir, telah memberikan keunggulan kompetitif yang tak tertandingi. Momentum pertumbuhan saat ini didorong oleh demografi yang dinamis dan adopsi teknologi yang masif, yang telah memungkinkan kebangkitan merek-merek lokal menjadi primadona pasar.
Namun, laporan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pesat ini juga disertai dengan tantangan serius. Masalah peredaran produk ilegal, kerentanan rantai pasok akibat ketergantungan impor, dan isu keberlanjutan lingkungan adalah konsekuensi yang tak terhindarkan. Keberlanjutan industri di masa depan tidak hanya bergantung pada pertumbuhan penjualan, tetapi pada komitmen kolektif untuk membangun ekosistem yang lebih kuat, etis, dan transparan. Penguatan regulasi oleh pemerintah, investasi dalam inovasi bahan baku lokal, dan peningkatan kesadaran konsumen adalah kunci untuk memastikan industri kosmetik Indonesia dapat mencapai potensi penuhnya, mengubah warisan budaya menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan dan berdaya saing di panggung global.
Post Comment