Loading Now

Adopsi dan Strategi Penggunaan Sepeda di Berbagai Negara

Bersepeda telah diidentifikasi sebagai moda transportasi aktif yang sangat penting dalam mengatasi tantangan urbanisasi dan krisis iklim pada abad ke-21. Penggunaan sepeda menawarkan manfaat multidimensi yang signifikan, mulai dari pengurangan emisi karbon dan peningkatan kualitas udara di perkotaan hingga perbaikan kesehatan publik. Aktivitas bersepeda secara teratur meningkatkan kebugaran fisik, menguatkan sistem kardiopulmoner, dan menurunkan risiko penyakit jantung. Lebih lanjut, bersepeda juga memiliki efek positif pada kesehatan mental, menyediakan pengalaman perjalanan yang lebih santai dan rileks, serta mengurangi tingkat stres. Dengan kemampuannya mengurangi kemacetan lalu lintas dan membebaskan ruang parkir, sepeda menjadi komponen strategis dalam mewujudkan kota yang lebih berkelanjutan dan layak huni.

Global Bicycle Cities Index (GBCI): Tolok Ukur Keberhasilan dan Kesenjangan Global

Untuk mengukur tingkat keberhasilan kota dalam mendukung penggunaan sepeda, Global Bicycle Cities Index (GBCI) 2022 melakukan analisis terhadap 90 kota di seluruh dunia. Indeks ini dievaluasi berdasarkan enam indikator utama, termasuk kualitas infrastruktur, keamanan dan keselamatan, cuaca, tren penggunaan sepeda, fasilitas penyewaan/peminjaman, serta acara pendukung bersepeda.

Kesenjangan Kinerja Asia dan Analisis Defisit Jakarta

Hasil GBCI 2022 menunjukkan adanya kontras yang tajam dalam adopsi bersepeda, terutama di Asia. Meskipun hanya 12 kota di Asia yang dianalisis, kota seperti Hangzhou, Tiongkok, menunjukkan kemajuan yang signifikan dengan skor indeks mencapai 52,55 dari 100, menjadikannya kota paling nyaman untuk bersepeda di Asia.

Sebaliknya, Jakarta menempati peringkat terendah kedua di Asia dengan skor yang sangat rendah, hanya 21,66. Penilaian buruk ini didorong oleh dua faktor utama yang saling berkaitan. Pertama, tingkat penggunaan sepeda untuk tujuan komuter fungsional di Jakarta hanya mencapai 2%. Kedua, kegagalan dalam menyediakan sistem pendukung yang memadai, tercermin dari skor fasilitas peminjaman/penyewaan sepeda yang minimalis, yakni hanya 1,02 poin dari 100. Data ini menunjukkan adanya “defisit fungsionalitas” yang mendalam.

Kesenjangan kinerja Jakarta dan Hangzhou menunjukkan bahwa rendahnya adopsi sepeda di Indonesia bukan semata-mata masalah budaya, melainkan kegagalan fungsi dan integrasi. Skor GBCI yang buruk pada fasilitas pendukung (penyewaan dan parkir aman) menunjukkan bahwa sepeda di Jakarta sebagian besar terbatas pada fungsi rekreasi dan belum terintegrasi secara efektif dalam skema transportasi multimoda. Tanpa fasilitas first-mile/last-mile yang aman dan nyaman, masyarakat enggan beralih ke sepeda sebagai alat komuter utilitas. Apabila tren peningkatan penggunaan sepeda yang sempat melonjak drastis (misalnya pasca-2020) tidak diimbangi dengan alokasi pendanaan yang setara dan pembangunan infrastruktur yang merata, infrastruktur yang ada akan cepat memburuk (seperti kasus jalur sepeda yang kurang terawat di Pontianak setelah lima tahun) , yang pada akhirnya akan menurunkan kepercayaan publik dan membatasi adopsi jangka panjang.

Model Sukses Global: Infrastruktur Lanjutan dan Integrasi Kebijakan

Keberhasilan negara-negara maju dalam mengintegrasikan sepeda sebagai moda transportasi utama didorong oleh inovasi infrastruktur skala besar dan kerangka kebijakan yang terpadu.

Paradigma Eropa: Budaya, Skala, dan Inovasi Integrasi

Belanda: Multiguna Solusi Bersepeda

Belanda merupakan studi kasus klasik di mana penggunaan sepeda didorong oleh katalisator (krisis energi), dan kemudian diperluas untuk mengatasi masalah sosial dan lingkungan, termasuk pengangguran dan polusi. Adopsi sepeda yang masif menuntut solusi cerdas untuk mengatasi kendala spasial di perkotaan.

Inovasi utama Belanda terletak pada integrasi fasilitas parkir sepeda skala besar. Contoh paling menonjol adalah Stasiun Pusat Utrecht, yang memiliki tempat parkir sepeda terbesar di dunia dengan kapasitas total 22.000 slot. Parkir ini dirancang untuk mengatasi masalah kepadatan populasi sepeda yang sangat tinggi dan memastikan konektivitas yang efisien dengan transportasi massal. Desain parkir ini bahkan mempertimbangkan kenyamanan dan keamanan sosial, dengan interior bawah tanah yang diterangi cahaya alami dan menciptakan suasana aman bagi komuter. Selain itu, inovasi seperti parkiran sepeda bawah air di Amsterdam menjadi solusi kreatif untuk mengatasi kepadatan parkir di pusat kota yang tinggi. Keberhasilan adopsi masif membutuhkan infrastruktur yang mampu mengatasi masalah  oversubscription (parkir) dan distance (konektivitas), sehingga sepeda dapat berfungsi sebagai bagian dari sistem transportasi yang efisien.

Denmark: Koherensi Regional melalui Cycle Superhighways

Denmark, khususnya di Wilayah Ibu Kota Kopenhagen, berhasil mengembangkan konsep Cycle Superhighways (Jalan Tol Sepeda). Ini adalah jalur sepeda jarak jauh, kohesif, dan berprioritas tinggi yang dirancang khusus untuk perjalanan komuter, menghubungkan kawasan permukiman dan tempat kerja melintasi batas-batas munisipalitas.

Konsep superhighway ini didasarkan pada lima tujuan kualitas utama untuk memastikan pengalaman bersepeda yang optimal :

  • Koherensi: Rute harus mudah diakses dan berlanjut melintasi batas administratif, menghubungkan fasilitas pendidikan, peluang kerja, dan node transportasi publik utama.
  • Aksesibilitas: Jalur harus lebar, memungkinkan pengendara untuk mempertahankan flow dan menyalip dengan aman tanpa hambatan.
  • Kenyamanan: Prioritas diberikan pada pengelolaan perkerasan dan pemeliharaan rute yang tinggi.

Model tata kelola Denmark sangat relevan bagi wilayah metropolitan besar di Asia. Kolaborasi antar-munisipalitas di Wilayah Ibu Kota Denmark diwujudkan karena disadari bahwa “lalu lintas tidak mempertimbangkan batas munisipal”. Kemitraan sukarela antara 21 munisipalitas ini telah menghasilkan jaringan 16 rute superhighway dan memiliki visi untuk memperluas menjadi 60 rute, yang sangat penting untuk mengatasi perjalanan komuter jarak jauh di kawasan urban padat.

Strategi Transformasi di Amerika Utara: Keamanan dan Realokasi Ruang

New York City (NYC): Bukti Kaidah Keselamatan

Kota-kota Amerika Utara, yang secara historis didominasi mobil, telah menunjukkan keberhasilan dalam transformasi melalui penekanan pada keselamatan dan realokasi ruang jalan. New York City adalah contoh penting, di mana kebijakan berinvestasi pada Jalur Sepeda Terlindungi (Protected Bike Lanes) yang menggunakan penghalang fisik (seringkali dengan merealokasi ruang parkir mobil).

Dampak dari jalur terlindungi ini dapat diukur secara kausal. Penerapan jalur terlindungi di First Avenue menghasilkan penurunan signifikan cedera pesepeda hingga 20%, sementara tingkat pengendara sepeda meningkat 13%. Bukti statistik ini menunjukkan bahwa keberhasilan dalam meningkatkan  ridership sangat tergantung pada kemauan politik untuk mengalokasikan ruang jalan dan memisahkan pesepeda dari lalu lintas kendaraan bermotor, yang merupakan senjata utama melawan penentangan berbasis bisnis atau kemacetan.

Portland, Oregon: Desain Holistik dan Kebijakan Pelengkap

Portland diakui sebagai pemimpin di Amerika Utara, mendekati implementasi paket infrastruktur, program, dan kebijakan yang komprehensif. Selain jaringan  bikeway yang padat, Portland unggul dalam intervensi non-infrastruktur.

Salah satu intervensi kebijakan yang paling efektif adalah penyesuaian batas kecepatan. Dewan Kota Portland menyetujui peraturan yang menurunkan batas kecepatan di semua jalan perumahan menjadi 20 mph. Perubahan ini meningkatkan keselamatan di 70% jaringan jalan tanpa memerlukan biaya konstruksi besar. Reformasi ini, bersama dengan metodologi penetapan kecepatan baru di Oregon yang kini mempertimbangkan pengguna jalan rentan (seperti pesepeda dan pejalan kaki) , menunjukkan pergeseran filosofi transportasi dari fokus pada throughput kendaraan menjadi prioritas safety and equity.

Tabel 1. Perbandingan Faktor Keberhasilan Kritis dalam Adopsi Sepeda (Studi Kasus Global)

Kota/Regional Fokus Kebijakan Utama Inovasi Infrastruktur Kunci Dampak Terukur Kritis
Utrecht/Belanda Integrasi Multimoda & Ketenagakerjaan Parkir Sepeda Terintegrasi Terbesar di Dunia (22.000 slot) Memastikan konektivitas First-Mile/Last-Mile yang efisien
Kopenhagen/Denmark Konektivitas Komuter Regional Cycle Superhighways (Fokus Koherensi dan Flow) Mendukung perjalanan komuter jarak jauh melintasi batas administratif
New York City (NYC)/AS Keselamatan dan Peningkatan Ridership Jalur Sepeda Terlindungi (Protected Bike Lanes) Pengurangan Cedera 20% & Peningkatan Pengendara 13%
Minneapolis/AS Stimulus Ekonomi Lokal Realokasi Lajur Parkir Mobil untuk Jalur Sepeda Peningkatan Penjualan Makanan Lokal (+52.44%)
Jakarta/Indonesia Pengendalian Emisi (KRE) Pembangunan Lajur Sepeda Dasar Skor Indeks Terendah Kedua di Asia (21.66)

Kerangka Kebijakan Pendorong: Push dan Pull Factors

Kebijakan transportasi berkelanjutan memerlukan kombinasi strategis antara faktor pendorong (push) yang membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan faktor penarik (pull) yang memfasilitasi moda alternatif.

Kebijakan Push: Kawasan Rendah Emisi (KRE)

Kawasan Rendah Emisi (KRE), atau yang dikenal secara global sebagai Zona Udara Bersih (Clean Air Zones), merupakan kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi polusi udara beracun dan memprioritaskan orang daripada mobil, menciptakan “dorongan” kuat untuk peralihan moda transportasi. KRE sering kali mencakup Peraturan Akses Kendaraan Perkotaan (UVAR), seperti Zona Emisi Rendah (LEZ) atau Area Nol Emisi (ZEA), yang membatasi akses kendaraan paling berpolusi.

Di Jakarta, rencana KRE sedang dikembangkan sebagai bagian dari Peta Jalan Kawasan Rendah Emisi. Rencana ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara secara signifikan dengan membatasi akses kendaraan (terutama kendaraan roda dua dan mobil penumpang) berdasarkan standar emisi (misalnya, Euro IV). Pada akhir fase 1 di tahun 2027, penerapan standar emisi minimum diperkirakan dapat mengurangi NOx​ sebesar 190,7 ton (28,5%) dan Particulate Matter (PM) sebesar 3,9 ton (38,2%).

Namun, implementasi kebijakan push seperti KRE perlu diimbangi dengan infrastruktur pull yang kuat. Apabila dorongan KRE diterapkan sementara infrastruktur sepeda tetap buruk (seperti yang ditunjukkan oleh skor GBCI Jakarta ), masyarakat mungkin hanya beralih ke transportasi publik atau Kendaraan Listrik (EV), tanpa memaksimalkan potensi bersepeda dalam mengurangi kemacetan dan meningkatkan kesehatan publik. Oleh karena itu, sinkronisasi investasi infrastruktur sepeda yang aman dengan tenggat waktu KRE sangatlah krusial.

Kebijakan Pull: Insentif Finansial dan Regulasi

Faktor penarik melibatkan insentif yang membuat bersepeda menjadi pilihan yang menarik dan layak.

  1. Subsidi dan Insentif Spesifik: Beberapa kota Eropa menggunakan insentif finansial untuk memperluas fungsi sepeda di luar komuter pribadi. Contohnya, Kota Wina di Austria menawarkan subsidi finansial untuk pembelian sepeda kargo, baik bagi individu maupun bisnis, untuk mendorong penggunaan sepeda dalam transportasi berkelanjutan dan logistik perkotaan.
  2. Regulasi Keamanan Biaya Rendah: Perubahan regulasi batas kecepatan (seperti yang diterapkan di Portland, Oregon, menjadi 20 mph di jalan perumahan ) adalah kebijakan pull dengan biaya implementasi yang relatif rendah, tetapi memberikan peningkatan keamanan yang cepat dan signifikan bagi pesepeda dan pejalan kaki di seluruh jaringan jalan. Ini merupakan langkah kebijakan fundamental yang mengubah filosofi perencanaan transportasi.

Analisis Infrastruktur Teknis dan Standar Perancangan

Infrastruktur sepeda yang efektif harus didasarkan pada standar teknis yang memprioritaskan keselamatan dan pengalaman pengguna.

Tipologi Fasilitas Pesepeda: Mengutamakan Pemisahan Fisik

Pedoman perancangan fasilitas pesepeda membedakan secara kritis antara lajur sepeda dan jalur sepeda terpisah.

  • Lajur Sepeda didefinisikan sebagai lajur khusus yang dipisahkan dari kendaraan bermotor hanya dengan marka jalan. Jenis fasilitas ini menawarkan tingkat perlindungan yang rendah dan hanya sesuai untuk jalan-jalan lokal atau lingkungan dengan volume dan kecepatan lalu lintas yang sangat rendah.
  • Jalur Sepeda Terpisah (Separated Bike Path) menggunakan penghalang fisik (misalnya, trotoar yang lebih tinggi, baris mobil yang diparkir, atau tiang plastik) untuk sepenuhnya memisahkan pesepeda dari lalu lintas kendaraan.

Pemisahan fisik sangat penting di lingkungan perkotaan yang padat dengan lalu lintas kendaraan bermotor yang agresif. Rekomendasi teknis menunjukkan bahwa jalan Arteri dan Kolektor, yang memiliki kecepatan dan volume tinggi, harus selalu menggunakan fasilitas yang dipisahkan secara fisik (Model NYC atau Belanda) untuk mengurangi risiko kecelakaan. Kegagalan implementasi di banyak negara berkembang sering kali terletak pada proyek infrastruktur yang mandek pada lajur marka (solusi biaya rendah), yang memberikan ilusi keselamatan tetapi gagal memberikan perlindungan memadai, sehingga menghambat adopsi utilitas.

Standar Kualitas Tinggi: Kenyamanan, Koherensi, dan Aksesibilitas

Infrastruktur yang dirancang dengan baik harus memenuhi standar kualitas yang tinggi, seperti yang ditekankan dalam konsep Cycle Superhighways Denmark :

  • Koherensi: Rute harus logis, berkelanjutan, dan menghubungkan titik-titik penting dalam jaringan transportasi. Rute yang terputus-putus atau sulit diakses akan menggagalkan tujuan bersepeda sebagai alat komuter yang efisien.
  • Kenyamanan: Permukaan jalan harus terawat dengan baik. Kualitas infrastruktur bergantung pada perawatan berkelanjutan; jalur yang rusak atau kurang terawat (seperti kasus di Pontianak ) dapat mengurangi daya tarik bersepeda dan membuang sumber daya publik. Oleh karena itu, anggaran pembangunan harus diintegrasikan dengan anggaran Operasi dan Pemeliharaan (O&M) jangka panjang.
  • Aksesibilitas: Jalur harus cukup lebar untuk mengakomodasi berbagai kecepatan pesepeda dan memungkinkan penyalipan yang aman.

Tabel 2. Klasifikasi Teknis Tipologi Fasilitas Pesepeda dan Konteks Penggunaan

Tipe Fasilitas Metode Pemisahan Tingkat Perlindungan Konteks Penggunaan Optimal
Lajur Sepeda (Marka) Marka jalan/Cat Rendah Jalan Lokal/Lingkungan dengan kecepatan sangat rendah (Lokal Primer/Sekunder)
Jalur Sepeda Terpisah (Separated) Penghalang fisik (Trotoar, Parkir, Tiang) Tinggi Jalan Arteri/Kolektor dengan volume/kecepatan tinggi (Arteri/Kolektor Primer)
Cycle Superhighway Terpisah penuh, Prioritas Tinggi Sangat Tinggi Koridor Komuter Jarak Jauh (Regional)
Shared Use Path Jalur bersama dengan Pejalan Kaki Variabel (Manajemen kecepatan) Kawasan Cagar Budaya atau Rekreasi

Dampak Multidimensi Bersepeda: Ekonomi, Kesehatan, dan Sosial

Manfaat Ekonomi Lokal dan Ritel

Investasi pada infrastruktur sepeda menghasilkan manfaat ekonomi yang terukur pada tingkat bisnis lokal, sebuah argumen yang seringkali diabaikan oleh para penentang realokasi ruang jalan.

Studi yang dilakukan di berbagai kota di AS menunjukkan bahwa peningkatan fasilitas sepeda dan pejalan kaki memiliki dampak positif atau non-signifikan terhadap perekonomian lokal (penjualan dan lapangan kerja). Sebagai contoh kritis, di koridor Central Avenue, Minneapolis, setelah jalur sepeda dipasang dengan mengurangi lebar lajur kendaraan, lapangan kerja ritel meningkat 12.64%, dan penjualan makanan meningkat dramatis sebesar 52.44%. Data ini membuktikan bahwa jalur sepeda yang aman mengubah jalan raya dari saluran lalu lintas menjadi tempat tujuan (destination), karena kecepatan sepeda memungkinkan interaksi visual yang lebih baik dengan toko-toko, dan lingkungan yang lebih aman menarik orang untuk berhenti dan berbelanja.

Selain itu, wisata bersepeda menawarkan manfaat ekonomi yang signifikan, terutama dalam konteks pariwisata berkelanjutan. Wisata bersepeda di kawasan warisan budaya, seperti di Yogyakarta, dapat mengoptimalkan pelestarian budaya, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat ekonomi lokal. Tren global menunjukkan bahwa pariwisata terkait warisan budaya terus meningkat, menjadikan sepeda sebagai moda yang selaras dengan konsep pariwisata berkelanjutan.

Manfaat Kesehatan dan Lingkungan

Bersepeda secara teratur meningkatkan kekuatan jantung dan paru-paru, menurunkan risiko penyakit jantung, dan meningkatkan kesehatan mental. Sebagai alat transportasi, sepeda adalah moda yang ramah lingkungan karena bebas emisi dan secara langsung berkontribusi pada pengurangan polusi udara dan kemacetan lalu lintas di perkotaan.

Dimensi Sosial: Tantangan Ekuitas dan Inklusi

Dalam upaya pengembangan infrastruktur sepeda, penting untuk mengatasi tantangan ekuitas dan inklusi, terutama di negara-negara Global Selatan.

  1. Ekuitas dan Marginalisasi: Penelitian menunjukkan risiko marginalisasi masyarakat miskin perkotaan yang bergantung pada sepeda karena kebutuhan, dalam proses kebijakan yang seringkali lebih berfokus pada kelompok komuter kelas menengah. Kebijakan harus secara eksplisit memastikan bahwa perbaikan infrastruktur menguntungkan semua lapisan masyarakat.
  2. Inklusi Pesepeda Perempuan: Keamanan menjadi hambatan utama bagi adopsi bersepeda oleh perempuan. Kebutuhan pesepeda perempuan menuntut desain infrastruktur yang inklusif, termasuk pencahayaan yang memadai dan jalur yang terpisah dengan baik, untuk meningkatkan rasa aman dan mendorong partisipasi yang lebih besar dalam penggunaan sepeda harian.

Kesimpulan

Laporan ini menyimpulkan bahwa kota-kota yang berhasil mengadopsi sepeda sebagai moda transportasi utama, seperti Utrecht, Kopenhagen, dan New York City, telah melampaui pembangunan jalur sederhana. Keberhasilan mereka terletak pada integrasi kebijakan, realokasi ruang jalan yang berani, dan investasi pada infrastruktur pendukung yang inovatif dan terjamin keamanannya.

Untuk negara-negara berkembang dan kota-kota di Global Selatan, termasuk Jakarta, yang masih menghadapi defisit fungsionalitas dan infrastruktur, transformasi yang efektif harus didasarkan pada strategi berikut:

Rekomendasi Strategis

  1. Mandat Infrastruktur Terlindungi (Protected First): Pemerintah harus menetapkan standar wajib untuk membangun Jalur Sepeda Terpisah dengan pemisahan fisik (seperti model NYC) di semua koridor jalan utama (Arteri dan Kolektor). Investasi pada lajur marka (cat) harus dibatasi hanya pada jalan lokal berkecepatan rendah di lingkungan perumahan.
  2. Pengalokasian Dana Operasi dan Pemeliharaan (O&M): Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran O&M jangka panjang dan berkelanjutan untuk infrastruktur sepeda yang setara dengan anggaran transportasi lainnya. Kualitas infrastruktur sangat bergantung pada perawatan berkelanjutan (Kenyamanan, Koherensi).
  3. Reformasi Tata Kelola Regional: Membentuk kemitraan antar-munisipalitas yang kuat (mencontoh model Cycle Superhighways Denmark) untuk merancang dan membiayai jaringan komuter yang kohesif melintasi batas-batas metropolitan.
  4. Kebijakan Inklusif dan Pro-Ekuitas: Desain infrastruktur harus mengutamakan fitur keamanan tambahan (misalnya, pencahayaan yang baik) untuk mengatasi hambatan sosial, khususnya bagi pesepeda perempuan. Selain itu, kebijakan harus memastikan bahwa pengembangan jaringan sepeda memberikan manfaat yang proporsional kepada masyarakat miskin perkotaan.
  5. Memanfaatkan Push Factors Secara Strategis: Kebijakan push seperti Kawasan Rendah Emisi (KRE) harus diterapkan hanya setelah infrastruktur pull (jalur aman, parkir terintegrasi, fasilitas penyewaan) telah siap dan berfungsi, untuk memaksimalkan dan mengamankan peralihan moda transportasi ke sepeda.