Transformasi Gaya: Analisa Fashion Tahun 1970-an dan 1980-an
Tulisan ini menyajikan analisis komparatif yang mendalam tentang evolusi mode dari tahun 1970-an ke 1980-an. Daripada melihatnya sebagai dua entitas yang terisolasi, tulisan ini menyoroti transisi, kontradiksi, dan kesinambungan yang membentuk gaya di kedua era tersebut. Fashion 1970-an dicirikan oleh fluiditas dan fragmentasi, yang mencerminkan kebebasan berekspresi pasca-1960-an, sementara fashion 1980-an, didorong oleh ambisi korporat dan budaya pop, beralih ke struktur yang berani dan ekstrovert. Pergeseran ini bukanlah sekadar perubahan estetika, melainkan cerminan fundamental dari evolusi nilai-nilai sosial dan ekonomi.
Mode Tahun 1970-an: Fragmentasi, Kebebasan, dan “Dekade Poliester”
Karakteristik Utama dan Kontradiksi Estetika
Mode 1970-an merupakan “potret” yang beragam dan eklektik, di mana tidak ada satu gaya tunggal yang mendefinisikan dekade ini. Sebaliknya, fashion adalah perpaduan dari berbagai tren dan subkultur yang hidup berdampingan. Pergeseran signifikan terjadi dengan semakin mudahnya akses terhadap pakaian ready-to-wear, didorong oleh butik dan lini difusi, yang membuat gaya modis tersedia untuk semua lapisan masyarakat. Begitu luasnya ketersediaan bahan sintetis baru, khususnya poliester, membuat dekade ini dikenal sebagai “Dekade Poliester”. Ini merupakan inovasi yang memungkinkan produksi massal dan demokratisasi mode secara substansial.
Sebuah dinamika yang menarik dari era ini adalah koeksistensi gaya yang sangat berlawanan. Di satu sisi, ada gaya hippie yang santai dan anti-fashion dengan penekanannya pada material buatan tangan dan pakaian bekas. Di sisi lain, ada  glamour yang terinspirasi oleh bintang film tahun 1940-an dan budaya disko yang flamboyan. Keberadaan tren yang kontradiktif ini bukanlah kebetulan, melainkan manifestasi dari pergeseran sosiokultural yang lebih dalam—penolakan terhadap keseragaman dan penerimaan individualitas secara massal. Gerakan-gerakan seperti  Women’s Liberation dan penekanan pada ekspresi diri berarti individu merasa lebih bebas untuk memilih gaya yang mencerminkan identitas mereka sendiri, alih-alih mengikuti aturan industri yang kaku.
Tren Fashion Awal 1970-an: Menggali Akar Hippie
Era ini dimulai dengan kesinambungan gaya hippie dari akhir 1960-an, yang memberikan cita rasa etnik yang berbeda. Siluet didominasi oleh pakaian yang longgar dan mengalir seperti  maxi dress dan midi dress. Item pakaian yang menjadi ikon pada era ini antara lain celana  bell-bottoms, gauchos, dan frayed jeans.  Prairie dress dengan detail flounces dan pola bunga halus juga menjadi gaya yang meresap, membawa nuansa romantis dari era Victoria.
Pola tie-dye, bordir, dan kerajinan tangan seperti rajutan dan patchwork menjadi pusat perhatian. Meskipun pada awalnya unsur-unsur ini adalah cara kaum hippie menolak mode arus utama, para desainer pada awal 1970-an dengan cepat mengintegrasikannya ke dalam koleksi  high fashion mereka. Penggunaan kain sintetis baru, terutama poliester, menjadi sangat meresap sehingga dekade ini dijuluki “Dekade Poliester”. Inovasi ini memungkinkan gaya modis diproduksi secara massal dengan harga yang terjangkau, mempercepat demokratisasi mode.
Tren Pertengahan hingga Akhir 1970-an: Munculnya Glamour dan Sportswear
Seiring dengan popularitas disko, mode malam hari mengalami pergeseran dramatis. Siluet menjadi lebih glamor dengan jumpsuit, hot pants, dan gaun yang mengalir, seringkali dibuat dari satin, beludru, atau dihiasi dengan payet dan kilauan. Sepatu platform yang tebal menjadi aksesori wajib bagi pria dan wanita, cocok untuk menari. Menjelang akhir dekade, tren kebugaran pribadi mulai muncul, menandai transisi penting ke tahun 1980-an. Pakaian olahraga seperti  jumpsuit, tracksuit, tunic shirts, dan leggings mulai memasuki ranah leisure wear sehari-hari.
Ikon, Desainer, dan Subkultur yang Mendefinisikan Dekade
Beberapa desainer dan ikon gaya memainkan peran penting dalam membentuk dekade ini. Diane von Fürstenberg mempopulerkan wrap dress yang serbaguna pada tahun 1974, yang melambangkan kebebasan dan kepraktisan bagi wanita yang memasuki dunia kerja. Halston menjadi ikon  effortless glamour dengan penggunaan ultrasuede dan gaun yang mengalir, yang sering dikenakan di Studio 54. Sementara itu, Yves Saint Laurent mendobrak norma gender dengan  Le Smoking, sebuah tuksedo wanita yang berani.
Sebagai reaksi langsung terhadap estetika hippie yang lembut dan disko yang mewah, gerakan punk muncul di Inggris. Dipelopori oleh desainer seperti Vivienne Westwood, gaya  punk dicirikan oleh estetika DIY (Do It Yourself) yang provokatif: pakaian yang sengaja dirobek dan disatukan dengan peniti, jaket kulit yang disesuaikan, dan penggunaan rantai serta peniti sebagai aksesori.
Munculnya ready-to-wear dan ketersediaan kain sintetis seperti poliester tidak hanya mengubah industri mode, tetapi juga berfungsi sebagai alat demokratisasi. Gaya high fashion dapat dengan cepat diserap dan direplikasi dengan bahan yang lebih murah, membuat tren tersedia untuk massa. Hal ini menciptakan sebuah paradoks di mana gaya yang dipopulerkan oleh subkultur anti-kapitalis seperti hippie dan punk pada akhirnya diserap, dikomodifikasi, dan dijual kembali oleh industri yang mereka tentang.
Mode Tahun 1980-an: Kekuasaan, Keglamouran, dan “Bigger is Better”
Karakteristik Utama dan Pergeseran Sosiokultural
Mode 1980-an adalah era yang menonjolkan kekuatan, ambisi, dan konsumerisme. Berlawanan dengan fluiditas tahun 1970-an, dekade ini dicirikan oleh siluet yang terstruktur, warna yang berani, dan estetika maximalist. Gaya tidak lagi tentang kebebasan  free-spirited tetapi tentang proyeksi kekuasaan dan kepercayaan diri. Terjadi pergeseran dari siluet longgar dan mengalir tahun 1970-an ke siluet yang lebih tegas dan terstruktur, seperti padded shoulders dan power suits. Pergeseran ini secara langsung mencerminkan perubahan peran gender dalam masyarakat. Ketika lebih banyak wanita memasuki lingkungan kerja yang didominasi pria, power dressing menjadi armour simbolis untuk memproyeksikan otoritas dan kepercayaan diri.
Tren Fashion Utama: Puncak Ekspresi Diri
Siluet yang paling ikonik adalah oversized blazer dan power suit dengan heavily padded shoulders. Pakaian ini seringkali dibuat dengan warna-warna cerah atau  vibrant untuk menarik perhatian. Tren  athletic wear yang dimulai di akhir 1970-an meledak di tahun 1980-an, dipopulerkan oleh film seperti Flashdance dan video latihan Jane Fonda. Pakaian sehari-hari mencakup  off-the-shoulder sweatshirts, leggings, dan leg warmers. Siluet lain yang menonjol termasuk high-waisted atau mom jeans yang seringkali hadir dalam versi acid-washed atau distressed. Siluet feminin menampilkan  puffed sleeves dan aksen renda yang romantis.
Material, Palet Warna, dan Aksesori
Lycra dan spandex menjadi sangat populer karena kemampuannya untuk membentuk tubuh, menandai pergeseran fundamental di mana the body was shaping the clothes, rather than clothes shaping the body. Ini mencerminkan obsesi dekade ini terhadap kebugaran fisik dan citra tubuh. Palet warna bergeser dari warna subdued dan basic di awal dekade (cokelat, tan, cream) menuju warna-warna  neon yang berani dan cerah. Palet pastel juga populer di kalangan subkultur  preppy. Aksesori menjadi pernyataan yang berani, termasuk  scrunchies, fingerless lace gloves, rantai emas tebal (heavy gold chains), dan perhiasan statement.
Subkultur dan Desainer yang Memimpin Tren
Kebangkitan MTV pada tahun 1981 secara revolusioner mengubah cara tren fashion menyebar, menjadikan bintang pop dan musisi sebagai fashion influencer. Budaya hip-hop menciptakan estetika streetwear yang ikonik, dengan oversized tracksuits (terutama Adidas), Kangol hats, dan gold chains. Â Dapper Dan memelopori penyesuaian merek-merek mewah menjadi pakaian streetwear, sebuah bukti kreativitas dari komunitas marginalized.
Punk berevolusi menjadi beberapa sub-genre, termasuk goth yang muncul pada awal 1980-an. Gaya  goth dicirikan oleh pakaian serba hitam, Dr. Martens boots, dan riasan gelap, terinspirasi oleh era Victoria dan film horor. Gaya  preppy, dipopulerkan oleh merek-merek seperti Ralph Lauren dan Tommy Hilfiger, menampilkan pakaian klasik Ivy League, seperti blazers, polo shirts, dan sweaters yang disampirkan di bahu. Gaya ini mencerminkan aspirasi elite dan affluent dari dekade ini.
Desainer seperti Donna Karan merevolusi workwear wanita dengan koleksinya Seven Easy Pieces.  Thierry Mugler dan Claude Montana mendefinisikan siluet power dressing dengan bahu yang kuat dan tegas. Ikon seperti Madonna dan Princess Diana mempopulerkan tren yang berlawanan, mulai dari  lace gloves hingga puffed sleeves.
Perbandingan, Transisi, dan Warisan Kedua Dekade
Tabel Perbandingan Mode 1970-an vs. 1980-an
Karakteristik | Dekade 1970-an | Dekade 1980-an |
Slogan | Ekspresi Diri dan Kebebasan (“The Polyester Decade”) | Kekuasaan dan Keberanian (“Bigger is Better”) |
Siluet Utama | Flared (bell-bottoms), flowing (maxi dress), dan unisex (jumpsuit) | Oversized (padded shoulders), body-con (Lycra), dan tapered (jeans) |
Palet Warna | Awalnya warna alam dan earthy, kemudian cerah dan psychedelic | Neon terang, pastel ceria, dan dominasi hitam |
Material Khas | Poliester, denim, suede, dan bahan kerajinan tangan | Lycra, spandeks, denim washed, dan lace |
Aksesori | Platform shoes, chunky heels, floppy hats, dan kalung manik-manik | Perhiasan pernyataan, scrunchies, leg warmers, dan sneaker |
Pengaruh Budaya | Hippie, Disko, dan Women’s Lib | Power Dressing, Budaya Kebugaran, MTV, Hip-Hop, dan Punk |
Analisis Transisi dan Warisan dalam Fashion Kontemporer
Terdapat transisi yang jelas dari estetika flowing dan unisex tahun 1970-an menuju siluet structured dan hyper-feminine atau hyper-masculine di tahun 1980-an. Pergeseran ini dapat dijelaskan dengan perubahan narasi sosial: tahun 1970-an adalah tentang kebebasan dari batasan yang ada, yang diterjemahkan menjadi mode yang free-form. Tahun 1980-an, di sisi lain, adalah tentang ambisi, kekuasaan, dan proyeksi. Alih-alih melarikan diri dari struktur, power dressing menggunakan struktur (padded shoulders) untuk mengklaim tempat di dunia korporat yang kejam.
Warisan dari kedua dekade ini terus menginspirasi mode modern. Tren seperti bell-bottoms, cropped tops, dan oversized blazers telah berulang kali muncul kembali di runway dan street style. Kembalinya tren ini didorong tidak hanya oleh siklus mode, tetapi juga oleh teknologi. Platform media sosial seperti TikTok dan Instagram memfasilitasi kebangkitan estetika
vintage yang cepat dan homogen di seluruh dunia, sesuatu yang tidak mungkin terjadi pada masanya. Kehadiran teknologi ini menghilangkan batas geografis dan temporal yang memisahkan subkultur asli, memungkinkan generasi muda untuk menggabungkan elemen punk dari London, hip-hop dari New York, dan preppy dari New England menjadi satu aesthetic yang seragam secara global.
Kesimpulan
Fashion 1970-an dan 1980-an, meskipun berbeda, adalah dua babak yang saling terkait dalam sejarah modern. Dekade 1970-an merangkul individualitas dan eksperimen, meninggalkan seragam sosial untuk melting pot gaya yang beragam. Dekade 1980-an, sebagai respons, merangkul ambisi dan kesuksesan, menggunakan mode sebagai alat untuk memproyeksikan kekuatan dan status. Keduanya mencerminkan pergeseran besar dalam masyarakat, dari pencarian kebebasan hingga ekspresi kekuatan. Mode bukan hanya tentang pakaian; ini adalah dokumen historis yang mencatat aspirasi, pemberontakan, dan nilai-nilai sebuah era.