Loading Now

Siluet Drama: Kebangkitan Volume Ekstrem dan Bubble Hem

Mode sebagai Ekspresi Maksimalis

Dalam lanskap mode siap pakai (ready-to-wear) kontemporer, telah terjadi pergeseran seismik dari minimalisme yang ramping menuju siluet yang dramatis dan bervolume. Tren ini, yang dicirikan oleh lapisan kain yang melimpah, bentuk-bentuk yang mengembang, dan garis hem yang dilebih-lebihkan, mewakili kembalinya estetika maksimalis yang merayakan “semangat lebih adalah lebih” (more is more). Kebangkitan volume yang mencolok ini, pasca-periode isolasi, berfungsi sebagai pernyataan kuat yang berpusat pada penciptaan kehadiran dan pendudukan ruang.

Kunci utama di balik tren ini adalah pengaruh seni skulptural dan arsitektur, di mana kain diperlakukan bukan hanya sebagai penutup, tetapi sebagai bahan mentah yang dapat dibentuk layaknya tanah liat atau batu. Desainer terkemuka, terutama Rei Kawakubo dari Comme des Garçons dan interpretasi yang lebih lembut dari rumah mode seperti Chloé, telah memimpin jalan, mentransformasi pakaian menjadi seni yang dapat dikenakan (wearable art).

Pengaruh Seni Skulptural pada Formasi Pakaian

Hubungan antara mode dan seni pahat berakar pada manipulasi bentuk tiga dimensi. Sama seperti pematung yang bekerja dengan struktur, keseimbangan, dan proporsi untuk mencapai efek yang diinginkan, perancang busana menggunakan teknik seperti menjahit, draping, dan pelipatan kain untuk menciptakan siluet yang memperkuat atau mengubah garis alami tubuh.

Filosofi ini mendorong perancang untuk bereksperimen dengan material yang secara tradisional digunakan untuk konstruksi kaku, seperti taffetatullepoplin yang dilapis, atau bahkan crinoline (crynolin). Hasilnya adalah pakaian yang memiliki bentuk arsitektural yang kuat, menantang persepsi konvensional tentang pakaian dan tubuh.

Studi Kasus I: Comme des Garçons — Abstraksi dan Volume Radikal

Rei Kawakubo, melalui rumah modenya Comme des Garçons (CdG), adalah arsitek utama di balik penggunaan volume ekstrem yang sarat filosofi. Koleksi-koleksinya sering dianggap sebagai pertunjukan yang puitis dan mengganggu, menolak klasifikasi yang mudah dan mendefinisikan kembali kecantikan.

Volume sebagai Manifestasi Filosofi

Kawakubo sering mengeksplorasi konsep in-betweenness—ruang antara batasan—dan ide tentang koan mu (kekosongan) dan ma (ruang). Dalam koleksi terakhirnya, CdG telah merangkul visi di mana “kecantikan dapat bangkit dari ketidaksempurnaan” dan nilai dapat lahir dari “kerusakan hal-hal yang sempurna”.

Pakaian dalam koleksi seperti Musim Semi/Musim Panas 2026 sering kali tampak seperti patung, bukan pakaian biasa. Kawakubo menggunakan material kasar seperti burlap (kain goni), jutecalico, dan lace yang dibundel dan dibentuk ulang menjadi siluet abstrak, menciptakan bentuk-bentuk bulbous (membulat) yang membawa kisah transformasi dan pembaharuan.

Dekonstruksi Setelan dan Bentuk Skulptural

Bahkan dalam lini busana pria, Kawakubo menerapkan inovasi radikal, mengubah setelan tradisional menjadi bentuk yang dinamis dan hampir skulptural. Koleksinya menampilkan:

  • Bentuk Pannier dan Pinggul Berlebihan: Volume berlapis dan bentuk pannier ditambahkan ke area pinggul, yang secara teatrikal mendistorsi siluet.
  • Lapisan dan Tekstur: Jaket yang dipotong dan dipasang kembali, dengan penambahan bantalan (padded) dan volume yang meniru baju zirah (armor-like).

Melalui teknik-teknik ini, Kawakubo mengubah pakaian menjadi medium untuk gangguan, ritual, dan ekspresi emosional, menegaskan bahwa pakaian adalah bentuk seni ekspresif yang berdiri di perbatasan seni rupa dan arsitektur.

Kebangkitan Siluet Siap Pakai Ikonik

Di sisi lain spektrum, volume dramatis diterjemahkan menjadi tren yang lebih mudah dikenakan, menghidupkan kembali siluet ikonik dari sejarah mode.

Bubble Hem (Keliman Gelembung)

Rok atau gaun bubble hem yang mengembang telah kembali, menambah struktur dan gerakan yang menyenangkan. Siluet bervolume yang membulat ini dipopulerkan oleh Cristóbal Balenciaga pada akhir tahun 1950-an. Balenciaga dikenal karena desainnya yang menciptakan bentuk-bentuk besar yang menjauh dari tubuh, sering kali dalam bentuk cocoon (kepompong) atau sack dress yang menghasilkan bentuk arsitektural yang kuat. Kebangkitan bubble hem dan bentuk Balenciaga yang terstruktur menunjukkan keinginan modern akan romansa dan drama tanpa keributan.

Chloé dan Feminitas Bebas

Rumah mode seperti Chloé juga membawa kembali volume yang disempurnakan. Koleksi mereka telah bergeser dari gaun smock yang bervolume menuju lapisan yang frothed up (berbusa) dan berumbai (frills). Awalnya, koleksi Chloé di akhir tahun 1950-an mengambil inspirasi dari siluet couture tetapi mencapai bentuk bervolume tanpa mengandalkan lapisan dalam, bantalan, atau tulang korset (boning). Pendekatan ini mewujudkan “feminitas bebas” yang dihidupkan kembali, di mana volume dicapai melalui manipulasi kain dan pelapisan, bukan melalui struktur yang membatasi.

Tren Unorthodox: Rok di Atas Celana (Skirt Over Pants)

Tren dramatisasi siluet juga meluas ke teknik penataan (styling) melalui fenomena skirt over pants (rok di atas celana), atau skousers. Tren ini, yang populer di awal tahun 2000-an, kini kembali sebagai pernyataan individualitas dan penegasan diri.

  • Akar Historis: Gaya berlapis ini memiliki akar yang dalam dalam praktik tradisional Asia dan Timur Tengah. Di Barat, tren ini juga dikaitkan dengan aktivis hak-hak perempuan Amelia Bloomer di tahun 1850-an, yang mempopulerkan “kostum bloomer“—celana panjang yang digulung di pergelangan kaki yang dikenakan di bawah gaun longgar—sebagai bentuk pemberontakan melawan petticoat dan korset yang membatasi.
  • Pernyataan Modern: Saat ini, desainer seperti Chopova Lowena dan Peter Do telah menampilkan tren ini di runway. Siluet skirt over pants diadopsi untuk kenyamanan, kepraktisan (terutama untuk hari-hari yang panjang), dan sebagai cara untuk menggabungkan pakaian yang berbeda, mengubah celana panjang di bawah rok menjadi pengganti stoking yang lebih tegas dan berani.

Kesimpulan

Kebangkitan siluet bervolume dan bubble hem, dari bentuk arsitektural radikal Comme des Garçons hingga interpretasi siap pakai yang lebih romantis, menegaskan kembali mode sebagai media seni yang kuat.

Volume dalam mode, seperti dalam seni patung, adalah tentang menciptakan kehadiran dan mengambil ruang. Ini adalah respons terhadap ketidakpastian zaman, di mana pakaian yang mencolok menawarkan perlindungan simbolis (armor-like) dan platform untuk ekspresi emosional. Dengan merangkul bentuk-bentuk yang dilebih-lebihkan, desainer tidak hanya menjual pakaian, tetapi menawarkan kesempatan bagi pemakainya untuk membuat pernyataan yang tidak dapat diabaikan di dunia yang semakin bising.