Loading Now

Pergeseran Paradigma Pakaian Bisnis Global: Dari Suit & Tie ke Era Smart Casual di Wall Street dan City of London

Konteks Historis dan Imperatif Strategis

Industri jasa keuangan global, yang berpusat di Wall Street (New York) dan City of London (Square Mile), secara historis mendefinisikan otoritas dan profesionalisme melalui kode berpakaian yang ketat. Selama berabad-abad, setelan jas lengkap (suit and tie) berfungsi sebagai seragam tak tertulis, memproyeksikan stabilitas, kepercayaan, dan kepatuhan absolut—nilai-nilai yang merupakan landasan bagi seluruh sistem moneter.

Namun, di era pasca-digital, lembaga-lembaga konservatif ini menghadapi kontradiksi yang inheren. Sementara warisan mereka menuntut formalitas yang kaku, lingkungan kerja modern, yang dipengaruhi oleh budaya startup Silicon Valley, menuntut fleksibilitas, kenyamanan, dan kemampuan untuk menarik talenta muda. Laporan ini bertujuan untuk memberikan analisis strategis mendalam mengenai transisi dari Business Professional ke Smart Casual di pusat-pusat keuangan utama, menguraikan pendorong utama perubahan, dan secara mikro menganalisis triad pakaian baru—blazerchinos, dan loafers—yang kini membentuk standar profesionalisme modern. Pergeseran dress code ini bukan sekadar tren mode; ini adalah langkah adaptasi strategis yang fundamental untuk memastikan relevansi dan daya saing di masa depan.

Benteng Formalitas: Semiotika Pakaian Business Professional

Warisan Tailoring dan Makna Stabilitas

Sebelum pergeseran budaya terkini, Business Professional attire adalah kode berpakaian paling ketat di sektor korporat, yang wajib untuk peran-peran penting di bidang keuangan, perbankan, hukum, konsultasi, dan pemerintahan. Pakaian ini selalu mencakup setelan jas yang disesuaikan (tailored), yang umumnya berwarna netral seperti hitam, navy, atau abu-abu, dipadukan dengan alas kaki konservatif.

Di City of London (Square Mile)—area yang, meski kecil, memainkan peran sentral sebagai pusat keuangan dan hukum sejak abad ke-18—tradisi tailoring memiliki akar budaya yang dalam. Pandangan yang dianut secara luas adalah bahwa jantung keuangan harus tampak “tidak dapat dipindahkan dan selalu tetap,” di mana stabilitas dan kepercayaan adalah fondasi utama sistem moneter. Setelan jas yang kaku dan dibuat sesuai pesanan (bespoke) berfungsi sebagai visualisasi eksternal dari stabilitas internal dan keteraturan dalam menghadapi krisis historis.

Semiotika Pakaian: Proyeksi Otoritas dan Kepercayaan Klien

Pentingnya setelan jas melampaui estetika. Pakaian profesional yang rapi dianggap krusial karena beberapa alasan strategis. Pertama, penampilan yang terawat dan profesional memberikan kesan pertama yang bagus, yang esensial dalam lingkungan yang sangat bergantung pada hubungan dan presentasi diri. Kedua, penampilan semacam itu dapat meningkatkan tingkat kepercayaan diri individu, yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan karir dan berinteraksi dengan orang lain. Terakhir, dalam interaksi dengan klien dan pemangku kepentingan eksternal, pakaian formal—dengan otoritas yang diproyeksikannya—menerjemahkan keseriusan dalam penampilan menjadi keseriusan dalam mengelola aset keuangan.

Analisis Struktur Kepatuhan (Wawasan Tingkat Kedua)

Sektor keuangan beroperasi berdasarkan kepercayaan publik dan kepatuhan terhadap peraturan. Oleh karena itu, Business Professional attire memiliki aturan yang sangat preskriptif dan ketat. Setelan jas yang kaku dan seragam ini berfungsi sebagai penanda non-verbal bahwa institusi tunduk pada aturan ketat dan menjunjung tinggi order dan kontrol risiko. Pakaian formal yang terstandardisasi dapat dilihat sebagai proxy budaya untuk kepatuhan dan tata kelola yang baik.

Friksi Kultural City of London (Wawasan Tingkat Ketiga)

Ketika mengamati dinamika regional, terungkap bahwa resistensi budaya terhadap perubahan cenderung lebih tinggi di City of London dibandingkan Wall Street. Hal ini disebabkan sejarah City of London yang merupakan pusat perdagangan dan hukum yang telah lama berdiri, di mana tradisi tailoring berakar dalam. Formalitas di London lebih dari sekadar pragmatisme bisnis; itu adalah bagian dari identitas historis yang kental. Akibatnya, pergeseran ke pakaian kasual di London membutuhkan katalis yang sangat kuat, seperti perubahan kebijakan korporat yang berani atau akselerasi budaya pasca-pandemi, untuk menggeser norma berpakaian yang diyakini telah berlangsung puluhan tahun.

Katalisator Perubahan: Perang Bakat dan Pengaruh Budaya Startup

Kompetisi dengan Silicon Valley (War for Talent)

Pergeseran menuju pakaian yang lebih santai memiliki sejarah panjang, dimulai dengan tren “Casual Fridays” di tahun 1990-an. Namun, tren ini menjadi sentral dan tak terhindarkan dengan munculnya raksasa teknologi yang didominasi oleh pendiri muda (seperti Mark Zuckerberg) yang mengutamakan substansi dan inovasi di atas formalitas pakaian. Meskipun pakaian kasual mereka dapat tampak diminimalkan dalam konteks formal (misalnya, Zuckerberg memakai setelan di depan Kongres), gaya mereka memproyeksikan kepercayaan diri dan kemampuan untuk mendisrupsi industri.

Bank investasi tradisional, yang berjuang untuk menarik talenta teknologi dan kuantitatif terbaik—seringkali generasi Milenial (lahir setelah 1981) dan Generasi Z—terpaksa bersaing dengan lingkungan kerja fleksibel yang ditawarkan oleh perusahaan teknologi. Dalam konteks ini, fleksibilitas berpakaian menjadi keuntungan rekrutmen yang menarik dan alat retensi staf yang efektif. Jika persyaratan dress code yang kaku menghalangi perusahaan untuk mempertahankan staf, perusahaan cenderung mempertimbangkan perubahan kebijakan untuk tetap kompetitif.

Studi Kasus Institusional: Pelonggaran Goldman Sachs dan JPMorgan Chase

Wall Street mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan nyata pada pertengahan 2010-an. JPMorgan Chase menjadi pemain besar pertama yang melonggarkan dress code sehari-hari pada tahun 2016, mengizinkan karyawan untuk mengganti setelan dan dasi dengan slacks dan polos.

Goldman Sachs (GS), yang dikenal sebagai salah satu institusi paling konservatif selama 150 tahun, mengikuti langkah ini pada tahun 2019, mengumumkan “firm-wide flexible dress code” melalui memo internal. Keputusan ini disahkan oleh CEO David Solomon—seorang mantan bankir yang juga dikenal memiliki pekerjaan sampingan sebagai DJ, memberikan legitimasi modern pada perubahan tersebut. GS secara eksplisit menyatakan bahwa perubahan ini didorong oleh “sifat tempat kerja yang berubah secara umum demi lingkungan yang lebih kasual” dan upaya menarik tenaga kerja muda, mengingat lebih dari 75% karyawannya lahir setelah 1981. GS sebenarnya telah memulai pelonggaran ini lebih awal, yaitu pada tahun 2017, khusus untuk divisi teknologi dan digitalnya, sebagai upaya awal untuk memenangkan perang bakat insinyur.

Peran Pemimpin sebagai Penjamin Budaya (Wawasan Tingkat Kedua)

Perubahan kebijakan formal di lembaga keuangan seringkali menemui hambatan budaya, terutama dari staf senior yang konservatif. Keputusan Goldman Sachs untuk memiliki memo dress code yang ditandatangani oleh CEO David Solomon dan dua eksekutif puncak lainnya menunjukkan bahwa manajemen memahami perlunya dukungan simbolis tingkat atas. Keterlibatan pemimpin senior dalam mengesahkan perubahan ini penting untuk melegitimasi norma baru dan memberi sinyal kepada seluruh perusahaan bahwa budaya yang lebih fleksibel telah diterima secara resmi.

Strategi Segmentasi Awal (Wawasan Tingkat Kedua)

Langkah GS pada tahun 2017 untuk melonggarkan kode hanya untuk divisi teknologi  adalah taktik yang menarik. Ini menunjukkan bahwa bank awalnya melakukan segmentasi risiko: membolehkan kasual untuk staf back-office atau non-client-facing yang dibutuhkan untuk inovasi, sambil mempertahankan formalitas untuk front-office yang berinteraksi langsung dengan klien dan modal. Keputusan untuk mengadopsi fleksibilitas menyeluruh pada tahun 2019 mengindikasikan bahwa kebutuhan untuk keseragaman internal dan urgensi rekrutmen talenta telah melampaui risiko reputasi dari perbedaan dress code internal.

Akselerasi Budaya Pasca-COVID-19

Tren Smart Casual dipercepat secara signifikan oleh pandemi global, yang memaksa profesional keuangan bekerja dari rumah dalam lingkungan yang sepenuhnya kasual. Ketika bankir di City of London kembali ke kantor, banyak yang meninggalkan setelan jas mereka. Pengamatan menunjukkan bahwa norma “dress for your day” telah diadopsi, dan bahkan tabu lama terhadap sepatu cokelat di City of London mulai hilang. Hal ini menunjukkan bahwa bankir kini merasa lebih nyaman dengan informalitas yang dibawa melalui konferensi video, dan mereka mencari opsi pakaian berkualitas tinggi yang tidak sekaku setelan jas bespoke yang harganya bisa mencapai lebih dari £2500.

Anatomi Smart Casual dalam Lingkungan Keuangan

Mendefinisikan Ulang Profesionalisme: Smart Casual vs. Business Casual

Spektrum Pakaian dan Fungsi Smart Casual

Smart Casual (SC) adalah gaya berpakaian yang telah menjadi inti dari mode pekerja profesional modern. Gaya ini berfungsi sebagai jembatan yang sempurna, berada di antara pakaian formal dan pakaian kasual murni. SC didefinisikan sebagai berpenampilan rapi dalam gaya kasual, dengan karakteristik utama berupa pencampuran elemen formal dan dressy—misalnya, memadukan blazer dengan chinos atau kemeja dress dengan jeans berkualitas.

Bagi lembaga keuangan dan pekerja startup yang dinamis, SC adalah kunci untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara kenyamanan, fleksibilitas, dan sentuhan profesionalisme. Pilihan ini memungkinkan ekspresi diri sekaligus mendukung produktivitas tinggi, terutama dalam lingkungan kerja yang serba cepat, di mana staf mungkin berpindah dari rapat formal ke area santai tanpa batasan waktu.

Prinsip Dasar: Kualitas dan Good Judgment

Meskipun Smart Casual lebih santai daripada Business Professional, kode ini tetap memiliki panduan ketat. Institusi keuangan sangat menekankan pentingnya “good judgment” (penilaian yang baik) dalam memilih pakaian yang tepat untuk setiap interaksi. Karyawan harus selalu memastikan pakaian mereka bersih dan terawat.

Kualitas bahan dan potongan menjadi penanda profesionalisme yang baru. Profesional keuangan didorong untuk:

  1. Memilih pakaian yang terstruktur dan pas di badan (well-fitted).
  2. Memakai alas kaki smart casual yang dipoles dan sesuai untuk kantor.
  3. Memilih kain berkualitas tinggi untuk memastikan penampilan yang profesional.
  4. Menghindari barang-barang yang terlalu kasual, seperti pakaian robek atau terlalu longgar.

Risiko Ambiguitas (Wawasan Tingkat Ketiga)

Salah satu tantangan terbesar dalam mengadopsi Smart Casual adalah risiko ambiguitas. Aturan Business Professional bersifat preskriptif dan jelas (Suit & Tie), tetapi aturan Smart Casual bersifat deskriptif dan subjektif (“gunakan penilaian yang baik”). Hal ini berpotensi menciptakan risiko interpretasi yang luas: apa yang dianggap Smart oleh seorang Associate Milenial mungkin dianggap terlalu Casual oleh klien senior atau mitra konservatif. Untuk memitigasi risiko ini, industri cenderung menetapkan elemen kunci tertentu (blazer, chinos, loafers) sebagai standar de facto yang wajib dipatuhi untuk memastikan bahwa profesionalisme minimum tetap terjaga.

Lembaga keuangan dapat menggunakan kerangka kerja berikut untuk membandingkan ekspektasi pakaian lama dan baru:

Tabel 1: Kontras Paradigma Pakaian: Business Professional vs. Smart Casual di Industri Keuangan

Aspek Kunci Business Professional (Era Suit & Tie) Smart Casual (Era Modern)
Tujuan Utama Proyeksi Otoritas, Konservatisme, dan Kepercayaan Mutlak Keseimbangan antara Profesionalisme, Kenyamanan, dan Fleksibilitas
Pakaian Luar Setelan Jas Lengkap (Warna Netral) Blazer Non-Suit, Sports Coat, Cardigan Wol/Kasmir berkualitas
Celana Utama Trousers Formal (Wool Berat, Press Rapi) Chinos (Katun Ringan/Blends), Celana Dress Non-Suit, Slacks
Alas Kaki Oxfords atau Derbies Kulit Hitam (Wajib Tali) Loafers, Monk Straps, Sepatu Kulit Smart Casual yang Dipoles
Pakaian Dihindari Pakaian non-tailored, Warna Cokelat (tradisional London), Pakaian Berpola Mencolok. Pakaian longgar, T-shirt tanpa lapisan luar, sneakers olahraga, pakaian kotor/robek.

Blazer: Peninggalan Struktur Formal

Dalam transisi menuju Smart Casual, blazer memainkan peran yang sangat strategis. Blazer didefinisikan sebagai jenis jaket yang menyerupai jaket setelan tetapi dipotong lebih kasual, seringkali dapat berdiri sendiri tanpa harus dipasangkan dengan celana yang serasi. Ini adalah elemen penting yang menjembatani pakaian santai dengan penampilan yang polished.

Fungsi Struktural dan Fleksibilitas

Blazer yang baik mempertahankan struktur yang dibutuhkan bahu dan kerah, memberikan kesan formalitas dan kerapian yang diwarisi dari setelan jas. Untuk lingkungan keuangan, penting untuk memilih blazer yang terstruktur, well-fitted, dan tidak terlalu santai. Kombinasi klasik seperti Navy Blazer dengan Beige Chinos dianggap sebagai standar yang timeless dan serbaguna, cocok untuk pertemuan bisnis atau acara semi-formal lainnya.

Alternatif dan Lapisan Luar

Selain blazer tradisional, sports coat juga dapat diterima, meskipun lebih tebal dan seringkali memiliki pola yang lebih luas. Selain itu, knitwear tertentu telah diakui dalam business casual modern. Cardigan, misalnya, menawarkan alternatif yang lebih santai namun tetap polished, terutama jika terbuat dari bahan berkualitas tinggi seperti wol merino atau kasmir, dan harus pas badan (menghindari yang slouchy).

Pakaian Terpisah Esensial (Wawasan Tingkat Kedua)

Setelan lengkap dirancang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Blazer, sebagai pakaian terpisah, memungkinkan bankir untuk fleksibel. Ini adalah “potongan terpisah esensial” yang memberikan fleksibilitas hari-ke-hari (dress for your day). Karyawan dapat mengenakan kemeja dan chinos di meja kerja, tetapi segera menambahkan blazer saat akan bertemu klien atau menghadiri pertemuan penting. Hal ini memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan tingkat formalitas yang diperlukan dalam waktu singkat, sebuah adaptasi yang diperlukan dalam lingkungan kerja hibrida atau serba cepat.

Chinos: Kenyamanan yang Berkelas (The Flexible Mid-Point)

Chinos adalah komponen revolusioner dalam Smart Casual karena menawarkan keseimbangan antara pakaian santai dan celana dress formal.

Material dan Fungsi Kenyamanan

Berbeda dengan trousers formal yang terbuat dari wol atau poliester yang lebih berat dan kaku, chinos terbuat dari katun ringan atau campuran kapas, membuatnya bernapas dan fleksibel. Kenyamanan ini merupakan aspek fundamental yang dicari oleh pekerja di lingkungan startup yang seringkali duduk lama atau bergerak di antara berbagai area kerja. Sejarah chinos, yang berasal dari seragam tentara Amerika pada tahun 1898, terkait dengan kebutuhan akan kain yang ringan dan praktis.

Standar Profesionalisme Chinos

Untuk menjaga standar profesional, chinos di lingkungan keuangan harus memenuhi persyaratan tertentu:

  1. Fit: Harus memiliki tailored fit atau slim fit, meruncing di pergelangan kaki, untuk memberikan tampilan modern yang rapi. Classic fit juga dapat diterima asalkan tidak terlalu longgar.
  2. Kerapian: Celana harus bersih, tidak kusut, dan tidak memiliki lubang.
  3. Warna: Warna harus konservatif. Meskipun chinos menawarkan berbagai pilihan warna, di Wall Street dan London, warna-warna netral seperti khaki (beige), navy, dan abu-abu adalah pilihan teraman. Warna yang terlalu cerah atau mencolok harus dihindari.

Sinyal Ekonomi Chinos (Wawasan Tingkat Ketiga)

Asal-usul chinos terkait dengan efisiensi biaya dan pengurangan jumlah kain dalam seragam militer. Adopsi massal chinos oleh institusi keuangan, yang secara tradisional dihiasi dengan setelan wol mewah yang mahal, secara ironis mencerminkan pergeseran nilai. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kepraktisan, efisiensi, dan kenyamanan—yang sering dikaitkan dengan budaya startup—telah meresap ke dalam budaya pakaian keuangan, menggantikan penekanan mutlak pada kain mewah dan mahal.

Loafers dan Alas Kaki: Sentuhan Akhir yang Krusial

Alas kaki memainkan peran penting sebagai penentu formalitas dalam pakaian Smart Casual.

Loafers: Jembatan Antara Dress dan Casual

Loafers (termasuk penny loafers atau tassel loafers) telah menjadi alas kaki pilihan dalam standar Smart Casual yang baru. Sepatu ini menawarkan tampilan yang dipoles dan timeless, berfungsi sebagai jembatan yang sempurna antara sepatu dress formal (oxford/derby bertali) dan alas kaki santai. Loafers yang terbuat dari kulit atau suede berkualitas tinggi, seringkali dipasangkan dengan navy blazer dan beige chinos, memberikan nuansa semi-formal tanpa kekakuan sepatu bertali tradisional.

Batasan Sepatu Sneakers

Meskipun fleksibilitas dress code meningkat, alas kaki seringkali menjadi garis demarkasi terakhir antara Smart Casual yang dapat diterima dan Terlalu Casual. Survei media sosial Goldman Sachs secara satir menunjukkan hoodie & sneakers sebagai pilihan populer (38%), tetapi banyak panduan profesional tegas menyatakan bahwa sneakers, terutama yang dirancang untuk lari atau olahraga, adalah terlalu kasual untuk lingkungan kantor keuangan yang serius.

Dalam semua kasus, alas kaki harus bersih, terawat, dan dibuat dari bahan berkualitas agar sesuai untuk kantor.

Alas Kaki sebagai Garis Pertahanan Terakhir (Wawasan Tingkat Kedua)

Jika blazer menawarkan struktur dan chinos memberikan kenyamanan, alas kaki adalah titik di mana warisan formalitas membuat perlawanan terakhir. Sepatu kulit yang dipoles, seperti loafers atau monk straps, memastikan bahwa karyawan masih menunjukkan investasi dalam penampilan profesional mereka. Melewati batas ini, dengan mengenakan sneakers murni, berisiko memicu keraguan terhadap judgement profesional individu secara keseluruhan. Di industri di mana kepercayaan dan keandalan adalah mata uang utama, kegagalan dalam penilaian pakaian yang baik dapat berdampak negatif pada persepsi kompetensi.

Implementasi, Tantangan, dan Rekomendasi

Perbandingan Regional dan Implikasi Budaya

Pergeseran Smart Casual telah terjadi di kedua pusat keuangan, namun dengan dinamika budaya yang berbeda. Wall Street, yang secara geografis dan budaya lebih dekat dengan Silicon Valley (serta kota-kota teknologi AS lainnya seperti SFBA, Boston, dan Seattle), lebih cepat dipengaruhi oleh etos teknologi.

Sementara itu, City of London menghadapi friksi budaya yang lebih kuat karena sejarah tailoring yang mendalam di Square Mile. Namun, akselerasi pasca-pandemi telah mendorong perubahan yang mendalam, bahkan menghilangkan tabu yang berlangsung puluhan tahun. Konsep “dress for your day” menjadi norma de-facto di London, di mana bankir menyesuaikan diri: mengenakan Smart Casual untuk hari-hari internal dan kembali ke setelan lengkap hanya untuk pertemuan pitch atau klien paling senior.

Tantangan Pengelolaan Dress Code Fleksibel

Risiko Ambiguitas dan Penilaian yang Buruk

Tantangan utama yang dihadapi oleh CHRO dan manajemen senior adalah mengelola risiko yang ditimbulkan oleh fleksibilitas yang ambigu. Ketika lembaga-lembaga terkemuka seperti Goldman Sachs hanya memberikan peringatan umum untuk menggunakan “good judgment,” tanpa panduan visual atau item spesifik, ada risiko signifikan bahwa Smart Casual akan disalahartikan sebagai Fully Casual—mengarah pada penampilan yang ceroboh. Pakaian yang terlalu santai, seperti pakaian longgar, kemeja dengan cetakan yang mencolok, atau alas kaki yang tidak terawat, dapat merusak citra profesional.

Menjaga Citra Keandalan Klien

Inti dari bisnis keuangan adalah kepercayaan. Pakaian profesional tidak hanya meningkatkan kepercayaan diri internal, tetapi yang lebih penting, memberi sinyal kepada klien bahwa bank serius, teliti, dan andal dalam mengelola urusan finansial mereka. Manajemen harus berhati-hati agar kenyamanan internal yang diberikan kepada karyawan tidak diterjemahkan menjadi penampilan ceroboh eksternal yang dapat menimbulkan keraguan pada klien mengenai kompetensi atau kehati-hatian institusi.

Paradoks Casual yang Mewah (Wawasan Tingkat Ketiga)

Perubahan dari Business Professional ke Smart Casual di Wall Street dan City of London tidak berarti transisi ke pakaian berbiaya rendah. Sebaliknya, ini adalah pergeseran dari formalitas total menuju penekanan pada Luxury Casual. Seorang bankir yang meninggalkan jas senilai $2,500 tidak beralih ke hoodie murah; mereka berinvestasi pada blazer sport coat berkelas, chinos yang dibuat sesuai pesanan (tailored), dan loafers kulit premium.

Perubahan ini mengalihkan penanda status dari struktur formal (setelan) ke kualitas dan desain yang halus dalam gaya kasual. Dengan mempertahankan kualitas tinggi, institusi keuangan berhasil menjaga sinyal kekayaan, kesuksesan, dan profesionalisme, yang merupakan aspek tak terucapkan dari kepercayaan klien, meskipun penampilan luarnya terlihat lebih santai.

Kesimpulan

Pergeseran dari Suit & Tie ke Smart Casual di pusat-pusat keuangan global adalah respons adaptif yang mendalam, dipicu oleh persaingan ketat untuk menarik talenta generasi Milenial dan Gen Z melawan sektor teknologi, dan dipercepat oleh perubahan norma kerja yang dipaksakan oleh pandemi. Smart Casual yang baru ini dirangkum dalam triad: blazer yang memberikan struktur profesional; chinos yang menawarkan kenyamanan dan kepraktisan; dan loafers yang mempertahankan kesan formalitas pada alas kaki. Evolusi ini memungkinkan lembaga keuangan untuk memproyeksikan fleksibilitas modern tanpa sepenuhnya mengorbankan citra keandalan dan otoritas yang diyakini oleh klien mereka.

Rekomendasi Aksi Korporat

Untuk mengelola transisi ini secara efektif, lembaga keuangan harus bergerak melampaui peringatan umum dan mengadopsi kerangka kerja kebijakan yang jelas:

  1. Pelatihan dan Panduan Visual Eksplisit: Untuk memitigasi risiko interpretasi “good judgment” yang ambigu, institusi harus segera mengimplementasikan program pelatihan Smart Casual yang visual dan spesifik. Program ini harus mencakup contoh pakaian DOs dan DON’Ts untuk setiap elemen kunci, menekankan pentingnya fit (potongan pas badan), kualitas kain, dan kerapian.
  2. Menginstitusionalisasi “Dress for Your Day”: Konsep ini harus dilembagakan dengan aturan yang jelas:
    • Wajibkan Business Professional attire (setelan lengkap) untuk semua pertemuan klien utama, pitch, presentasi investor eksternal, dan interaksi dengan senior stakeholder.
    • Izinkan Smart Casual (Blazer, Chinos, Loafers) untuk hari-hari internal dan pertemuan tim yang tidak melibatkan klien eksternal.
  3. Fokus pada Kualitas, Bukan Formalitas: Manajemen harus secara halus mengkomunikasikan bahwa meskipun aturan formal telah dilonggarkan, penanda status telah bergeser ke kualitas pakaian. Mendorong investasi pada item Smart Casual berkualitas tinggi yang terawat baik akan membantu mempertahankan sinyal kekayaan dan profesionalisme yang dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan klien.

Tabel 2: Panduan Elemen Kunci Smart Casual untuk Profesional Keuangan (DOs & DON’Ts)

Elemen DOs (Yang Disarankan) DON’Ts (Yang Harus Dihindari)
Pakaian Luar Blazer terstruktur, sport coat (kualitas tinggi), atau knitwear rapi (misalnya, cardigan wol). Jaket tanpa struktur, hoodie bergambar, atau pakaian luar yang longgar.
Atasan Kemeja berkancing rapi tanpa dasi, polo shirt dengan kerah terstruktur, atau turtleneck. Kaos oblong (T-shirt) polos tanpa lapisan luar, atau pakaian yang ill-fitting.
Celana Chinos tailored fit (katun ringan), celana dress non-suit. Warna netral (khaki, navy) dan terawat. Jeans (terutama yang robek/terlalu kasual), celana kargo, atau celana yang terlalu longgar/ketat.
Alas Kaki Loafers (kulit/suede), Monk Straps, atau Sepatu kulit dress casual yang dipoles. Sepatu olahraga/lari (sneakers), sandal, atau sepatu yang kotor dan tidak terawat.
Kerapian Pakaian ditekan, bersih, dan pas (well-fitted). Pakaian kusut, berlubang, atau noda. Aksesori yang mencolok dan berlebihan.