Rahasia Umur Panjang di Piring: Mengupas Tuntas Pola Makan ‘Blue Zones’ yang Membuat Penduduknya Hidup di Atas 100 Tahun
Definisi Blue Zones dan Kerangka Longevitas
Blue Zone didefinisikan sebagai wilayah di dunia yang diklaim memiliki populasi dengan umur yang luar biasa panjang, ditandai dengan konsentrasi centenarians (individu yang hidup melampaui usia 100 tahun) yang sangat tinggi. Istilah ini pertama kali muncul ketika para ilmuwan menggunakan pena biru pada peta untuk menandai desa-desa dengan populasi berumur panjang selama survei demografi. Wilayah yang paling banyak dipelajari—termasuk Prefektur Okinawa di Jepang, Provinsi Nuoro di Sardinia, Italia, dan Ikaria di Yunani—menunjukkan bahwa umur panjang ekstrem bukan merupakan hasil dari faktor genetik tunggal, melainkan hasil dari sinergi gaya hidup yang terintegrasi.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap umur panjang di zona-zona ini dapat dikategorikan menjadi sembilan prinsip gaya hidup yang dikenal sebagai Power 9. Meskipun laporan ini berfokus pada nutrisi, sangat penting untuk memahami bahwa diet (Plant Slant—dominasi nabati—dan 80% Rule—pengaturan kalori) hanya berfungsi optimal ketika diintegrasikan dengan komponen gaya hidup lainnya. Prinsip-prinsip ini mencakup aktivitas fisik alami (Move Naturally), memiliki tujuan hidup yang jelas (disebut Ikigai di Okinawa atau plan de vida di Nicoya), manajemen stres (Down Shift), dan koneksi sosial yang kuat (Belong, Right Tribe, Loved Ones First).
Pola hidup penduduk Blue Zones menunjukkan bahwa kesehatan dan umur panjang dicapai bukan melalui disiplin ketat yang menuntut kemauan keras (willpower) harian, melainkan melalui rekayasa lingkungan. Lingkungan sosial dan fisik di wilayah ini secara alami mendorong pilihan yang sehat, menjadikannya pilihan yang mudah, bahkan “pilihan yang tidak terhindarkan” (the unavoidable choice). Sebagai contoh, aktivitas fisik harian terwujud melalui berkebun, berjalan kaki ke rumah tetangga, atau melakukan pekerjaan halaman dengan alat tangan, yang memastikan gerakan fisik yang konsisten sepanjang hari tanpa perlu berolahraga di gym. Konsistensi kebiasaan sehat yang terintegrasi ke dalam kehidupan sehari-hari selama puluhan tahun inilah yang menjadi fondasi utama longevitas.
Kritik, Genetika, dan Dampak Modernisasi
Meskipun konsep Blue Zones telah menjadi cetak biru global untuk umur panjang, beberapa analisis menekankan pentingnya genetik dan kerentanan lingkungan. Studi menunjukkan bahwa hanya sekitar 20% dari usia rata-rata seseorang ditentukan oleh faktor genetik, sementara 80% sisanya dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya hidup.
Kasus Sardinia memberikan contoh menarik mengenai interaksi genetik dan gaya hidup yang terjaga. Populasi centenarians di provinsi Nuoro, Sardinia, terkonsentrasi di wilayah pegunungan yang terisolasi secara geografis. Isolasi ini telah mempertahankan penanda genetik langka, seperti penanda M26, yang terkait dengan longevitas luar biasa. Namun, para peneliti berpendapat bahwa penanda genetik ini hanya memainkan peran pendukung; faktor gaya hidup yang konsisten dan diet tradisional yang dipertahankan selama berabad-abad (karena isolasi) memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap ketahanan terhadap penyakit kardiovaskular dan peradangan.
Kontras yang tajam terlihat dalam studi mengenai Okinawa. Meskipun Okinawa adalah salah satu zona yang paling banyak dipelajari dan diakui, wilayah ini mengalami penurunan signifikan dalam keunggulan longevitasnya pada abad ke-21. Peringkat harapan hidup pria Okinawa turun drastis, dan harapan hidup rata-rata Okinawans kini lebih rendah daripada rata-rata Jepang daratan.
Penurunan ini secara langsung dikaitkan dengan Westernisasi dan erosi pola makan tradisional pasca-perang (setelah pendudukan Amerika). Diet tradisional Okinawan yang pra-perang dicirikan oleh asupan kalori yang rendah secara keseluruhan, didominasi oleh ubi jalar. Namun, terjadi pergeseran besar pasca-perang: makanan pokok beralih dari ubi jalar ke nasi putih, diiringi peningkatan drastis asupan lemak, kalori total, dan konsumsi makanan impor atau olahan. Perubahan yang cepat menuju diet berenergi tinggi modern ini telah dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular. Hal ini menunjukkan bahwa fondasi metabolisme, yang telah diadaptasi selama puluhan tahun pada pembatasan kalori dan makanan anti-inflamasi, sangat rentan terhadap diet Barat, menegaskan bahwa efek diet harus dipertahankan secara konsisten sepanjang umur.
Pilar 1—Dominasi Nabati (Plant-Slant) dan Sumber Protein
Prinsip nutrisi yang mendasari semua Blue Zones adalah fokus kuat pada makanan berbasis nabati (Plant Slant), di mana biji-bijian, kacang-kacangan, umbi-umbian, dan sayuran membentuk dasar diet sehari-hari.
Legum: Protein Nabati sebagai Batu Penjuru Universal
Kacang-kacangan (legumes), termasuk buncis, kacang polong, lentil, dan kedelai, adalah komponen diet yang paling universal dan mendasar di seluruh Blue Zones. Legum memiliki nilai gizi yang tinggi dan merupakan alternatif protein yang kaya nutrisi dibandingkan daging, rendah lemak, dan padat serat, mendukung kesehatan pencernaan dan jantung.
Populasi berumur panjang di Blue Zones secara teratur mengonsumsi sekitar satu cangkir legum setiap hari, jumlah yang secara signifikan lebih tinggi daripada rata-rata asupan di Amerika Utara. Salah satu studi bahkan menemukan bahwa setiap asupan 20 gram legum, risiko kematian menurun sebesar 6 persen.
Variasi Regional dalam Legum:
- Okinawa: Legum utama adalah kedelai, dikonsumsi dalam berbagai bentuk seperti tahu (tofu), miso, natto, dan edamame. Tahu dan miso menyediakan isoflavon dan protein nabati berkualitas tinggi.
- Sardinia: Legum diintegrasikan dalam hidangan sehari-hari, terutama melalui sup Minestrone tradisional. Sup ini, yang dimakan oleh keluarga-keluarga berumur panjang, selalu mengandung kacang-kacangan (seperti kacang garbanzo, kacang putih, dan kacang pinto) bersama dengan sayuran musiman dan pasta semolina gandum utuh (fregula).
- Ikaria: Mirip dengan Sardinia, penduduk Ikaria mengonsumsi lentil, buncis, dan kacang-kacangan dalam diet Mediterania mereka. Nicoya (Blue Zone kelima yang juga relevan) dikenal karena konsumsi kacang hitam yang tinggi.
Pola Makan Spesifik Okinawa: Superioritas Ubi Jalar
Diet tradisional Okinawan centenarians sebelum westernisasi menunjukkan pola makan yang unik dan sangat berbeda dari diet Jepang daratan. Sumber kalori dominan, yang menyediakan sekitar 75% kalori diet, berasal dari ubi jalar ungu dan oranye (Beni Imo), bukan nasi putih.
Analisis makronutrien diet tradisional ini menunjukkan rasio yang ekstrem dan sangat pro-karbohidrat kompleks: 85% Karbohidrat, 9% Protein, dan hanya 6% Lemak (dengan hanya 2% lemak jenuh). Karbohidrat ini berasal dari sumber yang sangat anti-inflamasi dan antioksidan, seperti ubi jalar, labu, pare (goya), rumput laut, dan sayuran berdaun hijau gelap.
Kualitas nutrisi yang tinggi ini diduga menjelaskan mengapa Okinawans yang mengikuti pola makan tradisional tidak hanya hidup paling lama tetapi juga paling sehat, dengan tingkat kematian yang jauh lebih rendah akibat penyakit jantung (6–12 kali lebih rendah dari AS) dan berbagai jenis kanker (2–7 kali lebih rendah dari AS). Kombinasi ini—pola makan tinggi serat, kaya antioksidan, dan karbohidrat kompleks—membentuk fondasi metabolisme yang optimal, yang sangat rentan terhadap kerusakan ketika digantikan oleh makanan olahan modern.
Pola Makan Spesifik Mediterania (Sardinia dan Ikaria)
Meskipun Okinawa berfokus pada ubi jalar, zona-zona Mediterania (Sardinia dan Ikaria) mempertahankan varian diet Mediterania tradisional yang menekankan biji-bijian utuh, minyak zaitun, dan hasil kebun.
Sardinia: Diet Sarda di desa-desa pegunungan yang berumur panjang didasarkan pada makanan musiman yang sederhana: legum, biji-bijian utuh kuno (seperti barley dan durum wheat) yang diolah menjadi roti sourdough utuh (pane carasau), dan produk susu dari kambing atau domba. Mereka juga dikenal mengonsumsi Anggur Cannonau, yang memiliki kandungan flavonoid dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan anggur lainnya, memberikan manfaat anti-aterosklerosis.
Ikaria: Penduduk Ikaria menunjukkan kepatuhan tertinggi terhadap diet Mediterania di dunia. Diet mereka dicirikan oleh kesederhanaan, moderasi, dan musiman.Makanan pokok terdiri dari buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, kentang, dan minyak zaitun sebagai sumber lemak utama. Minyak zaitun, yang dikonsumsi secara liberal, adalah sumber utama asam lemak tak jenuh tunggal yang bermanfaat dalam menurunkan kolesterol.
Selain itu, Ikaria menonjol karena konsumsi teh herbal harian, termasuk rosemary liar, sage, dan oregano. Para ilmuwan telah menemukan bahwa teh ini kaya akan antioksidan dan bertindak sebagai diuretik, yang membantu mengatur tekanan darah dengan menghilangkan kelebihan natrium dan air. Ketergantungan pada makanan yang ditanam di rumah, dicari, dan musiman, yang merupakan hasil dari isolasi historis dan sumber daya terbatas, telah menciptakan budaya kesadaran pangan dan swasembada yang berkontribusi signifikan terhadap status Blue Zone mereka.
Pilar 2—Minimalisme Produk Hewani
Meskipun diet Blue Zones didominasi oleh tanaman, mereka tidak secara ketat vegan atau vegetarian. Kunci rahasia umur panjang terletak pada kualitas konsumsi produk hewani dan frekuensi yang sangat terbatas.
Frekuensi dan Kualitas Konsumsi Daging
Di semua Blue Zones yang diteliti, daging dan daging olahan hampir seluruhnya dihindari, sementara konsumsi daging merah dan unggas dibatasi secara ekstrem. Jika daging dikonsumsi, itu umumnya terjadi sebagai bagian dari perayaan atau acara khusus, bukan sebagai makanan harian atau mingguan.
Pola Konsumsi Daging:
- Sardinia: Daging, termasuk daging buruan dan babi, dikonsumsi hanya 2–4 kali sebulan. Produk hewani ini umumnya berasal dari hewan yang digembalakan di padang rumput yang kaya nutrisi, yang memberikan profil nutrisi yang superior dibandingkan dengan daging industri. Kualitas ini menunjukkan bahwa ketika protein hewani dikonsumsi, fokusnya adalah pada integritas nutrisi dan kemurnian.
- Ikaria: Konsumsi daging sangat hemat (sparingly). Sebuah keluarga Ikaria tradisional mungkin menyembelih hanya satu atau dua hewan per tahun (seperti kambing, babi, atau domba), dan daging tersebut dibagi serta dikonsumsi perlahan sepanjang tahun. Praktik ini memastikan asupan lemak jenuh tetap minimal.
- Okinawa: Secara historis, daging babi dimakan pada acara perayaan tertentu. Asupan kedelai (tahu, miso) memberikan protein harian yang dibutuhkan.
Pembatasan ini memiliki implikasi fisiologis yang mendalam. Dengan membatasi konsumsi protein hewani, yang kaya akan asam amino spesifik (seperti Metionin dan Leusin), populasi ini secara tidak sadar meredam jalur sinyal metabolik yang dikenal sebagai jalur mTOR (Target Rapamycin Mamalia). Jalur mTOR bertanggung jawab untuk mendorong pertumbuhan sel dan replikasi. Ketika jalur ini terus-menerus diaktifkan oleh asupan protein hewani yang tinggi, proses penuaan seluler dapat dipercepat. Sebaliknya, dengan mengalihkan sumber protein utama ke legum, tubuh secara efektif menenangkan jalur pertumbuhan ini dan mengalihkan energi ke mode pemeliharaan dan perbaikan seluler, yang dikenal sebagai autofagi, sebuah mekanisme yang terkait erat dengan umur panjang.
Analisis Produk Susu
Secara umum, susu sapi dan produk turunannya tidak dianjurkan atau tidak umum dikonsumsi di Blue Zones. Di zona Mediterania, jika produk susu dikonsumsi secara teratur, itu hampir selalu berasal dari kambing dan domba.
Di Sardinia, konsumsi keju kambing/domba harian tinggi. Demikian pula, Ikarians lebih memilih susu kambing daripada susu sapi. Produk susu ini sering kali diproses secara alami, kaya antioksidan, dan mengandung tryptophan. Selain itu, keju dan susu kambing/domba seringkali lebih mudah dicerna oleh tubuh manusia dibandingkan produk susu sapi. Konsumsi lemak dari sumber ini harus dipandang dalam konteks keseluruhan diet yang rendah lemak total dan tinggi serat nabati.
Pilar 3—Restriksi Kalori dan Pengendalian Porsi
Salah satu faktor nutrisi yang paling konsisten dalam mendukung longevitas adalah asupan kalori yang terkontrol secara alami, meminimalkan beban metabolisme pada tubuh.
Implementasi Budaya CR: Hara Hachi Bu
Penduduk Okinawa mengimplementasikan pembatasan kalori melalui praktik budaya yang dikenal sebagai Hara Hachi Bu. Ungkapan ini berasal dari ajaran Konfusianisme dan diterjemahkan menjadi “makan sampai 80% kenyang”.
Hara Hachi Bu adalah bentuk makan sadar (mindful eating) yang mendorong moderasi dan rasa hormat terhadap sinyal alami tubuh. Secara fisiologis, dibutuhkan sekitar 15 hingga 20 menit bagi otak untuk menerima sinyal dari perut yang menyatakan rasa kenyang. Dengan membiasakan diri untuk berhenti makan pada titik di mana seseorang merasa hanya sedikit kenyang (80%), praktik ini secara efektif mencegah konsumsi kalori berlebihan (overeating) yang tidak disadari.
Praktik ini membantu Okinawans mempertahankan Indeks Massa Tubuh (BMI) yang rendah sepanjang hidup mereka dan mengurangi risiko penyakit terkait usia, seperti jantung, kanker, dan depresi. Ini adalah mekanisme sederhana namun sangat efektif yang memungkinkan populasi ini untuk mencapai asupan kalori yang rendah dan konsisten seumur hidup, meniru efek restriksi kalori (CR) tanpa perlu menghitung kalori.
Restriksi Kalori (CR) sebagai Intervensi Anti-Penuaan
Restriksi Kalori (CR) secara ilmiah didefinisikan sebagai pengurangan asupan kalori sebesar 10% hingga 30% di bawah kebutuhan energi normal, sambil memastikan bahwa kandungan makanan masih menyediakan semua nutrien dan vitamin esensial (menghindari malnutrisi).
Secara eksperimental, CR telah diakui selama lebih dari 70 tahun sebagai intervensi paling kuat untuk memperpanjang rentang hidup dan menunda timbulnya penyakit terkait usia pada berbagai spesies, termasuk ragi, cacing, lalat, ikan, dan primata non-manusia. Penelitian pada kera rhesus menunjukkan kejadian kematian terkait penuaan yang jauh lebih rendah pada kelompok yang menjalani CR (50%) dibandingkan kelompok kontrol (80%).
Mekanisme Molekuler CR:
CR bekerja dengan menggeser metabolisme sel dari fokus pada pertumbuhan dan proliferasi ke mode perbaikan dan pemeliharaan. Asupan kalori yang dikurangi memaksa sel untuk meningkatkan efisiensi mitokondria dan mengaktifkan jalur sinyal kelangsungan hidup. Para peneliti percaya bahwa pembatasan kalori yang moderat dan konsisten, seperti yang dipraktikkan di Blue Zones, bertindak sebagai bentuk stres ringan yang menguntungkan (hormesis), yang secara teratur “menantang” sistem seluler. Tantangan ini memaksa sel untuk meningkatkan mekanisme pertahanan, perbaikan DNA, dan respons imun, yang merupakan fondasi untuk kesehatan jangka panjang dan penundaan penuaan.
Bukti Klinis CR pada Manusia
Meskipun sulit untuk menerapkan studi CR jangka panjang yang ketat pada manusia, uji klinis terkontrol, seperti Uji Coba CALERIE, telah memberikan bukti yang kuat. Uji coba CALERIE melibatkan orang dewasa muda non-obesitas yang menjalani restriksi kalori moderat selama dua tahun.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa CR moderat secara signifikan mengurangi berbagai faktor risiko kardiometabolik pada subjek yang sehat. Selain itu, penelitian lanjutan mengindikasikan bahwa restriksi kalori mampu memperlambat laju penuaan biologis pada orang dewasa sehat.
Relevansi temuan klinis ini bagi Blue Zones sangat besar: ia memvalidasi bahwa strategi Hara Hachi Bu dan porsi moderat adalah bentuk restriksi kalori alami yang dapat dipertahankan seumur hidup. Kunci keberhasilan di Blue Zones adalah kombinasi unik: mereka membatasi kuantitas (melalui moderasi porsi) tetapi memaksimalkan kualitas kalori yang masuk melalui makanan padat nutrisi, kaya antioksidan, dan serat tinggi (seperti ubi jalar dan legum), sehingga menghindari risiko malnutrisi yang terkait dengan CR yang buruk.
Sintesis Komparatif dan Implikasi Praktis
Perbandingan Komponen Diet Kunci Tiga Zona
Meskipun Okinawa, Sardinia, dan Ikaria memiliki perbedaan geografis yang menghasilkan variasi dalam bahan makanan pokok—mulai dari ubi jalar di Pasifik hingga keju domba di Mediterania—filosofi nutrisi inti yang mendukung longevitas bersifat seragam: diet makanan utuh, berbasis nabati, lokal, dan dimakan secara moderat.
Tabel 1 menyajikan perbandingan terstruktur dari komponen diet kunci yang diamati di tiga Blue Zones utama yang dianalisis dalam laporan ini.
Table 1: Perbandingan Komponen Diet Kunci di Tiga Blue Zones (Okinawa, Sardinia, Ikaria)
| Kategori Kunci | Okinawa, Jepang | Sardinia, Italia | Ikaria, Yunani |
| Pangan Pokok Dominan | Ubi Jalar Ungu/Oranye (Beni Imo) | Gandum Utuh Kuno (Barley, Pane Carasau) | Minyak Zaitun, Sayuran Liar, Kentang |
| Sumber Protein Nabati | Kedelai (Tofu, Miso, Natto) | Buncis dan Legum (dalam Minestrone) | Lentil, Buncis, Kacang-kacangan |
| Frekuensi Daging Merah | Sangat Jarang (Fokus pada perayaan) | Sangat Terbatas (2–4 kali per bulan) | Hemat (1–2 hewan per tahun) |
| Strategi Kontrol Kalori | Hara Hachi Bu (Berhenti di 80%) | Porsi Moderat & Makanan Kaya Serat | Puasa Sesekali & Moderasi |
| Faktor Alkohol | Minimal atau Teh | Anggur Cannonau Merah (Moderasi) | Anggur Merah Kuat (Moderasi) |
Hubungan Diet, Budaya, dan Mekanisme Molekuler
Diet di Blue Zones tidak hanya berfungsi sebagai asupan energi; ia adalah mekanisme budaya yang secara konsisten mengaktifkan jalur molekuler yang mendukung pemeliharaan sel dan anti-penuaan. Setiap pilar diet berkontribusi pada mekanisme fisiologis yang terbukti dalam gerontologi.
Table 2: Hubungan antara Kebiasaan Makan Blue Zones dan Mekanisme Ilmiah Longevitas
| Kebiasaan Utama Blue Zone | Contoh Regional Spesifik | Mekanisme Fisiologis (Gerontologi) |
| Pembatasan Kalori Keseluruhan | Hara Hachi Bu (Okinawa) | Restriksi Kalori (CR). Mengurangi beban metabolisme, meningkatkan sensitivitas insulin, mengaktifkan jalur kelangsungan hidup seluler, dan memperlambat laju penuaan biologis. |
| Asupan Karbohidrat Kompleks Tinggi | Ubi Jalar (Okinawa), Gandum Utuh (Sardinia) | Nutrisi Padat & Indeks Glikemik Rendah. Menyediakan mikronutrien penting dan antioksidan (melawan peradangan sistemik), mencegah lonjakan gula darah dan penuaan metabolik. |
| Tinggi Antioksidan & Polifenol | Anggur Cannonau (Sardinia), Minyak Zaitun (Ikaria) | Anti-Stres Oksidatif (Inflammaging). Melawan radikal bebas dan mengurangi peradangan kronis, faktor utama dalam perkembangan penyakit terkait usia. |
| Dominasi Protein Nabati (Legum) | Konsumsi 1 Cangkir Legum Harian | Modulasi Jalur mTOR/IGF-1. Membatasi protein hewani yang memicu pertumbuhan sel, mengalihkan energi ke perbaikan seluler (autofagi), yang mendukung kesehatan jangka panjang. |
Longevitas di Blue Zones dicapai melalui diet yang membatasi input asam amino dan kalori yang memicu pertumbuhan cepat, sambil memaksimalkan input serat dan senyawa antioksidan. Pembatasan ini secara teratur memicu respons adaptif pada tingkat seluler, menciptakan tubuh yang lebih tahan terhadap penyakit dan proses penuaan.
Kesimpulan
Analisis pola makan di Blue Zones—Okinawa, Sardinia, dan Ikaria—menghasilkan kesimpulan yang mendalam: rahasia umur panjang yang sehat tidak terletak pada makanan super tunggal atau suplemen ajaib, melainkan pada kombinasi sinergis antara diet berbasis tanaman utuh, restriksi kalori alami, dan integrasi gaya hidup.
Pilar diet tersebut—dominasi nabati, minimalisme hewani, dan kontrol porsi—adalah representasi budaya dari prinsip restriksi kalori yang telah terbukti secara ilmiah menunda penuaan. Kasus penurunan longevitas di Okinawa menunjukkan bahwa keuntungan metabolisme yang dibangun selama puluhan tahun dari diet tradisional dapat hilang dengan cepat ketika erosi budaya dan modernisasi makanan yang cepat terjadi.
Tiga Rekomendasi Utama untuk Kesehatan Publik:
- Menggeser Basis Kalori ke Tanaman Utuh: Alihkan sumber kalori utama (70-85%) ke biji-bijian utuh (gandum, barley), umbi-umbian kaya nutrisi (seperti ubi jalar), sayuran, dan buah-buahan. Perubahan ini harus diiringi dengan peningkatan konsumsi legum menjadi setidaknya satu cangkir per hari sebagai sumber protein harian primer.
- Menerapkan Pembatasan Kalori yang Mudah Dipelihara: Daripada mengandalkan penghitungan kalori yang rumit, terapkan prinsip budaya seperti Hara Hachi Bu (berhenti makan saat 80% kenyang). Ini mendorong makan sadar (mindful eating) dan pengendalian porsi yang berkelanjutan seumur hidup.
- Membatasi Konsumsi Produk Hewani: Turunkan frekuensi konsumsi daging (terutama daging merah dan olahan) menjadi hanya beberapa kali per bulan. Jika produk susu dikonsumsi, prioritaskan susu dan keju dari kambing atau domba, menghindari susu sapi dan produk olahannya. Pendekatan ini secara efektif memodulasi jalur sinyal pertumbuhan dan mendukung mekanisme perbaikan seluler.
Pada akhirnya, pola makan Blue Zones adalah bukti bahwa diet yang mengoptimalkan umur panjang adalah diet yang moderat, berbasis pada makanan yang ditanam secara lokal, utuh, dan terintegrasi secara mulus ke dalam gaya hidup yang aktif, memiliki tujuan, dan terikat secara sosial. Upaya untuk meniru longevitas ekstrem harus berfokus pada rekayasa lingkungan yang mendukung kebiasaan-kebiasaan ini, bukan sekadar mengikuti daftar makanan secara ketat.