Loading Now

Simulacra of Sound: Kembalinya Suara Nostalgia dan Dualitas Kebangkitan Darkwave dan Pop Y2K di Era Digital

Definisi dan Konteks Gelombang Nostalgia Global

Gelombang nostalgia musik kontemporer yang melanda budaya populer global tidak hanya bersifat superfisial, melainkan didorong oleh kebutuhan psikologis mendalam dari Generasi Z (Gen Z, yang lahir antara 1997 dan 2012) untuk mencari pelarian dan identitas di tengah tekanan hidup modern. Tesis utama dari tulisan ini adalah bahwa kebangkitan estetika retro saat ini tidak berfokus pada satu era tunggal, melainkan terpecah menjadi dua estetika sonik yang kontras namun sama-sama fungsional: kegelapan introspektif dari Darkwave dan kecerahan digital dari Pop era 2000-an (Y2K Pop).

Penting untuk dicatat bahwa kebangkitan ini terjadi dalam kerangka mediated nostalgia , sebuah fenomena di mana masa lalu direkonstruksi, disaring, dan dipromosikan melalui platform media massa. Algoritma digital, terutama pada platform seperti TikTok, bertindak sebagai kurator dan katalis, memilih elemen-elemen masa lalu yang paling mudah untuk di-memifikasi dan diresapi dengan makna kontemporer. Gen Z menunjukkan historical nostalgia yang mendalam, yaitu perasaan sentimental terhadap era yang secara pribadi tidak mereka alami.

Dualitas Tren: Kontras dalam Ko-eksistensi

Dualitas tren ini menggambarkan spektrum kebutuhan emosional Gen Z. Di satu sisi terdapat Darkwave, yang berakar kuat pada musik Post-Punk dan New Wave akhir 1970-an dan 1980-an. Genre ini mewakili kegelapan, melankoli, dan kedalaman emosional, didasarkan pada tonalitas kunci minor dan lirik introspektif, sering dianggap suram dan romantis. Darkwave memfasilitasi escapism through reflection (pelarian melalui refleksi mendalam), menghadapi kerapuhan manusia dan mortalitas.

Di sisi lain, terdapat Pop Y2K, yang secara luas didefinisikan sebagai periode 1998 hingga 2004. Genre ini mewakili optimisme digital yang naif, kesederhanaan, dan estetika carefree (lepas dari beban), didorong oleh ikonografi seperti low-rise jeans dan glittery makeup. Pop Y2K memfasilitasi escapism through simplicity (pelarian melalui kesederhanaan). Ko-eksistensi kedua genre yang berlawanan ini mengindikasikan bahwa Gen Z memiliki fleksibilitas identitas untuk beralih antara kebutuhan akan pemrosesan emosional yang intens dan kebutuhan akan distraksi yang ringan, keduanya berfungsi sebagai mekanisme coping yang responsif terhadap tekanan kontemporer.

Kebangkitan Gelombang Kegelapan: Analisis Darkwave Kontemporer (The Darkwave Resurgence)

Akar Historis dan Silsilah Darkwave

Darkwave adalah istilah payung yang muncul di Eropa pada tahun 1980-an, digunakan oleh pers musik untuk mendeskripsikan varian New Wave dan Post-Punk yang lebih suram dan melankolis. Secara historis, Darkwave mewarisi energi Post-Punk  dan pendekatan eksperimentalnya yang menolak klise rock, termasuk adopsi elemen dari funkkrautrock, dan musik elektronik. Ini membedakannya dari batas-batas sempit Gothic Rock.

Genre ini tidak terpadu tetapi mencakup berbagai subgenre, termasuk Cold Wave (ditandai oleh suara synth yang dingin, hampir beku, dan vokal yang terpisah secara emosional), Ethereal Wave (tekstur ambien dan gotik, dengan pionir seperti Cocteau Twins), dan Gothic Rock. Karakteristik sonik intinya adalah fokus pada tonalitas kunci minor, penggunaan synthesizer, sampler, dan drum machine bersama dengan instrumen kordofon seperti gitar dan biola, menciptakan nuansa suram dengan nada kesedihan yang mendalam.

Analisis Estetika Sonik dan Visual Darkwave Modern

Musik Darkwave kontemporer memancarkan suasana yang gelap, romantis, dan melankolis. Lagu-lagu cenderung memiliki tempo lambat hingga sedang, tetapi mempertahankan energi Post-Punk yang membara. Elemen krusial dalam estetika sonik modern termasuk ritme hipnotis, shadowy synths, dan endless reverb yang menciptakan lanskap suara atmosferik.

Meskipun Darkwave sering dicap sebagai “doom” , filosofinya jauh lebih kompleks. Genre ini tidak lari dari kegelapan eksistensi, melainkan menghadapinya. Musiknya berbicara tentang kerapuhan manusia, mortalitas, dan mencari kekuatan atau harapan—betapapun samar-samarnya—di tengah bayangan.

Estetika visual Neo-Goth sangat integral dalam kebangkitan ini. Duo seperti Drab Majesty, yang didirikan pada tahun 2011, menciptakan karakter androgini (Deb Demure) dan menggunakan kostum, makeup perak, wig putih, dan kacamata besar. Gaya yang disebut Demure sebagai “tragic wave” ini menciptakan kehadiran panggung yang unik, didukung oleh soundscape yang dipengaruhi 80-an. Bagi Gen Z, yang sangat menghargai ekspresi diri dan fluida identitas, estetika visual yang berlapis dan mencolok ini berfungsi sebagai bahasa yang kuat untuk menegaskan identitas yang spesifik dan menentang arus utama.

Seniman Kunci dalam Kebangkitan Modern dan Mekanisme Virality

Kebangkitan Darkwave didukung oleh veteran genre dan band-band baru yang berinteraksi langsung dengan ekosistem digital. Musisi seperti Lebanon Hanover, She Past Away, dan Drab Majesty memimpin gelombang Neo-Goth ini.

Pintu gerbang Darkwave ke arus utama sebagian besar dibuka oleh platform seperti TikTok. Band Belarusia Molchat Doma (The Houses Are Silent) menjadi studi kasus penting ketika lagu mereka “Sudno” menjadi viral pada tahun 2020. Demikian pula, Mareux mencapai popularitas masif di TikTok dengan “The Perfect Girl,” yang menjadi lagu No. 1 di playlist populer “SIGMA MALE TIKTOK MUSIC”.

Fenomena ini mengungkapkan pergeseran nilai dalam konsumsi musik digital. Algoritma TikTok cenderung mengabaikan konteks historis atau makna yang dikodekan oleh musisi, sebaliknya mempolitisasi atau melakukan memeification terhadap musik untuk tujuan ekspresi diri pengguna. Molchat Doma, misalnya, dikonsumsi bukan karena konteks post-Soviet mereka, tetapi karena vibe lo-fi yang muram yang secara sempurna cocok dengan narasi “lone wolf” (sigma male) yang populer. Darkwave, dalam konteks ini, berfungsi sebagai microgenre yang dapat diakses. Ini adalah Goth yang didemokratisasi, di mana Gen Z dapat mengadopsi identitas subkultur yang secara tradisional underground dan eksklusif, tanpa harus mengalami sejarahnya, karena algoritma menyajikan estetika yang relevan secara instan.

Estetika Cerah yang Dipompa Ulang: Analisis Pop Y2K (The Y2K Pop Revival)

Mendefinisikan Era Y2K Pop dan Ikonografinya

Era Pop Y2K secara umum didefinisikan sebagai periode pasca-Spice Girls hingga munculnya Lady Gaga, berkisar antara 1998 hingga 2004. Era ini dipimpin oleh ikon-ikon pop wanita yang mendefinisikan estetika cerah dan bersemangat, seperti Britney Spears, Christina Aguilera, dan Gwen Stefani. Estetika Y2K secara visual terkait erat dengan fashion yang kini kembali populer: low-rise jeansglittery makeup, dan ikonografi teknologi awal 2000-an seperti flip phones.

Nostalgia Pop Y2K ini sangat fungsional bagi Gen Z. Ketika generasi ini menghadapi serangkaian krisis global (pandemi COVID-19, kenaikan biaya hidup, konflik geopolitik) , era 2000-an yang diputar ulang menawarkan narasi budaya tentang kegembiraan yang naif dan masa lalu yang dianggap lebih sederhana dan carefree.

Karakteristik Sonik Y2K: Digitalitas yang Ditingkatkan

Meskipun akar teknologi synth-nya dapat ditelusuri kembali ke instrumen analog 80-an (seperti Roland JX-3P), Pop Y2K dicirikan oleh soundscape yang terkompresi, digital, dan bersih, di samping vokal pop yang halus dan ritme dance yang menarik.

Produser modern yang menghidupkan kembali suara Y2K tidak melakukan restorasi yang akurat, melainkan reinterpretasi dari suara vintage. Reinterpretasi ini memastikan bahwa suara retro tetap “punchy” dan relevan untuk konsumsi di streaming service dan platform video kontemporer. Estetika sonik ini juga mencakup hibrida genre, seperti kembalinya Pop-Punk awal 2000-an yang ditandai dengan progresi kord yang sederhana, harmoni vokal yang kuat, dan sentuhan pengaruh surf atau garage rock.

Seniman Kontemporer dan Reinvention Y2K 2.0

Kebangkitan Y2K Pop saat ini tidak hanya berupa daur ulang, tetapi reinvention yang penuh semangat, emosional, dan personal, yang dijuluki “Y2K Reloaded”. Artis kontemporer mengambil elemen ikonik dari masa lalu dan memberikannya sentuhan baru untuk audiens saat ini.

Artis seperti Addison Rae secara terbuka menyalurkan cetak biru Britney Spears, sementara Tate McRae mewujudkan estetika emosional era In the Zone. Demikian pula, Olivia Rodrigo sering dianggap meneruskan warisan Pop-Punk yang ditinggalkan oleh Avril Lavigne. Adopsi ini sangat selektif; Gen Z memilih elemen estetika yang paling menarik dan fungsional untuk membangun identitas mereka saat ini.

Nostalgia ini berfungsi sebagai bentuk pre-nostalgia —keinginan untuk menciptakan memori positif saat ini untuk dikenang di masa depan. Mengingat Gen Z sering merasa jenuh dan kewalahan secara digital, mereka mencari sumber daya psikologis berupa positive mood dan optimisme yang cepat yang ditawarkan oleh kepositifan yang hiperbolik dari Pop Y2K.

Mekanisme Penggerak: Psikologi dan Platform Digital

Nostalgia Historis (Historical Nostalgia) pada Gen Z

Nostalgia, dalam psikologi perilaku, diakui sebagai psychological resource penting yang meningkatkan kesejahteraan, koneksi sosial, dan makna hidup. Bagi Gen Z, yang merupakan digital native pertama dan hidup di bawah bayang-bayang tekanan global yang terus-menerus, historical nostalgia berfungsi sebagai mekanisme coping yang vital. Sekitar 42% Gen Z mendengarkan musik secara eksplisit untuk melarikan diri dari kenyataan.

Sebagai generasi yang terus-menerus terhubung secara digital, Gen Z mengalami digital overwhelm dan secara aktif mencari pengalaman yang lebih tangible dan slower, offline living. Musik retro, dengan konotasi teknologi analog (bahkan jika disimulasikan secara digital), memberikan resonansi dengan keinginan untuk mencari kenyamanan dan keamanan di masa lalu yang dianggap lebih sederhana.

Peran Mediasi Algoritma dan Microgenre

TikTok telah menjadi katalis utama, bertindak sebagai mesin yang memediasi nostalgia. Sistem rekomendasi berbasis machine learning pada TikTok memprioritaskan watch time dan relevansi viralitas. Mekanisme ini tidak membedakan usia lagu; akibatnya, lagu-lagu lama yang tadinya cult classic (seperti “Headlock” Imogen Heap atau lagu Kate Bush) tiba-tiba mencapai popularitas mainstream global dan masuk kembali ke tangga lagu.

Kebangkitan retro ini juga didorong oleh perpecahan musik menjadi microgenres yang sangat spesifik. Saat ini, streaming platforms mengatalogkan lebih dari 5.600 klasifikasi genre. Microgenre—seperti chillwavevaporwave, atau witch house—menawarkan Gen Z kategori yang fokus pada tema, suasana, atau vibe yang ultra-spesifik.

Dalam lingkungan digital yang jenuh, microgenre memberikan kemampuan kepada Gen Z untuk mengkurasi dan mengklaim identitas yang ultra-specific, memberikan rasa kontrol dan eksklusivitas. Darkwave menjadi microgenre yang menantang estetika Pop Y2K yang lebih massal. Keberhasilan Darkwave di TikTok, misalnya, tidak terletak pada kepatuhan historis, tetapi pada utility lagu sebagai mood atau meme—seberapa baik ia berfungsi sebagai soundtrack untuk tren self-expression, seperti yang ditunjukkan oleh Molchat Doma dan Mareux.

Analisis Komparatif: Dua Wajah Pelarian (The Dual Faces of Escapism)

Gen Z mengadopsi Darkwave dan Pop Y2K melalui mekanisme psikologis dan platform yang sama (nostalgia historis dan viralitas TikTok), tetapi untuk memenuhi kebutuhan emosional yang secara fundamental berlawanan. Darkwave menyediakan escapism melalui internalisasi dan kegelapan, memungkinkan pendengar untuk memproses kecemasan dan membentuk koneksi dengan tema abadi. Sebaliknya, Pop Y2K menyediakan escapism melalui eksternalisasi dan kecerahan, menawarkan pelarian yang aman dan sumber daya psikologis berupa optimisme yang cepat.

Tabel berikut menyajikan matriks perbandingan antara estetika dan pendorong kedua tren musik yang sedang bangkit ini.

Tabel 1: Komparasi Estetika dan Pendorong Kebangkitan Darkwave dan Pop Y2K

Dimensi Perbandingan Darkwave Revival Y2K Pop Revival
Era Asal Akhir 1970-an – 1980-an (Post-Punk/New Wave) Akhir 1990-an – Awal 2000-an (Post-Spice Girls)
Karakteristik Sonik Inti Tonality minor, synth tebal atmosferik, ritme hipnotis, lirik introspektif/muram [5, 14] Synth digital terkompresi, vokal pop yang halus/bertenaga, fokus pada ritme dance, produksi yang bersih
Pendorong Psikologis Utama Escapism melalui Melankoli, Pencarian Kedalaman, Refleksi, Identitas Niche (Goth/Doom) [1, 14] Escapism melalui Kesederhanaan, Kenyamanan, Optimisme, Estetika Carefree
Mekanisme Virality Digital Kebangkitan Microgenre (Coldwave/Synthpop Goth), viralitas lo-fi (Molchat Doma, Mareux) [22, 19, 21] Viralitas soundtrack (Re-charting hits, remix lama), Re-imagining oleh artis mainstream [8, 26]

Tabel 2: Fungsi Psikologis Nostalgia Historis bagi Generasi Z

Fungsi Psikologis Penjelasan Konteks Gen Z Kaitannya dengan Musik Retro
Peningkatan Mood Positif Nostalgia menyediakan pelarian emosional yang teruji, berbeda dari kecemasan kontemporer Suara yang dikenal dari masa lalu yang dianggap “simpel” atau “bebas masalah.” Pop Y2K melayani fungsi ini.
Memperkuat Koneksi Sosial Membentuk identitas kolektif dan narasi budaya yang dibagikan secara digital Subkultur Darkwave (Goth) dan estetika Y2K Pop menjadi common ground di TikTok dan komunitas online.[8, 23]
Mencari Makna Hidup/Introspeksi Menggunakan narasi masa lalu untuk memahami tantangan dan masa kini. Genre seperti Darkwave menawarkan kedalaman emosional dan tema mortalitas/transenden.

Kesimpulan

Kebangkitan Darkwave dan Pop Y2K secara bersamaan menunjukkan adanya pergeseran cara Gen Z mengonsumsi sejarah budaya. Musik retro bagi mereka adalah sebuah Simulacra of Sound: estetika yang di-simulasi dan direkayasa oleh algoritma, yang memungkinkan mereka untuk mengambil elemen terbaik dari masa lalu (estetika androgini Darkwave, optimisme Y2K Pop) tanpa mewarisi kompleksitas historisnya. Ini adalah past-as-utility (masa lalu sebagai utilitas).

Kemampuan Gen Z untuk mengapresiasi kerangka sonik Molchat Doma yang suram dan lo-fi, sekaligus merayakan produksi pop yang glittery dan terkompresi dari artis seperti Addison Rae, menunjukkan adanya audiens yang menuntut fleksibilitas emosional yang tinggi dan kemampuan untuk berpindah antar identitas niche dan mainstream dengan cepat.

Implikasi Strategis

  1. Prioritas Microgenre di Atas Genre Luas: Keberhasilan Darkwave menunjukkan bahwa strategi pemasaran musik harus bergeser dari fokus pada kategori yang luas ke microgenres yang ultra-spesifik. Genre niche yang berakar pada identitas subkultur dapat menghasilkan loyalitas yang sangat tinggi dan viralitas yang tidak terduga, didorong oleh kemampuan Gen Z untuk mencari komunitas khusus di tengah banjir konten.
  2. Viralitas Non-Kontekstual sebagai Tolok Ukur: Produser musik dan label perlu menerima bahwa viralitas di TikTok sering kali menghilangkan makna kontekstual lagu yang sebenarnya. Keberhasilan di platform ini ditentukan oleh mood dan utility lagu sebagai soundtrack bagi self-expression pengguna (misalnya, vibe Dreariness yang ditangkap oleh lagu Mareux).
  3. Kewajiban Reinvention, Bukan Restorasi: Untuk artis baru yang ingin memanfaatkan tren ini, kuncinya adalah reinvention, bukan restorasi. Artis harus menyuntikkan twist modern dan relevansi emosional baru ke dalam cetak biru retro, baik dengan menyajikan electropop yang lebih emosional (Y2K Pop) atau secara sadar memposisikan diri mereka dalam subkultur Neo-Goth/Darkwave yang secara visual dan sonik dramatis.