Loading Now

Makanan Ultra-Processed: Analisis Epidemiologis, Mekanisme Biologis, dan Implikasi Kebijakan Publik

Mendefinisikan Makanan Ultra-Processed dan Batasannya

Klasifikasi Makanan NOVA: Prinsip Dasar dan Kriteria Pemrosesan

Makanan Ultra-Processed (UPF) didefinisikan secara akademis melalui sistem klasifikasi NOVA, yang merupakan kerangka kerja yang diterima secara luas oleh komunitas ilmiah global, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Klasifikasi NOVA mengelompokkan semua makanan berdasarkan sifat, tingkat, dan tujuan dari proses industri yang dilaluinya. Pendekatan ini merupakan pergeseran penting dalam ilmu gizi, dari fokus tradisional pada nutrisi tunggal (misalnya, lemak atau gula) menjadi fokus pada matriks makanan dan tingkat intervensi industri.

Proses yang dikategorikan sebagai ultra-pemrosesan melibatkan teknik fisik, biologis, dan kimiawi yang intensif, yang digunakan setelah makanan dipisahkan dari sumber alaminya, dan sebelum makanan tersebut dikonsumsi atau diolah menjadi hidangan. UPF (NOVA Group 4) secara fungsional berbeda dari makanan olahan minimal (NOVA Group 1) atau bahan olahan (NOVA Group 3) karena tujuannya adalah menciptakan produk yang sangat menguntungkan, siap dikonsumsi, dan sangat palatabel, seringkali melalui perakitan formulasi yang mengandung bahan tambahan kosmetik (pewarna, pengemulsi) atau turunan nutrisi yang diekstrak (sirup fruktosa, protein terhidrolisis).

Karakteristik komposisi UPF secara inheren tidak seimbang, dan profil nutrisi UPF cenderung mendukung perkembangan Penyakit Tidak Menular (PTM). Secara konsisten, UPF memiliki kadar yang tinggi dari “nutrisi pemicu PTM” (NCD-promoting nutrients), seperti gula bebas, lemak jenuh, dan natrium. Sebaliknya, makanan ini kekurangan “nutrisi pelindung PTM” (NCD-protective nutrients), seperti serat pangan, kalium (K), dan mikronutrien penting lainnya. Akibatnya, persentase total asupan energi harian yang berasal dari UPF dapat berfungsi sebagai indikator proksi yang kuat untuk menilai kualitas diet populasi secara keseluruhan.

Kritik dan Kontroversi Klasifikasi NOVA

Meskipun sistem NOVA menawarkan kerangka yang berharga untuk studi epidemiologis, sistem ini tidak lepas dari kritik dan perdebatan di kalangan akademisi. Isu utama terletak pada batasan klasifikasi. Tinjauan kritis yang dipublikasikan dalam Proc Nutr Soc menunjukkan bahwa meskipun NOVA efektif mengelompokkan berdasarkan proses, ada perdebatan tentang bagaimana mengklasifikasikan beberapa makanan yang melalui pemrosesan intensif tetapi memiliki profil nutrisi yang relatif baik, misalnya beberapa roti gandum utuh yang difortifikasi.

Debat ini penting karena mengakui bahwa dampak kesehatan UPF tidak hanya disebabkan oleh tingkat pemrosesan, tetapi juga oleh rekayasa komposisi dan aditif yang digunakan. Komunitas ilmiah terus menyempurnakan definisi untuk memastikan bahwa rekomendasi kebijakan didasarkan pada pemahaman yang paling bernuansa mengenai korelasi antara pemrosesan, komposisi, dan luaran kesehatan.

Mekanisme Keterpaparan dan Risiko Biologis: Mengapa UPF Memicu Penyakit

Dampak merusak UPF pada kesehatan sistemik dapat dijelaskan melalui mekanisme ganda: rekayasa perilaku yang mendorong konsumsi berlebihan, dan gangguan biologis yang disebabkan oleh arsitektur makanan yang rusak dan paparan zat kimia.

Fenomena Hyperpalatability (HPF): Rekayasa untuk Konsumsi Berlebihan

Konsep Hyperpalatable Food (HPF) adalah fundamental dalam ultra-pemrosesan. HPF didefinisikan sebagai makanan yang sengaja menggabungkan kadar tinggi lemak, gula, natrium, dan/atau karbohidrat (tidak termasuk serat) untuk memicu sistem hadiah otak (reward system). Makanan ini dirancang secara ilmiah untuk memiliki kualitas rasa yang sangat menarik, seperti rasa manis, asin, atau kaya rasa (berlemak).

Penelitian telah mengidentifikasi tiga kombinasi nutrisi spesifik yang paling sering mendefinisikan HPF di pasar Amerika Utara, yang berfungsi sebagai formula pemicu yang memaksimalkan daya tarik produk dan memintas mekanisme kontrol nafsu makan alami:

  1. Makanan dengan lebih dari 25% kalori dari lemak ditambah lebih dari 0.30% natrium berdasarkan berat (sering ditemukan pada keju atau daging olahan).
  2. Makanan dengan lebih dari 20% kalori dari lemak dan lebih dari 20% kalori dari gula sederhana (khas pada es krim dan cokelat).
  3. Makanan dengan lebih dari 40% kalori dari karbohidrat (tidak termasuk serat makanan dan gula sederhana) dan lebih dari 0.20% natrium berdasarkan berat (misalnya kerupuk kemasan dan crackers).

Rekayasa komposisi ini memiliki dampak neurobiologis yang mendalam. Konsumsi HPF menstimulasi pelepasan hormon metabolik, stres, dan nafsu makan, yang secara fundamental mengganggu kemampuan alami tubuh untuk mengatur rasa lapar dan kenyang. Ini merupakan pergeseran tanggung jawab dari ‘pilihan buruk individu’ menjadi produk yang secara inheren dirancang untuk menghasilkan konsumsi berlebihan (overconsumption).

Gangguan Regulasi Metabolik dan Satiasi

Ultra-pemrosesan tidak hanya memanipulasi rasa, tetapi juga merusak matriks makanan. Berbeda dengan makanan utuh, ultra-pemrosesan menghancurkan struktur seluler makanan, yang menyebabkan penyerapan energi yang jauh lebih cepat dalam saluran pencernaan. Selain itu, konsumsi UPF sering berbanding terbalik dengan asupan serat pangan. Rendahnya serat secara drastis mengurangi sinyal rasa kenyang, yang memungkinkan asupan kalori yang lebih tinggi sebelum munculnya rasa kenyang. Fenomena ini, ditambah dengan kurangnya pengeluaran energi saat mencerna matriks makanan yang rusak, secara langsung berkontribusi pada neraca energi positif dan penambahan berat badan.

Keterpaparan Senyawa Non-Nutrisi (Toksikologi Pangan)

Risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh UPF merupakan risiko ganda. Selain profil nutrisi yang buruk, konsumsi UPF meningkatkan kemungkinan seseorang terpapar zat atau substansi tambahan yang dimasukkan selama proses manufaktur atau yang bermigrasi dari kemasan. Substansi ini termasuk sulfit, penstabil, zat tambahan buatan, serta kontaminan lingkungan yang bermigrasi, seperti phthalate dan bisphenol.

Paparan terhadap senyawa-senyawa non-nutrisi ini dapat memicu disfungsi endokrin, yang pada gilirannya menyebabkan peradangan kronis sistemik. Inflamasi kronis adalah jalur patofisiologis utama yang mendasari berbagai PTM, menunjukkan bahwa UPF tidak hanya berbahaya karena konten makronutriennya, tetapi juga karena efek toksikologi pangan yang tersembunyi.

Bukti Epidemiologis: Beban Penyakit Kronis Global

Tinjauan bukti epidemiologis, termasuk meta-analisis dan studi kohort skala besar, secara konsisten mengaitkan konsumsi UPF yang tinggi dengan peningkatan risiko berbagai luaran kesehatan negatif, menegaskan bahwa ini adalah ancaman kesehatan sistemik.

Dampak Mortalitas dan Kesehatan Jangka Panjang

Konsumsi UPF secara langsung terkait dengan peningkatan risiko kematian. Analisis komparatif menunjukkan bahwa partisipan dengan tingkat konsumsi UPF tertinggi memiliki peningkatan risiko 15% untuk mortalitas semua penyebab (all-cause mortality) dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi paling sedikit (Hazard Ratio/HR = 1.15, 95% CI 1.09–1.22).

Lebih mengkhawatirkan lagi, penelitian tersebut mengidentifikasi adanya hubungan dosis-respons yang positif dan linier, di mana setiap peningkatan 10% dalam asupan UPF berkorelasi dengan peningkatan risiko kematian semua penyebab sebesar 10% (HR = 1.10, 95% CI 1.04–1.16). Ini menyiratkan bahwa tidak ada tingkat konsumsi UPF yang sepenuhnya aman. Analisis meta-regresi tambahan juga menunjukkan bahwa heterogenitas dalam temuan tersebut sebagian dapat dijelaskan oleh distribusi jenis kelamin, dengan risiko mortalitas yang dilaporkan lebih tinggi pada laki-laki.

Risiko Kardiometabolik dan Obesitas

UPF memainkan peran sentral dalam epidemi obesitas dan penyakit metabolik, dengan dampak yang terlihat sejak usia dini. Studi pada anak dan remaja, bahkan pada kasus di mana korelasi dengan Indeks Massa Tubuh (BMI) tidak selalu signifikan, menunjukkan korelasi yang signifikan antara konsumsi UPF dan lingkar pinggang (waist circumference), yang merupakan indikator penting obesitas sentral (r=0.119, P=0.005).

Konsumsi UPF yang tinggi pada anak-anak juga berhubungan positif dengan peningkatan z-score BMI dan indeks massa lemak (fat mass index). Secara metabolik, konsumsi UPF terkait erat dengan peningkatan kadar glukosa plasma puasa dan penurunan kadar kolesterol HDL, keduanya merupakan faktor risiko kardiometabolik utama. Studi prospektif pada remaja obesitas bahkan memperlihatkan hubungan dosis-respons linier antara konsumsi UPF yang lebih tinggi dengan prevalensi  Metabolic Associated Steatotic Liver Disease (MASLD) dan resistensi insulin. Temuan ini menegaskan bahwa UPF mempercepat lintasan penyakit kronis yang dimulai sangat dini dalam kehidupan. Selain itu, uji chi-square pada anak usia sekolah menunjukkan hubungan yang signifikan antara konsumsi UPF yang sering dan kejadian obesitas (p=0.041).

Penyakit Kronis Lainnya

Dampak UPF meluas melampaui gangguan kardiometabolik. Tinjauan sistematis dan meta-analisis studi kohort secara eksplisit mengonfirmasi adanya hubungan antara peningkatan konsumsi UPF dengan peningkatan risiko insiden Penyakit Ginjal Kronis (CKD). Ini menunjukkan bahwa beban tinggi natrium, fosfat, dan peradangan vaskular yang ditimbulkan oleh UPF menyebabkan kerusakan sistemik yang memengaruhi fungsi organ vital.

Kesehatan Mental dan Kognitif

Dampak buruk UPF juga merambah kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi UPF yang tinggi berkaitan erat dengan peningkatan risiko depresi. Individu yang mengonsumsi UPF dalam jumlah tinggi memiliki risiko 31% lebih besar untuk mengalami depresi dibandingkan dengan mereka yang memiliki asupan rendah. Hubungan ini diyakini dimediasi oleh peradangan kronis yang dipicu oleh tingginya kandungan gula dan lemak jenuh dalam UPF, yang mengganggu keseimbangan neurotransmitter yang mengatur suasana hati, seperti serotonin dan dopamin. Oleh karena itu, UPF tidak hanya mengurangi harapan hidup, tetapi juga secara substansial menurunkan kualitas hidup (QALYs).

Table 1: Ringkasan Bukti Epidemiologis Konsumsi UPF dan Risiko Kesehatan

Luaran Kesehatan Tingkat Bukti (Studi Primer) Temuan Kunci (Rasio Risiko/Odds) Mekanisme Primer yang Diduga Rujukan Sumber Data
Mortalitas Semua Penyebab Meta-Analisis Kohort HR = 1.15 (15% peningkatan risiko pada konsumsi tertinggi). Peradangan sistemik, stres oksidatif.
Obesitas Sentral Studi Kohort Anak/Remaja Korelasi signifikan dengan lingkar pinggang (r=0.119, P=0.005). Hyperpalatability, overconsumption, gangguan satiety.
Metabolic Associated Steatotic Liver Disease (MASLD) Studi Prospektif Terkait signifikan dengan konsumsi UPF lebih tinggi. Resistensi insulin, lipogenesis hepatik.
Penyakit Ginjal Kronis (CKD) Tinjauan Sistematis/Meta-Analisis Peningkatan risiko insiden. Beban natrium/fosfat, peradangan vaskular.
Depresi Studi Epidemiologis Risiko 31% lebih besar pada konsumsi tinggi. Peradangan kronis, disfungsi neurotransmitter.

Analisis Konsumsi, Tren, dan Tantangan di Asia Tenggara

Tren Pasar Regional yang Agresif

Asia Tenggara dan Asia Selatan saat ini berada di garis depan transisi gizi yang cepat, didorong oleh urbanisasi dan modernisasi gaya hidup yang serba cepat. Wilayah ini mencatat peningkatan persentase volume penjualan UPF tertinggi secara global, dengan peningkatan sebesar 67.3% antara tahun 2002 hingga 2016. Pertumbuhan pasar yang dramatis ini menunjukkan bahwa UPF adalah mesin pendorong utama di balik percepatan krisis gizi ganda (double burden of disease), di mana masalah kekurangan gizi tradisional kini beriringan dengan epidemi obesitas dan PTM terkait diet.

Peningkatan konsumsi ini tidak hanya disebabkan oleh kepraktisan, tetapi juga strategi pemasaran yang agresif oleh industri pangan dan harga yang relatif murah, yang menjadikan UPF sebagai pilihan makanan yang dominan, terutama bagi populasi berpendapatan rendah di perkotaan.

Profil Konsumsi UPF di Indonesia

Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2024 pada remaja usia 15-19 tahun memberikan gambaran yang mengkhawatirkan mengenai pola konsumsi makanan dengan karakteristik UPF. Proporsi konsumsi makanan yang dimanipulasi rasanya sangat tinggi: 35.3% remaja mengonsumsi makanan manis lebih dari satu kali per hari, 32.2% mengonsumsi makanan asin, dan 75% mengonsumsi makanan penyedap.

Tingginya frekuensi konsumsi makanan manis, asin, dan berpenyedap ini sangat sejalan dengan karakteristik hyperpalatability yang dirancang untuk memicu konsumsi berlebihan. Analisis menunjukkan bahwa pola konsumsi ini berbanding terbalik dengan asupan serat pangan , yang memperburuk kegagalan sinyal rasa kenyang dan meningkatkan risiko  overconsumption kalori secara keseluruhan. Data ini menggarisbawahi urgensi intervensi kebijakan yang menargetkan seluruh spektrum rasa yang dimanipulasi, bukan hanya gula atau garam secara terpisah.

Intervensi dan Strategi Pengurangan Konsumsi UPF

Mengatasi UPF membutuhkan intervensi lintas sektor yang mencakup regulasi, kebijakan fiskal, dan edukasi publik yang efektif. Pengalaman global, terutama di Amerika Latin, memberikan cetak biru yang penting.

Pembelajaran dari Regulasi Global: Kasus Chile dan Meksiko

Negara-negara seperti Chile telah menerapkan langkah-langkah regulasi yang tegas untuk mengendalikan UPF. Kebijakan ini termasuk penggunaan label peringatan bergambar heksagonal hitam (black octagon warning labels) di bagian depan kemasan (Front-of-Package Labelling/FOPL) untuk produk yang tinggi gula, natrium, lemak jenuh, dan kalori. Selain itu, regulasi ini membatasi pemasaran UPF yang ditujukan untuk anak-anak, termasuk larangan penggunaan karakter kartun pada kemasan.

Studi menunjukkan bahwa intervensi komprehensif semacam ini efektif dalam mengurangi asupan UPF dan mendorong perbaikan keseimbangan pola makan. Pengalaman ini menunjukkan bahwa kebijakan regulasi yang kuat dapat mengatasi rekayasa pemasaran dan  hyperpalatability UPF secara efektif, menjadikannya alat yang sangat penting untuk pengambil keputusan.

Implementasi Kebijakan Pajak Kesehatan (Fat Tax/Sugar Tax) di Indonesia

Penerapan Pajak Pangan (Fat Tax atau Sugar Tax) adalah instrumen kebijakan fiskal yang sedang dipertimbangkan di Indonesia. Tujuan utama pajak ini adalah menciptakan disinsentif harga yang cukup tinggi untuk mengurangi permintaan konsumen terhadap produk yang tidak sehat, sekaligus mendorong produsen untuk melakukan reformulasi produk.

Namun, implementasi kebijakan pajak harus dirancang dengan cermat. Mengingat UPF berbahaya karena kombinasi berbagai nutrisi kritis (gula, lemak jenuh, natrium), kebijakan pajak yang efektif harus berlapis dan menargetkan produk berdasarkan keseluruhan profil nutrisi, bukan hanya satu komponen saja. Tantangan utama termasuk potensi dampak regresi (membebani kelompok berpendapatan rendah), penentuan ambang batas yang adil, dan resistensi kuat dari industri pangan.

Label Nutrisi di Bagian Depan Kemasan (FoPNL)

Penerapan Label Nutrisi di Bagian Depan Kemasan (FoPNL) merupakan strategi untuk meningkatkan kesadaran konsumen dan memfasilitasi pilihan pangan yang lebih sehat. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada desain dan tingkat pemahaman publik.

Studi di Indonesia menunjukkan bahwa efektivitas FoPNL yang ada saat ini masih terbatas. Meskipun 52.5% responden menunjukkan perilaku positif dalam memilih pangan berlabel, 47.5% lainnya masih menunjukkan perilaku kurang baik. Kelemahan utama adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap arti label yang digunakan (misalnya, “Pilihan Lebih Sehat”). Kegagalan komunikasi publik ini berarti kebijakan label harus dialihkan dari deskriptif menjadi interpretatif. Penelitian merekomendasikan pengembangan desain label yang sederhana, jelas, dan intuitif—seperti desain Nutrilevel atau label peringatan—untuk meningkatkan daya proses kognitif publik dan dampak kebijakan secara keseluruhan.

Reformulasi Produk Pangan dan Arah Industri

Intervensi di sisi permintaan (pajak, label) harus diimbangi dengan intervensi di sisi suplai melalui reformulasi produk. Para akademisi dan peneliti menyerukan agar produk makanan ultra-proses diarahkan menuju produk olahan rendah gula dan berbahan alami.

Meskipun demikian, produsen menghadapi tantangan besar. Tuntutan untuk mereformulasi produk (misalnya, mengurangi natrium, gula, atau lemak) berbenturan langsung dengan rekayasa hyperpalatability yang merupakan kunci daya tarik produk. Reformulasi yang berhasil membutuhkan regulasi mandatori yang menstandardisasi batas nutrisi kritis secara bertahap di seluruh sektor, untuk memastikan bahwa industri tidak hanya memenuhi standar nutrisi tetapi juga mempertahankan daya saing pasar.

Table 2: Perbandingan Instrumen Kebijakan Publik untuk Pengendalian UPF

Instrumen Kebijakan Mekanisme Primer Contoh Implementasi Global Bukti Efektivitas/Tantangan di Indonesia Rujukan Sumber Data
Pajak Pangan (Sugar/Fat Tax) Disinsentif harga, Insentif Reformulasi Meksiko, Chile Sedang dipertimbangkan. Tantangan: dampak regresi, penolakan industri.
Label Nutrisi Depan Kemasan (FoPNL/FOPL) Peningkatan kesadaran, Pilihan terinformasi Chile (Peringatan), UK (Traffic Light) Efektivitas terbatas karena kurangnya pemahaman. Perlu desain intuitif (Nutrilevel).
Reformulasi Produk (Mandatori/Voluntari) Pengurangan konten kritis di sumbernya Inggris (Salt Reduction), UGM Call Harus diarahkan ke produk rendah gula/alami. Tantangan: daya saing pasar.
Regulasi Pemasaran Pembatasan iklan pada anak-anak Chile Efektif melindungi anak-anak dari paparan produk.

Kesimpulan

Makanan Ultra-Processed (UPF) merupakan ancaman kesehatan publik yang sistemik, didorong oleh rekayasa produk yang bertujuan untuk memaksimalkan konsumsi dan keuntungan, dengan mengorbankan kualitas nutrisi dan kesehatan jangka panjang. Bukti epidemiologis global dan regional secara konklusif mengaitkan konsumsi UPF dengan peningkatan risiko mortalitas semua penyebab, obesitas sentral, penyakit kardiometabolik (termasuk MASLD dan resistensi insulin), Penyakit Ginjal Kronis (CKD), dan gangguan kesehatan mental seperti depresi.

Fenomena ini diperburuk di Asia Tenggara, di mana pertumbuhan pasar UPF yang dramatis mempercepat krisis gizi ganda. Mengingat UPF dirancang untuk memintas kontrol nafsu makan dan risiko penyakit dimulai sejak usia dini, intervensi harus bersifat multidimensional dan tegas.

Strategi ke depan harus berfokus pada tiga pilar utama:

  1. Regulasi yang Kuat: Menerapkan Label Nutrisi di Bagian Depan Kemasan (FoPNL) yang interpretatif, sederhana, dan mudah dipahami, mungkin meniru format peringatan keras yang sukses seperti di Chile, untuk mengatasi kegagalan komunikasi kebijakan saat ini. Edukasi publik yang intensif harus menyertai penerapan label ini.
  2. Kebijakan Fiskal yang Bertarget: Mengeksplorasi implementasi kebijakan pajak (misalnya, Fat Tax atau Sugar Tax) yang tidak hanya menargetkan satu nutrisi, tetapi juga formulasi multi-komponen UPF (gula, natrium, lemak jenuh) secara keseluruhan.
  3. Mandat Reformulasi Industri: Mendesak atau mewajibkan reformulasi produk pangan untuk secara signifikan mengurangi kandungan nutrisi kritis dan meningkatkan kandungan serat serta bahan alami.

Selain itu, penelitian ke depan harus memprioritaskan analisis toksikologis terhadap kontaminan non-nutrisi yang bermigrasi dari kemasan (seperti phthalate dan bisphenol) untuk memberikan gambaran risiko kesehatan yang lebih lengkap terkait konsumsi UPF. Kolaborasi lintas sektor antara lembaga kesehatan, akademisi, dan pembuat kebijakan fiskal sangat krusial untuk mengendalikan tren konsumsi UPF yang merusak ini dan melindungi kesehatan generasi mendatang.