Tinjauan Berat Badan dan Tinggi Badan sebagai Indikator Vital Kesehatan Global
Pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) merupakan fondasi utama dalam praktik kesehatan masyarakat dan klinis. Data antropometri ini tidak hanya memberikan gambaran mengenai dimensi fisik individu, tetapi juga berfungsi sebagai indikator proxy yang vital untuk menilai status gizi, memprediksi risiko penyakit kronis, dan memantau perkembangan anak. Tulisan ini menyajikan tinjauan mendalam, mulai dari definisi ilmiah, standardisasi pengukuran, hingga implikasi klinis dari status berat badan yang tidak ideal.
Definisi Konseptual dan Standardisasi Pengukuran
- Berat Badan dan Tinggi Badan dalam Konteks Sains: Definisi Fisika dan Satuan Baku
- Massa Tubuh vs. Berat Tubuh: Distingsi Ilmiah dan Konteks Klinis
Dalam ilmu fisika, terdapat perbedaan mendasar antara massa dan berat. Massa (Mass) adalah besaran pokok yang bersifat skalar, yang nilainya konstan di mana pun. Satuan baku massa dalam Sistem Internasional (SI) adalah kilogram (kg). Sebaliknya,
Berat (Weight) adalah besaran turunan yang dipengaruhi oleh kuat medan gravitasi (W=m×g). Berat merupakan besaran vektor (memiliki nilai dan arah), dan satuan SI untuk berat adalah Newton (N).
Karena nilai gravitasi di permukaan bumi relatif konstan, penggunaan kilogram (kg) untuk merujuk pada “berat” dalam konteks sehari-hari dan praktik klinis telah menjadi konvensi standar dan jarang menimbulkan masalah praktis. Secara klinis, berat badan adalah ukuran tubuh dalam sisi beratnya yang ditimbang, yang kemudian digunakan sebagai basis untuk memperkirakan tingkat kesehatan atau gizi seseorang.
Antropometri: Ilmu Pengukuran Tubuh Manusia
Antropometri adalah disiplin ilmu yang berfokus pada pengukuran dimensi fisik tubuh manusia. Pengukuran BB dan TB adalah komponen inti dari antropometri yang menyediakan data kuantitatif yang diperlukan untuk penilaian status kesehatan.
Prosedur Baku Pengukuran Akurat
Keakuratan data BB dan TB sangat menentukan validitas metrik kesehatan yang diturunkan (seperti IMT dan Z-score). Oleh karena itu, standardisasi prosedur pengukuran sangat krusial.
Pengukuran Tinggi Badan (TB) / Panjang Badan (PB)
Pengukuran tinggi badan pada orang dewasa dilakukan menggunakan stadiometer. Prosedur baku mengharuskan individu berdiri tegak dengan empat titik kontak utama—bahu, punggung, bokong, dan tumit—menempel pada stadiometer. Kepala harus menghadap lurus ke depan (memastikan bidang Frankfurt horizontal). Kemudian, bar stadiometer ditarik ke bawah hingga menyentuh puncak kepala untuk mendapatkan hasil pengukuran.
Untuk bayi atau anak kecil yang belum bisa berdiri tegak (biasanya di bawah dua tahun), pengukuran dilakukan dalam posisi berbaring (panjang badan/PB) di atas permukaan keras. Petugas harus memastikan kepala anak lurus, dan pandangan mata pengukur harus tegak lurus ke tanah. Kaki anak harus ditekankan kuat ke permukaan keras, dan alat pengukur digeser ke kepala hingga menekan rambut, baru hasil dibaca dan dicatat.
Pengukuran Berat Badan (BB)
Berat badan ditimbang menggunakan timbangan yang terkalibrasi dengan satuan kilogram. Untuk memastikan konsistensi dan akurasi, penimbangan berat badan disarankan dilakukan pada waktu yang sama setiap hari (misalnya, di pagi hari setelah buang air dan sebelum makan).
Sumber Kesalahan Umum (Bias Pengukuran)
Keakuratan hasil pengukuran sangat bergantung pada kepatuhan terhadap protokol. Beberapa sumber kesalahan umum (bias pengukuran) yang dapat terjadi meliputi: penggunaan timbangan atau stadiometer pada permukaan yang tidak rata; tidak melepas popok basah pada bayi; atau masih memakai pakaian tebal, seperti jaket atau celana jeans.
Kepatuhan yang ketat terhadap protokol antropometri baku adalah prasyarat epidemiologi yang mendasar. Variasi kecil dalam teknik pengukuran, terutama pada kelompok usia rentan seperti balita , dapat menghasilkan kesalahan sistematis yang signifikan pada skala populasi. Ketidakakuratan dalam data mentah ini secara langsung memengaruhi keandalan metrik turunan seperti Z-score untuk stunting, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan intervensi kesehatan publik (seperti program gizi) menjadi salah sasaran. Oleh karena itu, pelatihan petugas lapangan dalam teknik pengukuran PB/TB yang benar dan konsisten sangat penting untuk memastikan data kesehatan nasional yang valid.
Metrik Penilaian Status Gizi Dewasa: Indeks dan Rasio
Hubungan antara berat badan dan tinggi badan dinilai menggunakan metrik turunan. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah alat skrining utama, namun metrik lain diperlukan untuk menilai distribusi lemak dan risiko metabolik secara lebih akurat.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Definisi dan Formula
IMT (Body Mass Index/BMI) adalah ukuran statistik yang paling umum digunakan untuk menilai status berat badan seseorang relatif terhadap tinggi badannya. Meskipun tidak menghitung komposisi tubuh secara langsung, IMT menunjukkan korelasi erat dengan metode lain yang mengukur lemak tubuh. IMT dihitung menggunakan formula:
IMT(kg/m2)=(Tinggi Badan(m))2Berat Badan(kg)​
IMT yang berada di atas normal seringkali identik dengan kandungan lemak berlebih (fat deposit) dan membawa risiko substansial terhadap gangguan kesehatan seperti diabetes dan penyakit jantung.
Klasifikasi IMT: Standar Global vs. Asia-Pasifik (Kemenkes RI)
Meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki klasifikasi IMT standar global, banyak negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, mengadopsi batasan cutoff yang lebih ketat. Standar Asia-Pasifik mengakui bahwa risiko penyakit metabolik dan kardiovaskular meningkat pada IMT yang lebih rendah pada populasi Asia dibandingkan dengan populasi Kaukasia.
Tabel 1: Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dewasa
Kategori Status Gizi | Klasifikasi IMT Asia-Pasifik (Kemenkes RI) | Klasifikasi IMT WHO Global | ||
Kurang Berat Badan (Underweight) | <18.5Â kg/m2 | <18.5Â kg/m2 | ||
Berat Badan Normal/Ideal | 18.5–22.9 kg/m2 | 18.5–24.9 kg/m2 | ||
Kelebihan Berat Badan (Overweight/Pra-obesitas) | 23.0–24.9 kg/m2 | 25.0–29.9 kg/m2 | ||
Obesitas Tingkat I/Obesitas | ≥25.0 kg/m2 (WHO Asia) | ≥30.0 kg/m2 |
Klasifikasi spesifik yang digunakan dalam Survei Kesehatan Indonesia (SKI 2023) menunjukkan batasan yang lebih tinggi namun masih mencerminkan sensitivitas regional: Overweight didefinisikan sebagai BMI≥25.0−<27.0, dan Obesitas sebagai BMI≥27.0. Adaptasi standar ini menegaskan bahwa bagi populasi Indonesia, definisi berat badan ideal lebih sempit, dan tindakan pencegahan harus dimulai lebih awal (misalnya pada IMT 23.0–24.9) untuk memitigasi risiko kardiovaskular.
Penilaian Obesitas Sentral: Melampaui IMT
IMT memiliki keterbatasan karena tidak secara langsung mengukur komposisi tubuh atau distribusi lemak (misalnya, tidak membedakan massa otot tinggi dari lemak tinggi). Oleh karena itu, penilaian risiko metabolik memerlukan metrik tambahan, terutama untuk mengukur obesitas sentral (lemak visceral).
Lingkar Pinggang (Waist Circumference – WC)
Pengukuran lingkar pinggang adalah prediktor penting untuk penumpukan lemak di perut atau visceral (abdominal obesity), yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyakit metabolik seperti diabetes dan penyakit jantung.
Menurut standar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), ukuran lingkar pinggang yang normal adalah: Pria ≤90 cm dan Wanita ≤80 cm. Individu yang melebihi batas ini digolongkan mengalami obesitas sentral.
Tabel 2: Batasan Klinis Obesitas Sentral (Lingkar Pinggang) Menurut Kemenkes RI
Parameter | Batasan Normal | Indikasi Obesitas Sentral (Risiko Tinggi Metabolik) | |
Lingkar Pinggang Pria | ≤90 cm | >90 cm | |
Lingkar Pinggang Wanita | ≤80 cm | >80 cm |
Rasio Pinggang-Panggul (Waist-Hip Ratio – WHR)
Rasio Pinggang-Panggul juga digunakan untuk menilai distribusi lemak. Penelitian menunjukkan bahwa WHR memiliki korelasi yang signifikan terhadap kadar kolesterol total. Hal ini memperkuat pemahaman bahwa lokasi penyimpanan lemak—terutama lemak visceral—adalah faktor risiko yang sangat kuat, seringkali lebih signifikan daripada nilai IMT total itu sendiri. Oleh karena itu, metrik WC dan WHR wajib digunakan bersama dengan IMT dalam evaluasi klinis yang komprehensif.
Metode Perhitungan Berat Badan Ideal (BBI)
Berat badan ideal bukanlah patokan angka mati, melainkan rentang berat badan yang dianggap paling sehat, mempertimbangkan tinggi badan, usia, dan jenis kelamin.
Menggunakan Rentang IMT
Metode yang paling akurat adalah menghitung rentang BBI berdasarkan rentang IMT normal (global: 18.5–24.9 kg/m2). Sebagai contoh, untuk seseorang dengan tinggi 1.58 m (158 cm), BBI idealnya berkisar antara:
- BBI minimum: 18.5×(1.58)2=46.2 kg
- BBI maksimum: 24.9×(1.58)2=62.2 kg.
- Rumus Broca
Rumus Broca adalah metode cepat yang banyak digunakan untuk perkiraan di lapangan, yang memberikan nilai BBI tunggal:
- Pria: BBI(kg)=−.
- Wanita: BBI(kg)=−.
Rumus Klinis Lanjutan (Devine dan Hamwi)
Metode seperti Hamwi dan Devine sering digunakan dalam pengaturan klinis, terutama untuk penentuan dosis obat dan estimasi nutrisi, karena memprediksi berat badan sebagai fungsi linier dari tinggi badan.
- Hamwi (Metrik): Pria = 48Â kg untuk 152.4Â cm pertama ditambah 1.1Â kg untuk setiap sentimeter tambahan di atas 152.4Â cm. Wanita = 45Â kg untuk 152.4Â cm pertama ditambah 0.9Â kg untuk setiap sentimeter tambahan di atas 152.4Â cm.
Pemantauan Pertumbuhan Anak: Standar WHO dan Implikasinya
Pengukuran BB dan TB pada anak di bawah usia 5 tahun dianalisis secara berbeda dari dewasa. Data diplot pada kurva pertumbuhan untuk menilai apakah anak berada dalam kisaran pertumbuhan yang diharapkan.
Kurva Pertumbuhan WHO dan Metrik Utama
Kurva Pertumbuhan WHO (WHO Child Growth Standards) adalah alat standar global yang digunakan untuk memantau pertumbuhan anak dari lahir hingga 5 tahun. Kurva ini membandingkan pengukuran anak terhadap standar internasional anak-anak yang tumbuh secara optimal dalam kondisi lingkungan yang sehat.
Komponen utama kurva WHO meliputi :
- Panjang Badan menurut Usia (Length-for-Age).
- Berat Badan menurut Usia (Weight-for-Age).
- Berat Badan menurut Panjang Badan (Weight-for-Length) atau Tinggi Badan (Weight-for-Height).
- Indeks Massa Tubuh untuk Usia (BMI-for-Age).
Interpretasi Berbasis Z-Score: Batasan Klinis
Pemantauan pertumbuhan pada anak menggunakan sistem Z-score, yang mengukur seberapa jauh pengukuran (BB atau TB) seorang anak menyimpang dari nilai median populasi referensi dalam satuan simpangan baku (SD).
Kriteria Status Gizi Anak (0–59 Bulan)
Z-score memungkinkan diagnosis dini masalah gizi seperti kekurangan gizi kronis (stunting) dan kekurangan gizi akut (wasting), serta kelebihan berat badan.
Tabel 3: Kriteria Status Gizi Anak Berdasarkan Z-Score WHO (0-59 Bulan)
Indikator | Parameter Z-Score | Implikasi Status Gizi | |
Stunting (PB/U atau TB/U) | <−3.0 SD | Sangat Pendek (Severely Stunted) | |
Stunting (PB/U atau TB/U) | <−2.0 SD | Pendek (Stunted) | |
Wasting (BB/PB atau BB/TB) | <−2.0 SD | Kurus (Wasted) | |
Kelebihan Berat Badan (BB/PB atau BB/TB) | >+2.0Â SD | Kelebihan Berat Badan (Overweight) |
Signifikansi Klinis Stunting
Indikator Tinggi Badan menurut Usia (Stunting) memiliki implikasi jangka panjang yang signifikan. Stunting mencerminkan kegagalan pertumbuhan linier kronis, yang seringkali merupakan akibat kumulatif dari kekurangan gizi, infeksi berulang, atau masalah kesehatan yang mendasarinya. Berbeda dengan wasting (kurus) yang mencerminkan kekurangan gizi akut, stunting secara keseluruhan mencerminkan perkembangan otak dan kemampuan kecerdasan. Individu yang mengalami stunting memiliki potensi perkembangan kognitif yang berbeda dibandingkan mereka yang pertumbuhannya lebih optimal. Oleh karena itu, stunting bukan hanya masalah fisik, tetapi juga indikator kualitas hidup jangka panjang dan potensi sumber daya manusia.
Pemantauan pertumbuhan yang teratur, terutama dalam dua tahun pertama kehidupan, sangat penting. Gangguan pertumbuhan, seperti penurunan garis persentil kurva atau tinggi badan yang berada di bawah persentil 3, harus segera ditindaklanjuti untuk memastikan anak mencapai potensi genetik terbaiknya.
Determinan Biologis dan Lingkungan terhadap Berat dan Tinggi Badan
Berat badan dan tinggi badan dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara faktor genetik, hormonal, dan lingkungan.
Faktor Genetika dan Etnis
Potensi tinggi badan akhir seseorang sebagian besar dibatasi oleh faktor genetik. Namun, apakah potensi genetik ini dapat terwujud sepenuhnya sangat bergantung pada intervensi lingkungan. Selain itu, faktor genetik juga berperan dalam regulasi berat badan; ras atau etnis tertentu dapat menunjukkan kerentanan yang berbeda terhadap obesitas atau kegemukan.
Regulasi Hormonal Pertumbuhan
Regulasi tinggi badan didominasi oleh dua hormon utama:
Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone – GH)
GH disekresikan oleh kelenjar pituitari dan merupakan pendorong utama pertumbuhan linier serta pengatur penting dalam metabolisme tubuh. Kekurangan GH pada orang dewasa dapat menyebabkan serangkaian masalah, termasuk peningkatan lemak tubuh (terutama di perut), penurunan massa otot dan kekuatan, penurunan energi, osteoporosis (penurunan kepadatan tulang), dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1)
IGF-1 (atau Somatomedin C) adalah mediator utama aksi GH dan merupakan hormon vital yang disintesis di hati. IGF-1 memiliki peran penting dalam pertumbuhan prenatal dan postnatal. Hormon ini menstimulasi proliferasi sel, sintesis protein, dan sangat penting untuk pertumbuhan tulang rawan, ginjal, saraf, dan organ lain. Ikatan antara IGF-1 dengan reseptornya (IGF1R) memicu jalur pensinyalan yang meningkatkan kelangsungan hidup sel.
Peran Gizi (Nutrisi) sebagai Faktor Lingkungan Utama
Nutrisi adalah faktor lingkungan terpenting yang memengaruhi pertumbuhan linier. Jika pasokan nutrisi terbatas, tubuh akan mengalokasikan sumber daya untuk fungsi dasar metabolisme, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan optimal.
Terdapat hubungan kausalitas yang kuat antara nutrisi dan sistem hormonal GH-IGF-1. GH merangsang hati untuk memproduksi IGF-1, tetapi jika bahan baku nutrisi (terutama protein, vitamin, dan mineral) tidak tersedia, sintesis IGF-1 akan terganggu. Oleh karena itu, memastikan asupan nutrisi yang memadai tidak hanya memenuhi fungsi basal tetapi juga memungkinkan jalur GH/IGF-1 bekerja secara optimal untuk pertumbuhan.
Makro- dan Mikronutrien Penting untuk Pertumbuhan:
Nutrisi yang mendukung pertumbuhan optimal meliputi:
- Protein: Penting untuk sintesis protein. Sumber utama adalah daging sapi, daging ayam, ikan, telur, dan kacang-kacangan.
- Kalsium, Fosfor, dan Magnesium: Mineral penting untuk kepadatan dan pertumbuhan tulang. Sumber utama termasuk susu, produk olahan susu (seperti yogurt), dan ikan teri (yang kaya kalsium).
- Vitamin B12, Zinc, dan Folat: Vitamin dan mineral yang mendukung tumbuh kembang dan penambahan tinggi serta berat badan bayi.
Spektrum Risiko Kesehatan: Dampak Status Berat Badan Tidak Ideal
Berat badan ideal penting untuk mengurangi risiko berbagai penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. Status berat badan yang menyimpang dari normal—baik kelebihan maupun kekurangan—memiliki konsekuensi kesehatan yang serius.
Risiko Klinis Kelebihan Berat Badan dan Obesitas
Secara ilmiah, obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan kronis antara asupan energi dan energi yang digunakan.
Gangguan Metabolik dan Kardiovaskular
Obesitas adalah pemicu utama resistensi insulin, suatu kondisi yang menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan dapat memicu diabetes tipe 2. Selain itu, obesitas meningkatkan kolesterol dan tekanan darah. Obesitas menyebabkan peradangan sistemik ringan yang bersifat kronis (inflamasi), yang merupakan mekanisme mendasar yang memicu penyakit kardiovaskular. Kelebihan berat badan, terutama yang terlokalisasi di sekitar perut (obesitas sentral), adalah faktor risiko utama yang terbukti independen terhadap nilai IMT—untuk penyakit stroke.
Komplikasi Pulmoner dan Pernapasan
Kelebihan berat badan dapat menghimpit rongga dada, menyebabkan gangguan pernapasan, termasuk sleep apnea (gangguan pernapasan saat tidur). Kondisi yang lebih parah adalah  Obesity Hypoventilation Syndrome (OHS), di mana ketidakmampuan tubuh menarik napas dalam menyebabkan tingginya karbondioksida dan rendahnya oksigen dalam darah. Gejala OHS termasuk kualitas tidur yang buruk, sesak napas, dan depresi.
Kanker
Obesitas erat dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa jenis kanker, yang dihubungkan dengan kadar insulin yang tinggi, produksi estrogen berlebihan oleh sel lemak, dan peradangan kronis. Sel-sel lemak juga dapat menyumbat sel-sel khusus yang melawan kanker, sehingga meningkatkan risiko perkembangan sel kanker.
- Beban Muskuloskeletal dan Kesehatan Tulang
- Obesitas dan Risiko Muskuloskeletal
Peningkatan IMT (kelebihan berat badan dan obesitas) adalah faktor risiko independen untuk gangguan muskuloskeletal (MSD). Berat badan yang berlebihan memberikan tekanan mekanis yang signifikan pada persendian dan otot, yang berkontribusi pada nyeri punggung, nyeri bahu , dan perburukan radang sendi lutut. Karena risiko cedera yang lebih tinggi akibat perubahan struktur otot dan persendian, individu dengan obesitas disarankan untuk selalu melakukan peregangan dan pemanasan sebelum berolahraga.
Kekurangan Berat Badan dan Osteoporosis
Spektrum risiko kesehatan untuk tulang bersifat bimodal. Sementara obesitas merusak sendi melalui beban mekanis, individu dengan IMT underweight (<18.5 kg/m2) rentan terhadap osteoporosis. Hal ini disebabkan oleh kepadatan mineral tulang yang rendah, yang menjadikan tulang mudah keropos. Dengan demikian, status IMT normal (18.5–22.9 kg/m2 menurut standar Asia-Pasifik) adalah zona optimal untuk perlindungan metabolik dan struktural.
Strategi Intervensi dan Rekomendasi Klinis
Manajemen berat badan yang sehat bertujuan untuk mencapai berat badan ideal dalam rentang yang dapat dipertahankan seumur hidup.
Prinsip Dasar Manajemen Berat Badan
Prinsip inti untuk mengatasi kelebihan berat badan adalah menciptakan defisit kalori, di mana asupan energi yang masuk lebih rendah daripada energi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jangka waktu lama. Pendekatan ini harus bersifat holistik, menggabungkan pengaturan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, dan istirahat yang cukup.
- Komponen Kunci Intervensi Gizi dan Gaya Hidup
- Pola Makan Terstruktur
Pengaturan pola makan melibatkan konsumsi makanan bergizi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak sehat, serat, vitamin, dan mineral. Dianjurkan untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering (setiap 3–4 jam) untuk mengendalikan rasa lapar dan mencegah makan berlebihan, sehingga membantu mengatur jumlah kalori yang masuk.
Aktivitas Fisik
Peningkatan aktivitas fisik sangat penting untuk meningkatkan pengeluaran energi. Bagi individu dengan IMT tinggi, penting untuk memastikan sesi latihan mencakup peregangan/stretching dan pemanasan sebelum berolahraga, diikuti dengan pendinginan, untuk meminimalkan risiko cedera sendi dan otot.
Bimbingan Profesional
Penurunan berat badan harus dilakukan secara terencana dan terukur. Penurunan berat badan secara drastis dapat menyebabkan perubahan struktur fisiologis dan psikologis (termasuk mood dan hormonal). Oleh karena itu, dosis latihan dan porsi makan harus disesuaikan berdasarkan saran dari tenaga ahli medis, seperti ahli gizi dan fisioterapi, untuk memastikan proses yang sehat dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Berat dan tinggi badan adalah metrik antropometri yang mendasar, berfungsi sebagai indikator proxy esensial untuk status gizi dan risiko kesehatan. Penilaian yang akurat memerlukan standardisasi ketat dalam pengukuran (menggunakan stadiometer/microtoise dan timbangan terkalibrasi) dan pemahaman terhadap standar interpretasi yang relevan (IMT Asia-Pasifik untuk dewasa, dan Z-score WHO untuk anak).
Status berat badan yang optimal (IMT normal) memberikan perlindungan terbaik terhadap berbagai penyakit. Di Indonesia, metrik IMT harus diinterpretasikan menggunakan standar Asia-Pasifik yang lebih ketat (18.5–22.9 kg/m2 ideal), dan harus dilengkapi dengan pengukuran Lingkar Pinggang (Pria ≤90 cm, Wanita ≤80 cm) untuk menilai obesitas sentral. Penggunaan metrik distribusi lemak ini sangat penting karena distribusi lemak visceral merupakan prediktor risiko metabolik yang lebih kuat daripada IMT total.
Di sisi anak-anak, pemantauan pertumbuhan menggunakan Z-score WHO sangat krusial, terutama karena indikator tinggi badan (stunting) mencerminkan kegagalan pertumbuhan linier kronis yang berimplikasi pada perkembangan kognitif jangka panjang.Manajemen berat badan harus didasarkan pada prinsip defisit kalori, didukung oleh nutrisi yang memadai (terutama protein dan mineral untuk mendukung aksi hormon GH/IGF-1) dan aktivitas fisik yang teratur. Intervensi yang berhasil harus selalu bersifat individual, holistik, dan berkelanjutan, didampingi oleh profesional kesehatan.