Loading Now

Etika Kepedulian Global: Telaah Komparatif Prinsip Relasionalitas Moral dari Care Ethics (Barat), Ukhuwah (Islam), dan Ubuntu (Afrika)

Mendefinisikan Kembali Paradigma Moralitas Global

Selama berabad-abad, diskursus moralitas didominasi oleh teori-teori etika tradisional yang berorientasi pada prinsip (seperti deontologi Kantian) atau konsekuensi (utilitarianisme). Teori-teori ini cenderung menekankan objektivitas, universalitas, dan impersonalitas, sering kali mengabaikan konteks sosial dan emosional di mana keputusan moral yang sebenarnya dibuat. Kritik terhadap dominasi ini telah mendorong pencarian paradigma moralitas yang lebih berbasis konteks, hubungan, dan komunitas. Dalam menghadapi krisis kemanusiaan, ketidaksetaraan struktural, dan tantangan ekologi global, terdapat urgensi untuk mengadopsi kerangka etika yang menempatkan kepedulian dan interdependensi sebagai nilai moral tertinggi.

Premis Dasar Etika Kepedulian (The Ethic of Care)

Etika Kepedulian muncul sebagai respons filosofis yang menantang pendekatan etika tradisional yang memprioritaskan konsep teoritis atau situasi ideal. Etika Kepedulian adalah sebuah pendekatan moral yang menekankan relasionalitas dan kepekaan konteks dalam interaksi antarpribadi. Menurut para sarjana etika kepedulian, kepedulian adalah praktik yang mendasar, dan memberikan kepedulian menuntut pembuatan pilihan moral dalam keadaan dunia nyata, didasarkan pada kesadaran mendalam akan dinamika dan koneksi yang sedang dimainkan.

Pemahaman bahwa moralitas harus muncul dari hubungan dan interdependensi antarindividu ini berfungsi sebagai landasan ideal untuk menganalisis kerangka kerja etika komunal dan relasional dari berbagai benua, termasuk Ukhuwah dalam Islam dan Ubuntu di Afrika. Meskipun Care Ethics Barat menyediakan landasan filosofis modern yang kritis terhadap moralitas berbasis prinsip, etika komunal dari Timur Tengah dan Afrika menawarkan model yang lebih tua dan lebih terinstitusi untuk menerapkan kepedulian dalam skala sosial dan bahkan ontologis.

Pondasi Etika Kepedulian Barat (The Ethic of Care): Relasionalitas dan Kritik Moralitas Prinsip

Genealogi dan Evolusi Konseptual

Etika Kepedulian modern secara eksplisit diartikulasikan pada awal 1980-an oleh Carol Gilligan dan Nel Noddings. Genealogi Care Ethics berakar pada kritik feminis terhadap teori perkembangan moral yang ada.

  1. Kritik Gilligan terhadap Perkembangan Moral Kohlberg:Carol Gilligan, dalam karyanya yang berpengaruh In a Different Voice: Psychological Theory and Women’s Development (1982), mengemukakan bahwa ada “suara moral yang berbeda” atau perspektif moral yang cenderung diandalkan oleh perempuan ketika membuat keputusan. Gilligan, yang saat itu adalah mahasiswa pascasarjana di Harvard di bawah bimbingan Lawrence Kohlberg, berpendapat bahwa model Kohlberg yang memposisikan pemikiran yang semakin universal dan berprinsip sebagai puncak perkembangan moral, bias terhadap pengalaman moral laki-laki. Sebaliknya, suara moral yang berbeda ini berpusat pada hubungan, empati, dan kepedulian, bukan pada prinsip moral yang abstrak. Etika Kepedulian modern menentang moralitas yang menempatkan prioritas lebih tinggi pada impersonalitas dibandingkan dengan konteks interaksi.
  2. Noddings dan Kepedulian sebagai Praktik:Nel Noddings mengembangkan pandangan bahwa kepedulian bukan hanya perasaan, tetapi komitmen yang aktif terhadap flourishing—pertumbuhan dan perkembangan—individu, dengan pengakuan tegas atas keterkaitan dan interdependensi kita. Kepedulian di sini dipahami sebagai praktik yang mencakup segala upaya untuk membantu individu memenuhi kebutuhan biologis vital mereka, mengembangkan kemampuan dasar, dan menghindari atau mengurangi rasa sakit dan penderitaan yang tidak perlu, sehingga mereka dapat bertahan hidup, berkembang, dan berfungsi dalam masyarakat.

Interdependensi dan Kewajiban Moral yang Kontekstual

Etika Kepedulian Barat secara fundamental bertumpu pada interdependensi sebagai basis ontologis-psikologis. Moralitas muncul dari fakta bahwa manusia adalah makhluk relasional yang saling membutuhkan. Kewajiban moral, oleh karena itu, bersifat kontekstual dan dinamis.

Kajian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang mengikuti etika kepedulian cenderung mengambil risiko pribadi (risiko diri) demi menjunjung tinggi hubungan dan kesejahteraan orang yang dirawat. Penekanan pada interdependensi dan pemenuhan kebutuhan dasar menempatkan Care Ethics pada spektrum yang sangat praksis, di mana moralitas dinilai dari efektivitasnya dalam merawat dan memungkinkan kehidupan yang layak.

Meskipun demikian, karena akarnya dalam psikologi dan filosofi pasca-rasional Barat, Etika Kepedulian ini sering beroperasi pada tingkat interpersonal atau institusional mikro (seperti etika profesionalisme atau pendidikan). Etika Kepedulian Barat menyediakan justifikasi moral yang kuat mengenai mengapa kepedulian itu penting (kebutuhan individu untuk berkembang), tetapi seringkali kekurangan mekanisme yang terlembaga atau basis teologis yang kuat untuk mengatasi masalah keadilan struktural yang masif, seperti kemiskinan global atau krisis ekologi. Kesenjangan dalam institusionalisasi inilah yang dapat dijawab melalui analisis kerangka komunal lainnya.

Ukhuwah Islam: Jaringan Persaudaraan dari Teologi ke Kemanusiaan Universal

Terminologi, Makna, dan Klasifikasi Ukhuwah

Ukhuwah merupakan konsep fundamental dalam Islam yang berarti persaudaraan, berasal dari kata Arab akh (saudara). Secara istilah, Ukhuwah Insaniyah (persaudaraan kemanusiaan) diartikan sebagai suatu persaudaraan sesama manusia tanpa membedakan antara ras, agama, atau golongan. Ini adalah prinsip penting yang menjembatani nilai-nilai universal kemanusiaan dengan ajaran Islam.

Konsep Ukhuwah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yang membentuk hierarki kepedulian yang komprehensif:

  1. Ukhuwah ‘Ubūdiyyah:Ini adalah persaudaraan kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah SWT. Semua makhluk, termasuk manusia dan alam, bersaudara dalam arti memiliki persamaan dalam ciptaan dan ketundukan kepada Sang Pencipta. Ini memberikan dimensi kosmik pada kepedulian, memperluas cakupan moral melampaui hubungan antarpribadi.
  2. Ukhuwah Insāniyyah (Basyariyah):Ini adalah persaudaraan universal umat manusia, didasarkan pada fakta bahwa semua manusia berasal dari ayah dan ibu yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Prinsip ini mendorong semangat persaudaraan universal dan non-diskriminasi.
  3. Ukhuwah Wathoniyah:Persaudaraan setanah air, yang menegaskan kewajiban moral terhadap komunitas nasional atau negara.
  4. Ukhuwah Islāmiyyah:Persaudaraan internal sesama Muslim.
  5. Landasan Teologis Ukhuwah Insaniyah

Landasan teologis Ukhuwah Insaniyah sangat kuat, didukung oleh teks-teks utama. Konsep ini berakar pada pemahaman bahwa seluruh umat manusia adalah satu keluarga besar.

Salah satu dalil terpenting adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat Ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ.

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (Ta’āruf). Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Ayat ini secara eksplisit mengajarkan tentang kesatuan asal-usul manusia dan kesetaraan derajat di hadapan Tuhan, yang hanya diukur dengan ketakwaan, bukan ras, etnis, atau status sosial. Pemahaman ini secara langsung mendorong sikap inklusif dan toleran terhadap keragaman , yang merupakan implementasi nyata dari etika kepedulian universal.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW menekankan dalam sabdanya: “Jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara”. Ajaran ini menggarisbawahi bahwa persaudaraan adalah hasil dari ketaatan kepada Tuhan, sehingga kepedulian sosial adalah mandat ilahi.

Manifestasi Kepedulian (Fikih Sosial) dalam Keadilan Distributif

Salah satu perbedaan mendasar yang memisahkan Ukhuwah dari Care Ethics Barat adalah sifat kewajiban dan pelembagaannya dalam sistem hukum dan ekonomi. Dalam Islam, kepedulian sosial tidak bersifat filantropis semata atau sukarela, tetapi wajib dan terinstitusi melalui mekanisme fikih (hukum sosial).

  1. Zakat dan Wakaf sebagai Instrumen Kepedulian Institusional:Zakat (pajak wajib tahunan atas kekayaan) dan Wakaf (penghibahan aset untuk kemaslahatan publik) memainkan peran vital dalam perekonomian umat. Zakat memiliki dua dimensi: dimensi vertikal (uluhiyyah) sebagai ibadah untuk membersihkan harta, dan dimensi horizontal (insaniyyah) sebagai alat yang efektif untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Prinsip syariah dalam pengelolaan kedua instrumen ini menekankan keadilan distributif, transparansi, dan akuntabilitas.

Kewajiban vertikal (ibadah) menghasilkan kewajiban horizontal (kepedulian sosial). Pembayaran zakat bertujuan untuk menanamkan sifat-sifat mulia, yaitu kebersamaan, gotong royong, dan tolong-menolong. Zakat berfungsi sebagai mekanisme ekonomi struktural untuk memastikan bahwa beban kaum lemah dan fakir diringankan, dan mereka mendapatkan kemudahan. Dengan demikian, Ukhuwah menawarkan model kepedulian yang mandatory dan terinstitusi, menjadikannya kerangka kerja yang kuat untuk mengatasi ketidakadilan struktural yang seringkali luput dari pandangan teori etika yang hanya berfokus pada pengambilan keputusan moral individual.

  1. Kepedulian Ekologis:Dimensi Ukhuwah ‘Ubūdiyyahjuga menyediakan kerangka kepedulian yang meluas ke lingkungan (ekologi). Solidaritas kemanusiaan ditekankan dalam menghadapi krisis ekologi global. Hal ini sesuai dengan perintah untuk tidak membuat kerusakan di bumi setelah Allah memperbaikinya (QS. Al-A’raf:56) , menunjukkan bahwa prinsip persaudaraan mencakup hubungan yang bertanggung jawab dengan kosmos.

Ubuntu Afrika: Ontologi Komunitas dan Keadilan Restoratif

Definisi Filosofis: Manusia Dibentuk oleh Manusia Lain

Ubuntu adalah filosofi Afrika Selatan (Bantu) yang menekankan keterkaitan individu dengan dunia sosial dan fisik di sekitarnya. Meskipun sering diterjemahkan sebagai “Saya adalah karena kita adalah” (I am because we are), Michael Eze, seorang filsuf Afrika Selatan, mendefinisikannya dengan lebih presisi: “Seseorang adalah seseorang melalui orang lain” (Umuntu ngumuntu ngabantu).

Filosofi ini mengajarkan pemahaman mendalam bahwa manusia tidak dilahirkan sebagai individu yang terisolasi, tetapi dibentuk dalam komunitas dan hubungan dengan sesama. Kemanusiaan (humanity) dipandang sebagai upaya kolektif; orang menciptakan dan mempertahankan satu sama lain.

Dimensi Ontologis dan Moralitas Komunal

Ubuntu menawarkan dasar etika kepedulian yang paling radikal, karena ia bersifat ontologis—eksistensi diri terikat pada pengakuan dan martabat orang lain. Konsep ini secara eksplisit menolak ilusi diri yang terpisah atau individualisme mutlak, karena semua hal saling bergantung dan terhubung.

  1. Kesehatan Kolektif dan Moralitas:Inti dari moralitas Ubuntu adalah pandangan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat sehat ketika komunitasnya sakit. Keberadaan dan martabat seseorang bergantung erat pada keberadaan dan martabat orang lain. Jika seseorang merusak kemanusiaan orang lain, ia secara fundamental merendahkan kemanusiaannya sendiri.
  2. Afirmasi Diri Melalui Afirmasi Orang Lain:Uskup Desmond Tutu mendeskripsikan seseorang dengan Ubuntu sebagai orang yang terbuka dan tersedia bagi orang lain, mengafirmasi orang lain, dan tidak merasa terancam oleh kemampuan orang lain. Hal ini karena mereka memiliki kepastian diri yang tepat yang berasal dari pengetahuan bahwa mereka milik keseluruhan yang lebih besar dan diminimalisir ketika orang lain dihinakan atau direndahkan. Filosofi ini mengalihkan agen moralitas dari “individu yang membuat keputusan” menjadi “komunitas yang membentuk moralitas individu.”
  3. Aplikasi Ubuntudalam Keadilan Transisional (TRC)

Kekuatan Ubuntu sebagai kerangka etika kepedulian mencapai puncaknya dalam implementasi politik dan yudisial, khususnya dalam Truth and Reconciliation Commission (TRC) di Afrika Selatan (didirikan 1995).

  1. Peran dalam TRC:Semangat Ubuntu, yang diterjemahkan sebagai kesadaran spiritual akan keterkaitan kita sebagai keluarga manusia, memperkaya mandat TRC. TRC didirikan untuk membantu menyembuhkan negara dan mencapai rekonsiliasi setelah era apartheid.
  2. Keadilan Restoratif:Di bawah panduan Ubuntu, TRC mengambil pendekatan keadilan restoratif, yang berfokus pada pemulihan martabat korban dan bukan sekadar hukuman retributif (pembalasan) bagi pelaku. Komisi tersebut diberi wewenang untuk memberikan amnesti kepada pelaku kejahatan yang bermotif politik, asalkan mereka memberikan pengungkapan penuh (full disclosure) atas kejahatan yang dilakukan. Penggunaan Ubuntu ini menunjukkan bahwa etika berbasis relasi dapat dioperasikan pada skala politik-negara yang luas, memandu proses hukum yang paling sulit dengan fokus pada kemanusiaan bersama, alih-alih sekadar pembalasan dendam. Hal ini membuktikan bahwa etika kepedulian dapat menjadi arsitek solusi konflik tingkat tinggi, melampaui peran interpersonalnya.

Analisis Komparatif dan Sintesis Lintas Benua

Eksplorasi terhadap Care EthicsUkhuwah, dan Ubuntu menunjukkan adanya konvergensi fundamental dalam menolak etika berbasis individualisme, namun terdapat perbedaan signifikan dalam sumber otoritas moral dan ruang lingkup aplikasinya.

Titik Konvergensi: Landasan Etika Kepedulian Universal

Ketiga paradigma, meskipun berasal dari konteks budaya yang berbeda, sepakat bahwa moralitas sejati berakar pada koneksi dan kepedulian:

  1. Interdependensi Kritis:Ketiga kerangka kerja secara tegas mengakui bahwa individu membutuhkan orang lain untuk mencapai perkembangan (flourishing) , untuk memenuhi kewajiban agama dan sosial , dan bahkan untuk mencapai eksistensi yang utuh.
  2. Prioritas Konteks:Keputusan moral harus didasarkan pada dinamika dan koneksi nyata yang ada. Ini adalah penolakan terhadap teori moral yang kaku dan abstrak.
  3. Penghormatan Martabat Kemanusiaan:Baik Ukhuwah Insaniyah (kesatuan asal-usul)  maupun Ubuntu (kita menjadi manusia hanya melalui kemanusiaan orang lain)  secara tegas menjunjung tinggi martabat universal seluruh umat manusia.

Titik Divergensi: Sumber Otoritas Moral dan Ruang Lingkup

Perbedaan kunci terletak pada fondasi dari mana kewajiban kepedulian itu berasal dan bagaimana ia dilembagakan secara sosial.

Tabel 1: Perbandingan Prinsip Dasar Tiga Paradigma Kepedulian

Dimensi Kunci Etika Kepedulian (Barat) Ukhuwah (Islam) Ubuntu (Afrika)
Sumber Otoritas Filsafat Moral, Psikologi, Kritik Feminisme, Pengalaman Relasional Wahyu (Al-Qur’an & Sunnah), Hukum Syariah, Teologi Kosmologi Adat, Komunitas, Filosofi Ontologis
Sifat Kewajiban Moral yang diinduksi oleh konteks/emosi (volunter/personal) Wajib (Mandatory) dan Terinstitusi (Zakat, Wakaf) Ontologis (Kondisi eksistensi diri), Adat, dan Komunal
Aplikasi Skala Besar Terutama interpersonal dan institusi mikro (misalnya, kepemimpinan etis) Mekanisme Keadilan Distributif (Ekonomi, Zakat, Wakaf) Keadilan Restoratif dan Rekonsiliasi Politik (TRC)
Cakupan Kepedulian Hubungan Antarpribadi (Interpersonal) Kosmik (Ubūdiyyah), Universal (Insāniyyah), Internal (Islāmiyyah) Ontologis dan Komunal (Pembentukan Diri)

Perbandingan ini mengungkapkan bahwa sementara Etika Kepedulian Barat berjuang dengan pelembagaan kewajiban kepedulian yang sering dianggap bersifat volunter, Ukhuwah berhasil mengaitkan kewajiban kepedulian (melalui Zakat dan Wakaf) secara langsung dengan ketaatan agama, menjadikannya sebuah sistem keadilan distributif yang terikat hukum. Sementara itu, Ubuntu menawarkan dasar ontologis di mana kepedulian adalah prasyarat untuk kemanusiaan itu sendiri, memberikan kerangka yang sangat kuat untuk proses politik makro seperti rekonsiliasi.

Kritik Epistemologis dan Tantangan Global

Teori moral yang dominan di kancah internasional sering kali mencerminkan bias Barat dan maskulin. Eksplorasi Ukhuwah dan Ubuntu menunjukkan bahwa terdapat kerangka etika relasional yang matang yang menawarkan perspektif holistik yang melampaui fokus interpersonal sempit:

  1. Cakupan Kosmik:Ukhuwah ‘Ubūdiyyah  dan penekanan pada solidaritas kemanusiaan dalam menghadapi krisis ekologi  memperluas etika kepedulian dari hanya antarmanusia menjadi hubungan dengan seluruh ciptaan.
  2. Basis Eksistensial:Ubuntu adalah pandangan eksistensial yang mengajarkan bahwa diri individu harus mempertimbangkan kesejahteraan keseluruhan sebelum mempertimbangkan kepentingan pribadi.

Ini berarti bahwa Etika Kepedulian Global yang komprehensif harus mengambil pelajaran dari kerangka-kerangka ini untuk mengatasi masalah struktural dan lingkungan, bukan hanya masalah interpersonal. Kerangka Islam dan Afrika menunjukkan bahwa etika relasional memiliki potensi untuk menjadi arsitek bagi keadilan ekonomi dan politik yang terlembaga.

Kesimpulan

Analisis komparatif menunjukkan bahwa tidak ada satu pun paradigma yang mencakup seluruh spektrum kebutuhan kepedulian manusia. Etika Kepedulian Global yang efektif dan menyeluruh perlu mengintegrasikan elemen-elemen terbaik dari masing-masing tradisi:

  1. Dasar Kontekstual dan Empati:Diperoleh dari Care Ethics modern, yang mengajarkan kepekaan terhadap konteks dan nuansa relasi interpersonal, serta pentingnya flourishing
  2. Kewajiban Institusional dan Ekonomi:Diambil dari Ukhuwah, yang mengikat kepedulian pada kewajiban hukum dan teologis (Zakat/Wakaf), memastikan bahwa keadilan distributif menjadi mekanisme struktural yang mandatory, bukan opsional.
  3. Basis Ontologis dan Restoratif:Diperoleh dari Ubuntu, yang menanamkan pemahaman bahwa eksistensi dan martabat diri individu bergantung pada martabat orang lain, memfasilitasi keadilan restoratif, rekonsiliasi, dan penghapusan individualisme radikal.

Implikasi dari sintesis etika kepedulian global ini adalah bahwa pendekatan moral harus diintegrasikan ke dalam kebijakan sosial dan politik secara luas, mengubah sistem, bukan hanya perilaku individu.

  1. Pendidikan Karakter Moral:Sistem pendidikan harus dirancang untuk menanamkan pemahaman bahwa diri (self) adalah bagian dari keseluruhan yang lebih besar, sebagaimana ditekankan oleh Ubuntu. Ini berarti membangun karakter yang melihat penderitaan orang lain sebagai diminusi terhadap diri sendiri.
  2. Tata Kelola Ekonomi:Negara dan organisasi global harus mengadopsi prinsip keadilan distributif yang terinstitusi, mencontoh fungsi Zakat dan Wakaf dalam mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi. Keadilan harus dipandang sebagai fungsi dari hubungan yang sehat, bukan sekadar alokasi sumber daya yang netral.
  3. Penanganan Konflik dan Hukum:Dalam penanganan konflik, terutama pasca-konflik, penting untuk memprioritaskan keadilan restoratif dan rekonsiliasi, menggunakan kerangka kerja seperti TRC di Afrika Selatan yang dipandu oleh semangat Ubuntu. Tujuannya adalah menyembuhkan hubungan kolektif, bukan sekadar menghukum pelaku.
  4. Kebijakan Lingkungan:Mengingat Ukhuwah ‘Ubūdiyyah dan desakan untuk tidak membuat kerusakan di bumi , solidaritas kepedulian harus diperluas untuk mencakup tanggung jawab ekologis. Krisis ekologi global membutuhkan solidaritas kemanusiaan universal yang memahami bahwa kerusakan lingkungan adalah kerusakan pada persaudaraan makro kita.