Loading Now

Masa Depan Kendaraan: Studi Komparatif Preferensi Mobil Listrik vs. Konvensional di Pasar Eropa, Cina, dan Amerika Serikat

Revolusi kendaraan listrik (EV) kini telah menjadi kenyataan, bukan lagi sekadar proyeksi masa depan. Penjualan mobil listrik global mencapai lebih dari 17 juta unit pada tahun 2024, menandai peningkatan signifikan sebesar lebih dari 25% dibandingkan tahun 2023. Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari 20% dari semua mobil baru yang dijual di seluruh dunia adalah listrik. Namun, angka pertumbuhan global yang kuat ini menyamarkan adanya keretakan besar dalam laju dan sifat adopsi di tiga pasar otomotif utama dunia: Tiongkok, Eropa, dan Amerika Serikat.

Sinyal Pasar: Percepatan Global dan Perbedaan Kecepatan Regional

Tiongkok secara tegas memimpin transisi ini, dengan penjualan mobil listriknya melebihi 11 juta unit pada tahun 2024, jauh melampaui total penjualan global hanya dua tahun sebelumnya. Pada pertengahan tahun 2025, pangsa pasar New Energy Vehicle (NEV), yang mencakup EV baterai murni (BEV) dan plug-in hybrid (PHEV), di Tiongkok telah mencapai 50% dari total penjualan mobil baru.2 Kontrasnya, pasar Eropa (EU5 + Inggris) hanya mencatat pangsa NEV sekitar 23%, sementara Amerika Serikat tertinggal jauh dengan pangsa BEV hanya sekitar 7.5% (dan total NEV sekitar 9%) dari penjualan kendaraan baru.

Divergensi kecepatan adopsi ini menciptakan tantangan strategis besar, yang oleh para analis digambarkan sebagai “mimpi buruk strategis,” bagi produsen mobil global (Original Equipment Manufacturers – OEM) tradisional. Pertumbuhan global yang signifikan didorong hampir seluruhnya oleh momentum Tiongkok. Perlambatan di Eropa (karena subsidi dikurangi) dan pertumbuhan yang stagnan di AS—yang hanya seperempat dari pertumbuhan tahun sebelumnya—mengindikasikan bahwa laju adopsi sangat tidak merata. OEM dipaksa untuk mengalokasikan modal litbang dan manufaktur untuk tiga strategi produk dan harga yang fundamental berbeda: bersaing pada harga rendah di Tiongkok, menavigasi regulasi ketat di Eropa, dan berfokus pada utilitas besar di AS.

Proyeksi Jangka Menengah (Hingga 2030): Gap Adopsi yang Melebar

Proyeksi menunjukkan bahwa kesenjangan adopsi ini akan terus melebar hingga tahun 2030, terutama di pasar Barat. Berdasarkan arah kebijakan saat ini, IEA memproyeksikan Tiongkok akan mencapai pangsa pasar EV sekitar 80% pada tahun 2030. Di Eropa, target emisi karbon dioksida (CO2) mendukung pencapaian pangsa pasar hampir 60%.

Sebaliknya, Amerika Serikat diproyeksikan tumbuh jauh lebih lambat, hanya mencapai sekitar 20% pada tahun 2030. Angka 20% ini kurang dari separuh proyeksi yang dibuat pada tahun sebelumnya, yang menunjukkan adanya fatig pasar dan hambatan struktural di AS. Penurunan drastis perkiraan pasar AS sebagian besar disebabkan oleh perubahan politik yang memotong dukungan EV, membuktikan bahwa stabilitas kebijakan pemerintah memiliki pengaruh yang lebih besar daripada sekadar momentum konsumen.

Di Tiongkok, titik persilangan di mana EV melampaui mesin pembakaran internal (ICE) dicapai pada tahun 2025, sepuluh tahun lebih cepat dari target resmi tahun 2035. Hal ini menunjukkan bahwa begitu EV mencapai paritas atau keunggulan harga dibandingkan ICE, adopsi tidak hanya bersifat eksponensial tetapi juga mandiri, tidak lagi bergantung pada insentif langsung yang mahal.4

Tabel Kunci untuk Bagian I:

Tabel 1: Perbandingan Metrik Adopsi Kendaraan Listrik (EV) Lintas Pasar Utama (2024/2025)

Metrik Kinerja Cina Eropa (EU5 + UK) Amerika Serikat
Pangsa Pasar NEV/EV (Q2 2025) ~50% (NEV) 2 ~23% (NEV) ~9% (NEV) / ~7.5% (BEV)
Proyeksi Pangsa Pasar EV 2030 ~80% ~60% ~20%
Status Harga EV vs. ICE EV umumnya lebih murah Harga EV > Harga ICE (Hambatan Utama) Harga EV > Harga ICE (Mulai menyempit)
Tren Pertumbuhan 2024 Melonjak; Akselerasi Stagnan/Goyah (Subsidi Berkurang) Melambat; Hanya seperempat dari tahun sebelumnya

Pilar 1: Kebijakan Pemerintah sebagai Akselerator vs. Regulator

Kebijakan pemerintah adalah penentu utama lintasan pasar EV di ketiga wilayah, meskipun dengan fokus yang sangat berbeda: industrialisasi di Tiongkok, regulasi emisi di Eropa, dan lokalisasi rantai pasok di AS.

Tiongkok: Model Dorongan Sentral dan Dominasi Vertikal

Keberhasilan Tiongkok didorong oleh strategi industri top-down yang bertujuan untuk tidak hanya memimpin pasar konsumsi tetapi juga menguasai rantai pasok vertikal. Pada Juli 2024, kendaraan energi baru (NEV) telah menyumbang lebih dari 50% dari total penjualan mobil, jauh melampaui tujuan yang ditetapkan pemerintah.

Strategi ini meluas hingga ke komponen kunci. Pemerintah Tiongkok telah mendorong produsen EV domestik utama, seperti BYD dan Geely, untuk secara signifikan meningkatkan pembelian cip mobil lokal. Langkah ini merupakan respons terhadap upaya AS untuk membatasi pengembangan cip Tiongkok, sekaligus sebagai strategi agresif untuk memastikan ketahanan rantai pasok domestik dan memperkuat keunggulan biaya. Produsen Tiongkok (OEM) mendominasi produksi, menyumbang lebih dari 80% dari output domestik pada tahun 2024, naik dari sekitar dua pertiga pada tahun 2021.

Keunggulan biaya yang dihasilkan dari kendali rantai pasok yang ekstensif, didorong oleh kebijakan pemerintah, memungkinkan EV Tiongkok dijual dengan harga yang lebih murah daripada mobil ICE yang sebanding. Dominasi ini telah menghasilkan juara EV global, seperti BYD. Meskipun demikian, pendorongan pemerintah yang berfokus pada target produksi dapat menyebabkan kelebihan kapasitas dan persaingan harga yang sangat agresif. Persaingan yang dihasilkan di Tiongkok ini memaksa produsen EV Barat keluar dari pasar Tiongkok dan secara global telah mendorong penurunan harga baterai.

Eropa: Transisi yang Didorong Regulasi Emisi dan Kontras Manufaktur

Kebijakan Eropa lebih mengandalkan “tongkat” regulasi yang ketat daripada “wortel” insentif langsung, yang fluktuatif dan berkurang.1 Regulasi emisi Euro 7, yang mulai berlaku pada tahun 2025, menetapkan standar emisi gas buang dan non-ekstra (seperti dari rem dan ban) yang jauh lebih ketat daripada standar AS (EPA).12 Peraturan ini memaksa industri otomotif untuk berinovasi pada mesin yang lebih efisien atau, yang lebih mendesak, beralih ke EV dan kendaraan hidrogen.

Regulasi yang ketat ini berfungsi sebagai pendorong yang kuat untuk transisi. Namun, pasar Eropa mengalami stagnasi pertumbuhan EV pada tahun 2024, sebagian karena target CO2 UE tetap sama dan subsidi dikurangi di beberapa pasar utama.

Dampak regulasi yang kuat ini tercermin dalam kemampuan manufaktur yang berbeda di dalam Uni Eropa. Pada tahun 2024, meskipun produksi EV UE stagnan pada 2,4 juta mobil, OEM Jerman mencatat peningkatan output 5%, sementara OEM Eropa lainnya (seperti Stellantis dan Renault) mengalami penurunan produksi regional lebih dari 15%. Hal ini menunjukkan bahwa pabrikan yang telah berinvestasi besar-besaran dalam platform EV berdedikasi (seperti yang dilakukan oleh pabrikan Jerman) lebih mampu menavigasi lingkungan regulasi yang menantang, sedangkan mereka yang lambat beradaptasi menghadapi kesulitan operasional di tengah stagnasi pasar.

Amerika Serikat: Lokalisasi melalui Insentif (Inflation Reduction Act – IRA)

Amerika Serikat menggunakan Inflation Reduction Act (IRA) tahun 2022 sebagai strategi untuk mengamankan rantai pasok domestik dan mendorong adopsi EV. IRA memberikan insentif untuk kendaraan penumpang dan komersial, produksi baterai di dalam negeri, dan pengembangan infrastruktur pengisian daya. Selain itu, insentif juga diberikan untuk pembelian EV bekas (kredit pajak hingga $4.000) untuk memperluas akses ke segmen pasar yang lebih sensitif harga.

Secara teori, IRA memiliki potensi besar untuk mempercepat adopsi, dengan perkiraan bahwa pangsa penjualan EV pribadi dapat mencapai 76% di bawah skema insentif ini. Namun, ketidakstabilan politik dan pemotongan dukungan EV telah menyebabkan pengurangan drastis perkiraan pasar, seperti yang dicatat oleh BloombergNEF.

IRA lebih merupakan kebijakan industri daripada kebijakan adopsi konsumen murni. Kebijakan ini berhasil mendorong investasi manufaktur domestik, terutama untuk memenuhi permintaan konsumen AS akan truk dan SUV besar. Namun, kebijakan ini menciptakan dilema produk-harga: insentif bertujuan membuat EV terjangkau, tetapi segmen kendaraan utilitas besar yang diminati konsumen AS membutuhkan paket baterai yang sangat mahal. Ini menghambat penyempitan kesenjangan harga beli awal.

Pilar 2: Kematangan Ekosistem Infrastruktur Pengisian Daya

Ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang memadai dan berkecepatan tinggi adalah prasyarat penting untuk adopsi massal EV. Dalam metrik ini, Tiongkok telah membangun keunggulan yang tidak tertandingi, sementara AS dan Eropa menghadapi tantangan yang berbeda dalam kepadatan dan distribusi.

Keunggulan Skala dan Teknologi Tiongkok

Tiongkok memiliki jaringan infrastruktur pengisian daya publik terbesar di dunia, dengan lebih dari 3,2 juta titik pengisian pada Juli 2024. Jaringan ini menekankan kecepatan: 1,78 juta unit di antaranya adalah titik pengisian DC (fast charger). Kepadatan pengisi daya publik Tiongkok mencapai sekitar 94 pengisi daya per 1.000 EV, yang jauh lebih tinggi daripada di AS.

Keunggulan Tiongkok bukan hanya pada skala, tetapi juga pada inovasi teknologi. Tiongkok sedang mengembangkan charger berkapasitas 1000kW (Megawatt Charging) yang dapat mengisi daya kendaraan hampir secepat pengisian bahan bakar konvensional. Keberhasilan Tiongkok dalam membangun jaringan yang padat dan cepat menghilangkan salah satu hambatan psikologis terbesar bagi konsumen, yaitu kecemasan jangkauan (range anxiety) dan waktu pengisian daya yang lama.

Meskipun demikian, penyebaran infrastruktur yang masif dan cepat ini telah menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas jaringan listrik (grid) dan kemampuan sistem energi untuk menangani peningkatan permintaan daya yang besar dari EV.

Tantangan dan Distribusi Eropa

Eropa telah membuat kemajuan yang signifikan, melampaui 900.000 titik pengisian publik pada Juli 2024, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 55,4% dari 2021 hingga 2024. Namun, pasar Eropa menghadapi tantangan distribusi yang signifikan. Jaringan pengisian daya di Eropa sangat tidak merata, dengan Belanda, Jerman, dan Prancis menyumbang hampir setengah dari semua titik pengisian.

Ketidakmerataan geografis ini menciptakan kesenjangan adopsi antara wilayah utara dan selatan di Eropa. Meskipun kota-kota maju seperti Amsterdam menjadi teladan berkat kebijakan lokal yang efektif, daerah pedesaan di seluruh benua masih tertinggal dalam pengembangan infrastruktur. Selain itu, pasar pengisian publik Eropa yang lebih desentralisasi dan beragam dibandingkan dengan Tiongkok dan AS  memperlambat upaya standarisasi dan implementasi yang seragam di seluruh kawasan.

Kesenjangan Infrastruktur Amerika Serikat

Amerika Serikat memiliki kepadatan pengisi daya yang jauh lebih rendah, dengan hanya sekitar 57 pengisi daya per 1.000 EV. Kurangnya infrastruktur ini diakui sebagai hambatan utama adopsi: 44% konsumen AS menyatakan infrastruktur pengisian publik lokal tidak mencukupi.

Kesenjangan infrastruktur di AS sangat membatasi potensi pasar karena preferensi konsumen yang dominan pada Truk dan SUV besar. Kendaraan utilitas ini memerlukan paket baterai yang besar dan, karenanya, sangat bergantung pada fast charging yang sangat andal untuk mendukung perjalanan jarak jauh. Kegagalan AS untuk membangun jaringan jalan raya yang padat dan sangat cepat (dengan fokus pada charger 350kW, jauh di bawah standar Tiongkok 1000kW) 2memperkuat keraguan konsumen tentang kelayakan EV untuk gaya hidup utilitas Amerika, bahkan di tengah adanya insentif IRA.

Tabel Kunci untuk Bagian III:

Tabel 2: Matriks Kematangan Infrastruktur Pengisian Daya Publik (2024)

Indikator Infrastruktur Cina Eropa Amerika Serikat
Total Titik Pengisian Publik (Juli 2024) > 3.2 Juta > 900.000 Jaringan sedang berkembang 19
Kepadatan Charger (per 1,000 EV) ~94 Lebih tinggi dari AS, tetapi distribusinya tidak merata ~57
Fokus Teknologi & Kecepatan Dominasi DC Fast Charger (1.78 Juta unit); Hingga 1.5 MW (1000kW) Campuran AC/DC; HPC meningkat Hingga 350 kW
Hambatan Utama Stabilitas Grid Listrik Ketidakmerataan Geografis Ketersediaan di Jalan Raya/Lokal (44% Konsumen tidak puas)

Pilar 3: Selera Konsumen, Harga, dan Biaya Kepemilikan (TCO)

Preferensi konsumen didorong oleh faktor ekonomi dan budaya, yang membentuk jenis kendaraan yang paling cepat diadopsi di setiap wilayah. Meskipun EV secara global menawarkan Total Cost of Ownership (TCO) yang lebih rendah dibandingkan ICE selama masa pakai kendaraan karena biaya bahan bakar dan perawatan yang berkurang, kesenjangan harga beli awal tetap menjadi penghalang utama bagi 60% konsumen di seluruh dunia.

Analisis Biaya Total Kepemilikan (TCO) dan Paritas Harga

Penurunan harga paket baterai adalah pendorong utama menuju TCO yang lebih kompetitif. Harga paket baterai rata-rata global turun lebih dari 25% pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun 2023. Di Tiongkok, penurunan harga baterai sebesar 30% pada tahun 2024 berkontribusi pada penurunan harga rata-rata EV SUV sebesar hampir 10%. Penurunan harga yang agresif dan persaingan ketat di Tiongkok telah menghasilkan paritas harga beli—di mana EV menjadi lebih murah daripada ICE, secara efektif menghilangkan hambatan TCO.

Namun, tren ini tidak merata. Di Eropa, harga BEV masih diidentifikasi sebagai hambatan utama adopsi. Bahkan di beberapa pasar seperti Indonesia, data menunjukkan bahwa TCO mobil listrik per kilometer masih lebih mahal dibandingkan mobil konvensional atau hybrid. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat TCO jangka panjang hanya dapat terwujud jika biaya modal awal (harga beli) diturunkan secara signifikan dan agresif, sebuah kondisi yang hanya dicapai secara konsisten di Tiongkok saat ini.

Preferensi Pasar Regional dan Budaya Otomotif

Tiongkok: Sensitivitas Harga dan Mobilitas Perkotaan

Konsumen Tiongkok sangat sensitif terhadap harga, dan pasar didorong oleh nilai yang ditawarkan oleh merek-merek domestik. Fokus pasar adalah pada mobilitas perkotaan yang efisien dan kendaraan dengan harga yang kompetitif. Keberhasilan EV Tiongkok di pasar domestik didasarkan pada kemampuan mereka untuk menawarkan model yang lebih murah daripada rata-rata EV di pasar negara berkembang.

Eropa: Kesadaran Lingkungan dan Segmen Kompak

Konsumen Eropa umumnya menunjukkan tingkat kesadaran lingkungan yang lebih tinggi dan memprioritaskan keberlanjutan dalam keputusan pembelian. Permintaan untuk kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan ini didukung oleh regulasi emisi Eropa yang ketat (seperti Euro 7).

Secara historis, standar efisiensi Eropa telah mempromosikan produksi dan pembelian kendaraan hemat bahan bakar yang lebih kecil dan kompak. Tren ini berlanjut dalam transisi EV, dengan pertumbuhan pasar yang kuat pada solusi mobilitas mikro dan kompak, seperti skuter listrik, didorong oleh urbanisasi dan kesadaran lingkungan. Kesadaran lingkungan ini berfungsi sebagai pendorong non-ekonomi yang membantu konsumen menerima harga beli EV yang lebih tinggi.

Amerika Serikat: Utilitas dan Gaya Hidup Besar (Truk/SUV)

Budaya otomotif Amerika didominasi oleh permintaan untuk truk dan SUV yang besar, yang dihargai karena ruang, tenaga, dan kemampuan menarik beban. Meskipun mobil EV awalnya merupakan mobil kota kecil, kemajuan teknologi baterai telah memungkinkan produsen mobil merancang truk dan SUV EV yang memenuhi kebutuhan utilitas dan gaya hidup konsumen AS.

Preferensi yang tak terhindarkan ini menciptakan hambatan struktural yang signifikan bagi percepatan adopsi. Memproduksi truk EV yang dapat memenuhi ekspektasi jangkauan dan tenaga membutuhkan paket baterai yang jauh lebih besar dan mahal. Ini kontras langsung dengan filosofi efisiensi biaya yang mendorong adopsi cepat di Tiongkok. Harga EV yang tinggi di segmen utilitas memperlambat kemampuan AS untuk mencapai paritas TCO.

Tabel Kunci untuk Bagian IV:

Tabel 3: Faktor Pendorong dan Penghambat Konsumen EV Berdasarkan Wilayah

Wilayah Pendorong Utama Adopsi Hambatan Utama (2024/2025) Preferensi Produk
Cina Paritas Harga Beli (EV < ICE); Dominasi Merek Domestik Kelebihan Kapasitas/Persaingan Merek; Stabilitas Grid Kendaraan Kompak/Sedan, Sensitivitas Harga
Eropa Kesadaran Lingkungan; Regulasi Emisi Ketat (Euro 7) Harga Beli Awal yang Tinggi; Fluktuasi Subsidi Kendaraan Kompak, Efisiensi
Amerika Serikat Insentif IRA; Kemajuan Teknologi SUV/Truk EV Harga Beli Awal Tinggi; Infrastruktur Pengisian Tidak Cukup (44% konsumen) Truk dan SUV EV Besar (Utilitas)

Kesimpulan Komparatif dan Implikasi Strategis

Analisis komparatif menunjukkan bahwa pasar EV global terfragmentasi berdasarkan tiga pendorong utama:

  1. Tiongkok (Supply-Driven): Adopsi didorong oleh penawaran (suplai) yang masif dan kebijakan industri sentralistik yang menciptakan keuntungan biaya yang tak tertandingi dan kendali vertikal atas rantai pasok. Keberhasilan ini didukung oleh implementasi infrastruktur pengisian daya berskala besar yang sangat cepat.
  2. Eropa (Regulation-Driven): Adopsi didorong oleh regulasi emisi yang ketat (Euro 7) yang memaksa produsen beralih dari ICE. Namun, laju adopsi dihambat oleh fluktuasi kebijakan insentif konsumen dan harga beli EV yang masih tinggi.
  3. Amerika Serikat (Technology-Driven): Adopsi didorong oleh kemajuan teknologi pada segmen kendaraan utilitas yang populer. Namun, pasar ini terhambat oleh ketidakpastian kebijakan IRA yang terpotong-potong dan kesenjangan infrastruktur yang parah, yang membatasi segmen pasar utama mereka.

Implikasi Strategis bagi OEM Global

Divergensi regional ini menuntut OEM global untuk meninggalkan strategi produk “one-size-fits-all.” Untuk mempertahankan daya saing, mereka harus mengadopsi tiga strategi produk yang berbeda secara fundamental:

  1. Mengembangkan platform EV harga sangat rendah untuk bersaing di Tiongkok dan Asia Tenggara.
  2. Memfokuskan litbang pada kendaraan kompak dan efisien yang mematuhi standar emisi Euro 7 di Eropa.
  3. Memasarkan platform premium dan utilitas berjangkauan sangat panjang yang disesuaikan dengan kebutuhan truk/SUV AS.

Selain itu, kebijakan seperti IRA di AS dan dorongan untuk cip lokal di Tiongkok memaksa OEM untuk mereformasi rantai pasok global mereka. Strategi manufaktur global harus digantikan dengan pembangunan rantai pasok regional untuk memenuhi persyaratan lokalisasi, mendapatkan insentif yang diperlukan, dan mengelola risiko geopolitik serta tarif impor.

Proyeksi Masa Depan dan Rekomendasi Kebijakan

Untuk mempercepat adopsi di pasar Barat, khususnya AS yang diproyeksikan hanya mencapai pangsa 20% pada tahun 2030 , fokus kebijakan harus dialihkan. Insentif pembelian awal memiliki dampak terbatas jika harga EV tetap tinggi dan keraguan konsumen tentang infrastruktur berlanjut.

Pemerintah AS dan Eropa harus melakukan investasi besar dan stabil dalam infrastruktur pengisian daya DC ultra-cepat (Pilar 2) untuk mengatasi keluhan konsumen yang merasa tidak puas dengan ketersediaan lokal. Ketersediaan jaringan pengisian cepat yang andal adalah kunci untuk mengubah persepsi TCO, terutama bagi pemilik kendaraan utilitas besar.

Pada akhirnya, keberlanjutan manfaat TCO dan keberhasilan jangka panjang transisi EV global sangat bergantung pada penurunan harga baterai yang stabil.7 Hal ini memerlukan investasi yang berkelanjutan dalam teknologi baterai dan pengelolaan rantai pasok mineral penting yang efisien dan stabil.

Lampiran: Metodologi dan Terminologi

Terminologi Kunci:

  • BEV (Battery Electric Vehicle): Kendaraan listrik yang ditenagai 100% oleh baterai dan motor listrik.
  • PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle): Kendaraan yang menggabungkan mesin pembakaran internal dan motor listrik, dapat diisi daya dari luar.
  • NEV (New Energy Vehicle): Istilah yang digunakan di Tiongkok, mencakup BEV, PHEV, dan kendaraan fuel cell.
  • ICE (Internal Combustion Engine): Kendaraan bermesin konvensional yang menggunakan bahan bakar bensin atau diesel.
  • TCO (Total Cost of Ownership): Total biaya kepemilikan kendaraan selama masa pakainya (meliputi harga beli, biaya bahan bakar/listrik, perawatan, dll.).
  • IRA (Inflation Reduction Act): Undang-Undang AS tahun 2022 yang memberikan insentif pajak untuk produksi dan pembelian EV, dengan syarat lokalisasi rantai pasok.
  • Euro 7: Standar emisi Uni Eropa yang baru dan lebih ketat untuk kendaraan bermotor, mulai berlaku pada tahun 2025.