Tinjauan Tentang Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS)
Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) telah melampaui fungsinya sebagai sekadar alat pembayaran digital, bertransformasi menjadi pilar infrastruktur pembayaran ritel yang penting dan strategis bagi Bank Indonesia (BI) dan ekonomi nasional. Dikembangkan untuk menjamin transaksi yang Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Andal (CEMUMUAH) , QRIS kini menjadi kunci dalam mendorong inklusi ekonomi dan keuangan, khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Laporan ini menyoroti tiga dimensi utama: standardisasi teknis yang menjamin interoperabilitas, analisis ekonomi terkait kebijakan  Merchant Discount Rate (MDR) untuk Usaha Mikro, dan inovasi strategis seperti QRIS TUNTAS dan QRIS Antarnegara. Meskipun volume transaksi melonjak drastis, tantangan pembiayaan sistem (tercermin dari perubahan MDR UMI) dan pemerataan infrastruktur digital di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) tetap menjadi fokus utama regulator untuk menjamin keberlanjutan dan stabilitas sistem pembayaran di masa depan.
Landasan Filosofis, Regulasi, dan Peran Sentral Bank Indonesia
Definisi Resmi dan Visi Strategis QRIS
QRIS didefinisikan sebagai standar QR Code Pembayaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk memfasilitasi seluruh transaksi pembayaran menggunakan kode QR di Indonesia. Standar ini dikembangkan melalui kolaborasi antara industri sistem pembayaran dan BI, dengan visi menciptakan sistem yang mengedepankan prinsip  Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Andal (disingkat CEMUMUAH).
Secara strategis, QRIS berfungsi sebagai game changer dalam sistem pembayaran digital. Tujuan utamanya mencakup mendorong inklusi ekonomi dan keuangan dengan menyediakan entry point yang mudah bagi UMKM ke ekosistem digital, memfasilitasi penggunaan berbagai instrumen dan sumber dana pembayaran, serta membuka peluang akses ke layanan keuangan digital lainnya seperti pembiayaan dan investasi. Selain itu, QRIS juga memiliki peran krusial dalam mendukung konektivitas pembayaran lintas negara melalui fitur QRIS Antarnegara. Semua Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) diwajibkan untuk mengadopsi dan menerapkan standar QRIS sebelum dapat memproses transaksi QR Code Pembayaran di Indonesia.
Peran Sentral Bank Indonesia (BI) dalam Standardisasi dan Pengawasan
Bank Indonesia memegang peran sentral sebagai regulator dan pengembang utama QRIS. BI tidak hanya menetapkan standar teknis QR Code Pembayaran, tetapi juga mengawasi implementasinya. Setiap PJP yang ingin terlibat dalam kegiatan pemrosesan Transaksi QRIS wajib mendapatkan persetujuan dari BI. Kerangka hukum yang mendukung implementasi ini diperkuat melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No. 24/1/PADG/2022, yang merupakan amandemen kedua dari PADG Nomor 21/18/PADG/2019.
Dengan menetapkan standar dan mengawasi PJSP secara ketat, Bank Indonesia telah mentransformasi QRIS dari sekadar sebuah inovasi teknologi menjadi sebuah infrastruktur pembayaran ritel yang dianggap kritis bagi nasional. Institusionalisasi ini menuntut tingkat keamanan, tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance – GCG), dan redundansi operasional yang sangat tinggi dari seluruh PJSP, menjamin stabilitas sistem pembayaran domestik secara keseluruhan.
Prinsip Keamanan dan Perlindungan Konsumen
Aspek keamanan dan perlindungan konsumen menjadi mandat utama dalam kerangka regulasi QRIS. Pengaturan perlindungan hukum nyata sangat diperlukan untuk menjamin kepastian bagi pengguna QRIS, terutama UMKM, sebagai konsumen. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, PJSP diwajibkan untuk menjalankan prinsip-prinsip perlindungan konsumen, menerapkan aspek GCG, dan menjamin keamanan data dalam setiap transaksi QRIS.
Untuk memitigasi risiko penipuan dan penyalahgunaan data, PJSP diwajibkan mengambil langkah proaktif. Langkah-langkah ini termasuk memastikan penggunaan QRIS hanya dari penyedia resmi yang mencantumkan logo QRIS dan tulisan QR Code Standar Pembayaran Nasional. Selain itu, perlu dilakukan pembaruan sistem kasir dan aplikasi pembayaran secara berkala, serta memberikan pelatihan rutin bagi staf merchant untuk mengenali ciri-ciri kode QR palsu. Implementasi sistem monitoring transaksi yang canggih juga penting untuk deteksi dini aktivitas yang mencurigakan.
Arsitektur Operasional dan Interoperabilitas Teknis
Mekanisme Transaksi: MPM vs. CPM
QRIS mendukung dua mode utama transaksi yang sepenuhnya interoperabel, artinya konsumen dapat menggunakan aplikasi pembayaran dari PJSP mana pun untuk bertransaksi di merchant QRIS. Batas nilai transaksi ditetapkan maksimum sebesar Rp10.000.000 per transaksi.
- Merchant Presented Mode (MPM): Dalam mode ini, kode QRIS ditampilkan oleh merchant (baik statis atau dinamis), dan konsumenlah yang bertugas memindai (scan) kode tersebut menggunakan aplikasi pembayaran mereka, seperti dompet digital atau aplikasi perbankan. MPM sering digunakan oleh ritel kecil atau warung dengan volume transaksi harian yang lebih rendah.
- Customer Presented Mode (CPM): Mode ini beroperasi secara terbalik. Konsumen menghasilkan (generate) kode QRIS pada aplikasi pembayaran mereka. Kode QR ini kemudian dipindai oleh alat POS (Point of Sale) atau scanner yang dimiliki oleh merchant. CPM lebih cocok untuk transaksi dinamis atau volume tinggi di ritel modern, di mana kode QR yang dihasilkan konsumen sering kali hanya berlaku untuk satu kali transaksi.
Tabel 1: Perbandingan Mekanisme Merchant Presented Mode (MPM) dan Customer Presented Mode (CPM)
Fitur Kunci | Merchant Presented Mode (MPM) | Customer Presented Mode (CPM) |
Pihak yang Memindai | Konsumen (menggunakan aplikasi pembayaran) | Merchant (menggunakan POS/scanner) |
Arah Kode QR | QRIS statis atau dinamis ditampilkan oleh Merchant | QRIS dinamis dihasilkan (generate) oleh Konsumen pada aplikasi pembayaran |
Contoh Penggunaan | Ritel kecil, warung, toko kecil (Static), Donasi | Ritel modern, check-out otomatis, transaksi high-volume |
Jaminan Interoperabilitas: Konsep Satu Kode QR untuk Semua
Jaminan interoperabilitas penuh di ekosistem QRIS adalah hasil langsung dari standardisasi yang dimandatkan oleh Bank Indonesia. Sebelum adanya QRIS, merchant seringkali dipaksa menyediakan berbagai kode QR dari setiap penyedia fintech atau bank yang berbeda, yang secara efektif membatasi pilihan konsumen dan menciptakan oligopoli mikro di setiap titik penjualan.
Standardisasi melalui QRIS telah mengubah lanskap ini, memaksa semua Penyedia Jasa Pembayaran untuk bersaing berdasarkan kualitas layanan, promosi, dan efisiensi backend, bukan pada monopoli jaringan kode QR. Bagi  merchant, standardisasi berarti mereka hanya perlu menampilkan satu kode QR untuk menerima pembayaran dari jutaan wallet dan aplikasi bank, yang secara signifikan meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi waktu antrian. Sementara itu, konsumen mendapatkan fleksibilitas tinggi karena hanya perlu menggunakan satu aplikasi pembayaran favorit mereka di mana pun logo QRIS ditampilkan. Pergeseran fokus kompetisi ini mendorong inovasi  ackend seperti settlement yang lebih cepat dan fitur-fitur baru (misalnya TUNTAS), yang pada akhirnya menguntungkan konsumen dan UMKM.
Analisis Ekonomi: MDR, Inklusi Keuangan, dan Dampak UMKM
Definisi dan Fungsi Merchant Discount Rate (MDR)
Merchant Discount Rate (MDR) didefinisikan sebagai biaya yang dibebankan kepada Merchant melalui mekanisme pemotongan dari nilai pembayaran transaksi QRIS yang diterima. Penting untuk ditekankan bahwa biaya ini dibebankan kepada  merchant, bukan kepada pelanggan atau konsumen.
MDR berfungsi untuk menjamin keberlanjutan infrastruktur pembayaran digital. Biaya ini dialokasikan untuk menutupi ongkos operasional yang dikeluarkan oleh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), bank acquirer, jaringan switching, dan biaya lain yang diperlukan untuk memproses dan mengamankan transaksi secara real-time.
Struktur Penetapan Biaya MDR Berdasarkan Kategori Merchant
Penetapan MDR oleh Bank Indonesia berlaku untuk transaksi mode MPM dan CPM. Struktur MDR dirancang secara progresif dan insentif, dengan tarif terendah (0%) dialokasikan untuk kategori yang paling membutuhkan dukungan inklusi dan layanan publik.
Tabel 2: Struktur Merchant Discount Rate (MDR) QRIS per Kategori Merchant (Efektif Juli 2023)
Jenis Merchant Kategori | Nominal Transaksi | Persentase MDR (%) | Konteks |
Usaha Mikro (UMI) | Nominal Transaksi ≤Rp500.000,00 | 0% | Insentif untuk transaksi mikro harian |
Usaha Mikro (UMI) | Nominal Transaksi $>$Rp500.000,00 | 0,3% | Berlaku sejak 1 Juli 2023 |
Usaha Kecil (UKE), Menengah (UME), dan Besar (UBE) | – | 0,7% | Skema reguler untuk bisnis non-mikro |
Khusus: Pendidikan | – | 0,6% | Tarif disubsidi untuk layanan publik |
Khusus: SPBU | – | 0,4% | Tarif disubsidi untuk layanan publik |
Khusus: BLU, PSO, G2P, P2G, Donasi Sosial (Nirlaba) | – | 0% | Dibebaskan MDR untuk layanan sosial/pemerintahan |
Kajian Dampak Kebijakan Revisi MDR UMI (0.3%)
Terdapat perubahan signifikan pada kebijakan MDR untuk Usaha Mikro (UMI). Sebelumnya, UMI dibebankan tarif 0%. Namun, berdasarkan surat Bank Indonesia tanggal 26 Juni 2023, skema harga untuk transaksi UMI yang melebihi Rp500.000 diubah menjadi 0.3%, efektif berlaku sejak 1 Juli 2023. Untuk transaksi UMI di bawah Rp500.000, tarif 0% tetap dipertahankan sebagai insentif.
Perubahan ini dapat dipandang sebagai indikasi kedewasaan pasar digital ritel di Indonesia. Tarif MDR 0% adalah instrumen subsidi yang bertujuan mendorong adopsi awal. Setelah QRIS berhasil menjaring 15,7 Juta merchant dan puluhan juta pengguna, sistem telah mencapai skala ekonomi yang memungkinkan transisi tanggung jawab biaya operasional. Kenaikan 0.3% untuk transaksi UMI yang bernilai besar menunjukkan pandangan BI bahwa UMI yang melakukan transaksi besar sudah cukup stabil untuk memberikan kontribusi terhadap biaya sistem pembayaran. Kontribusi biaya ini, meskipun kecil, sangat penting untuk menjamin keberlanjutan operasional seluruh ekosistem dan membiayai penguatan jaringan dan inovasi seperti QRIS TUNTAS di daerah yang lebih terpencil.
Secara keseluruhan, QRIS telah memainkan peran krusial dalam mendukung UMKM dengan menawarkan kemudahan, keamanan, dan efisiensi yang membantu mereka meningkatkan operasional dan memperluas pasar di era digital.
Inovasi Strategis dan Konektivitas Global
Implementasi dan Tujuan Program QRIS TUNTAS
QRIS TUNTAS, singkatan dari Transfer, Tarik Tunai, dan Setor Tunai, merupakan fitur inovatif yang diluncurkan oleh Bank Indonesia untuk memperluas fungsionalitas QRIS melampaui sekadar pembayaran. Fitur ini dirancang untuk secara signifikan meningkatkan inklusi ekonomi dan keuangan digital, terutama di wilayah yang kurang terlayani oleh infrastruktur perbankan tradisional.
Fitur utama QRIS TUNTAS meliputi:
- QRIS Transfer: Memungkinkan pengguna mengirim uang antar-bank hanya dengan memindai kode QR penerima.
- QRIS Tarik Tunai & Setor Tunai: Konsumen kini dapat menarik atau menyetor uang tunai melalui ATM, Cash Deposit Machine (CDM), atau agen QRIS TUNTAS (yaitu merchant QRIS yang telah memenuhi persyaratan tertentu).
Inisiatif TUNTAS merupakan strategi asset-light yang cerdas untuk inklusi keuangan di Indonesia. Tantangan utama adopsi di daerah 3T adalah keterbatasan infrastruktur internet dan ketiadaan akses perbankan fisik. Dengan mengubah  merchant yang sudah ada menjadi agen tunai, QRIS TUNTAS secara efektif memperluas jangkauan layanan perbankan tanpa perlu membangun ATM atau CDM mahal di lokasi terpencil. Transaksi TUNTAS dapat bersumber dari rekening bank atau uang elektronik berbasis server, memberikan solusi yang praktis dan terjangkau untuk masalah distribusi tunai dan digitalisasi di daerah yang sebelumnya terisolasi.
Ekosistem QRIS Antarnegara (Cross-Border Payment Linkage)
QRIS Antarnegara merupakan tonggak penting dalam arsitektur Sistem Pembayaran Indonesia 2025 dan merupakan bagian integral dari inisiatif ASEAN Payment Connectivity. Fitur ini memfasilitasi aktivitas perdagangan dan pariwisata dengan memungkinkan wisatawan Indonesia bertransaksi di luar negeri dan wisatawan asing bertransaksi di Indonesia hanya dengan memindai QRIS.
Tujuan paling strategis dari Cross-Border Payment Linkage ini adalah memperkuat stabilitas makroekonomi melalui promosi penggunaan Mata Uang Lokal (Local Currency Transaction – LCT). Dengan mengedepankan LCT, Indonesia dan negara mitra mengurangi ketergantungan pada mata uang pihak ketiga (seperti Dolar AS) dalam transaksi bilateral. QRIS, melalui inisiatif LCT, berfungsi sebagai alat kebijakan moneter yang mendukung stabilisasi nilai tukar dan memperkuat ketahanan ekonomi kawasan.
Implementasi QRIS Antarnegara telah terjalin melalui kerja sama bilateral dengan negara-negara mitra utama, termasuk:
Tabel 3: Status Implementasi dan Negara Mitra QRIS Cross-Border
Negara Mitra | Jenis QR di Negara Mitra | Status Implementasi Kemitraan | Fokus Strategis |
Thailand | PromptPay | Penuh (Sejak Agustus 2022) | Stabilitas Makroekonomi melalui LCT |
Malaysia | DuitNow QR | Penuh | Memperluas cakupan layanan |
Singapura | NETS QR | Penuh | Konektivitas pembayaran |
Jepang | Tidak Spesifik | Terdapat implementasi pada 35 merchant | Ekspansi non-ASEAN |
Adopsi Pasar, Tantangan Implementasi, dan Keberlanjutan
Data Pertumbuhan dan Progres Adopsi Pasar
Adopsi QRIS di Indonesia mencatat pertumbuhan yang eksplosif, menjadikannya tulang punggung transaksi digital. Data menunjukkan bahwa volume transaksi QRIS melonjak drastis, dengan peningkatan mencapai 162,77% hingga 226,54% dalam periode tertentu.
Hingga saat ini, adopsi oleh pelaku usaha telah menjangkau 15,7 Juta merchant di seluruh Indonesia. Sementara itu, jumlah pengguna QRIS telah melampaui angka 57 juta orang. Cakupan sektoralnya sangat luas, mencakup UMKM, ritel, kuliner, layanan pendidikan, kesehatan, hingga pembayaran pajak dan donasi sosial. Pertumbuhan volume transaksi yang sangat tinggi ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan adopsi digital, tetapi juga menyediakan data  near-real-time mengenai aktivitas ekonomi ritel dan konsumsi non-tunai, yang dapat digunakan regulator untuk memantau daya beli masyarakat.
Tantangan Infrastruktur dan Pemerataan Adopsi di Daerah 3T
Meskipun laju adopsi tinggi, terdapat kesenjangan kualitatif dalam implementasi. Tantangan infrastruktur, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), masih menjadi hambatan utama. Keterbatasan infrastruktur teknis, seperti koneksi internet yang lambat atau tidak stabil, dapat menghambat proses pembayaran. Selain itu, masih banyak pedagang kecil yang belum dilengkapi dengan perangkat pendukung yang kompatibel dengan QRIS.
Masalah non-teknis juga muncul dari aspek sosial. Kesadaran dan literasi digital masyarakat masih perlu ditingkatkan, karena banyak konsumen yang masih memilih metode pembayaran konvensional karena kurangnya pemahaman tentang kemudahan dan keamanan yang ditawarkan QRIS. Untuk mengatasi masalah ini, Bank Indonesia mendorong strategi perbaikan yang meliputi penguatan jaringan internet dan dukungan perangkat di daerah 3T, serta program literasi digital berkelanjutan melalui kampanye nasional. Agar janji “CEMUMUAH” terpenuhi secara merata, BI perlu mengalokasikan sumber daya dari peningkatan volume adopsi (yang sudah berhasil) ke peningkatan kualitas dan stabilitas infrastruktur di daerah yang terisolasi.
Aspek Keamanan Transaksi dan Tantangan Masa Depan
Keamanan transaksi dan perlindungan data merupakan kekhawatiran yang perlu terus diatasi untuk mempertahankan kepercayaan publik terhadap teknologi ini. Potensi penipuan elektronik dan risiko kebocoran data pribadi menjadi perhatian utama.
PJSP dan merchant wajib mengambil langkah-langkah mitigasi risiko yang ketat, termasuk memperbarui sistem kasir secara berkala dan memberikan pelatihan rutin kepada staf untuk mengenali ancaman siber, sejalan dengan kerangka kerja pengawasan BI.
Ke depan, tren inovasi seperti pengembangan QRIS TUNTAS dan pertumbuhan pengguna QRIS Tap (yang telah mencapai 47,8 juta orang) menunjukkan pergeseran evolusioner. QRIS tidak hanya ditujukan untuk memfasilitasi pembayaran, tetapi berkembang menjadi platform layanan keuangan digital yang lebih holistik.
Kesimpulan
QRIS telah berhasil melampaui peran awalnya sebagai standar pembayaran ritel nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, ia telah menjadi instrumen kebijakan moneter strategis melalui inisiatif Local Currency Transaction (LCT) di tingkat regional ASEAN, serta menjadi katalisator penting bagi inklusi keuangan melalui peluncuran QRIS TUNTAS, yang secara efektif membawa layanan tunai ke daerah 3T tanpa perlu membangun infrastruktur perbankan fisik yang mahal.
Meskipun pertumbuhan adopsi menunjukkan kesuksesan luar biasa (lebih dari 57 juta pengguna dan lonjakan volume transaksi lebih dari 160%), keberlanjutan jangka panjang sistem ini akan sangat bergantung pada penanganan tantangan infrastruktur di daerah 3T. Selain itu, menjaga kepercayaan konsumen melalui penguatan berkelanjutan pada sistem keamanan siber dan GCG oleh PJSP merupakan hal esensial. Konsolidasi kebijakan MDR UMI 0.3% menunjukkan komitmen regulator untuk mencapai ekosistem pembayaran digital yang mandiri secara finansial dan mampu membiayai pengembangannya sendiri, memastikan stabilitas dan relevansi QRIS sebagai fondasi ekonomi digital Indonesia.