Loading Now

Cerutu: Asal Usul, Dampak, Dan Dinamika Pasar Premium Global Dan Domestik

Latar Belakang dan Definisi Cerutu Premium

Cerutu, sebuah produk hasil tembakau premium yang melampaui fungsi konsumsi sederhana. Cerutu telah menjelma menjadi simbol budaya, prestise, dan representasi keahlian agraris tingkat tinggi di seluruh dunia. Dalam konteks pasar global, cerutu didefinisikan secara spesifik sebagai produk tembakau yang seluruhnya terbuat dari daun tembakau yang digulung, tanpa menggunakan kertas, dan umumnya melalui proses penuaan dan fermentasi yang ketat. Proses ini membedakannya secara fundamental dari rokok sigaret biasa.

Analisis mendalam ini terstruktur berdasarkan empat pilar utama. Pertama, menelusuri Asal Usul Historis dan evolusi cerutu dari ritual kuno menjadi komoditas global. Kedua, menguraikan Anatomi, Standar Kualitas, dan peran strategis aset tembakau Indonesia. Ketiga, mengevaluasi Dampak Sosio-Kultural dan Kesehatan, termasuk tantangan regulasi di pasar internasional. Keempat, menganalisis Status Masa Kini dan Potensi Bisnis cerutu premium di tengah dinamika pasar modern.

Struktur Industri Cerutu Global

Industri cerutu premium global didominasi oleh produsen utama di Amerika Latin dan Karibia, dengan Kuba, Republik Dominika, Honduras, dan Nikaragua sebagai pemain kunci. Republik Dominika, misalnya, mencatat nilai ekspor cerutu mencapai USD 1,008 miliar pada tahun 2022, dengan kuantitas 46.592 ton, menempatkannya sebagai eksportir utama.

Di tengah lanskap ini, Indonesia memegang posisi strategis yang unik. Meskipun bukan produsen cerutu jadi terbesar, Indonesia dikenal secara global sebagai pemasok tembakau pembungkus (wrapper) dan pengisi (filler) berkualitas tinggi. Kualitas spesifik tembakau Indonesia menjadi penentu daya saing di pasar internasional dan sangat penting bagi pabrik cerutu di berbagai negara.

Asal Usul Dan Evolusi Historis Cerutu

Akar Tembakau Kuno di Mesoamerika dan Ritual Awal

Sejarah konsumsi tembakau telah terdokumentasi di daerah Mesoamerika sejak sekitar 5000 SM. Masyarakat setempat mengonsumsi tembakau melalui pembakaran atau pengunyahan, sering kali dalam konteks ritualistik. Penanaman tembakau pertama kali kemungkinan besar dilakukan oleh Orang Asli Amerika di Semenanjung Yucatan, Meksiko.

Momen penting terjadi pada tahun 1492, ketika Christopher Columbus tiba di San Salvador. Awalnya, ia dan awaknya diberikan hadiah berupa daun tembakau kering, yang mereka buang karena tidak bisa dimakan. Namun, penjelajahan lebih lanjut, terutama di Kuba, membawa Columbus dan pelautnya menyaksikan penduduk asli menghisap daun tembakau kering dan dipintal yang digulung dengan daun palma atau daun pisang—ini adalah cerutu dalam bentuk asalnya.

Asal usul nama cerutu juga berasal dari periode ini. Kata aslinya adalah Sikar, yang merupakan kata kerja dalam bahasa Maya yang berarti “merokok”. Ketika Columbus menemukan praktik ini, ia disambut oleh bau rokok yang kuat. Kesalahpahaman penerjemah mengubah respons “Sikar” menjadi nama yang merujuk pada produk tersebut. Setelah cerutu dibawa ke Eropa, nama Maya ini diubah menjadi Cigarro dalam bahasa Latin, yang kemudian berevolusi menjadi ejaan modern. Pergeseran ini, dari  Sikar (kata kerja yang mendeskripsikan tindakan ritual) menjadi Cigarro (kata benda yang merujuk pada objek komersial), secara fundamental mencerminkan transisi tembakau dari praktik budaya menjadi komoditas komersial global.

Diseminasi ke Eropa dan Komodifikasi Global

Setelah dibawa ke Eropa, tembakau dengan cepat diperkenalkan sebagai komoditas dagang. Pengembangan tanaman tembakau di Eropa dimulai pada tahun 1556, dipelopori oleh Prancis, diikuti oleh Portugal, Spanyol, dan Inggris. Dalam waktu singkat, pada tahun 1571, tembakau telah menyebar luas di sebagian besar benua Eropa. Namun, seiring waktu, pada tahun 1600-an, regulasi mulai disahkan untuk membatasi perkebunan dan penjualan daun tembakau.

Sejarah Cigar Culture dan Agribisnis di Indonesia

Budaya cerutu (cigar culture) mulai tertanam di Indonesia pada masa pra-kemerdekaan. Kebiasaan bercerutu para administrator dan pemukim Belanda dari negara asalnya mendorong budidaya tembakau lokal untuk memenuhi permintaan mereka. Dua wilayah menjadi pusat utama produksi tembakau cerutu berkualitas tinggi: Deli di Sumatera Utara dan Besuki di Jawa Timur.

Meskipun saat ini industri rokok (terutama rokok kretek) yang bertahan dan menjadi raksasa industri domestik (seperti Djarum dan Gudang Garam), beberapa industri cerutu legendaris berhasil bertahan. Salah satu contoh yang paling menonjol adalah PD Taru Martani di Yogyakarta, yang didirikan pada tahun 1918 dan dikenal dengan julukan Cigar van Java. Produk mereka berhasil menembus pasar internasional, termasuk Asia, Belanda, Belgia, Jerman, Cekoslovakia, Amerika, dan Eropa.

Selain produsen historis, industri rokok besar juga menyadari potensi pasar cerutu premium. PT Djarum, misalnya, meluncurkan produk cerutu long filler berkualitas internasional pada Mei 1977, setelah melakukan riset mendalam di Honduras dan Amerika Serikat. Produk-produk ini, yang kemudian dikenal dengan merek seperti Dos Hermanos, diterima dengan baik di mancanegara, membuktikan bahwa kualitas dan stabilitas rasa cerutu Indonesia mampu bersaing dengan premium cigars dari negara lain.

Anatomi, Standar Kualitas, Dan Asset Tembakau Indonesia

Kualitas cerutu premium tidak hanya ditentukan oleh bahan bakunya, tetapi juga oleh struktur konstruksi dan keahlian penggulungnya. Cerutu terdiri dari tiga komponen utama yang bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman merokok yang optimal.

  1. Konstituen Cerutu Premium: Wrapper, Binder, dan Filler
  1. Filler (Tripa / Isi): Filler adalah inti atau “jantung” cerutu. Bagian ini menyediakan mayoritas tembakau dan bertanggung jawab atas ukuran, kekuatan, dan kontribusi signifikan terhadap profil rasa cerutu. Untuk cerutu premium, digunakan Long Filler, yaitu daun tembakau utuh. Berbeda dengan Short Filler yang terbuat dari sisa potongan daun.  Konstruksi filler sangatlah penting karena menentukan kualitas hisapan (draw) dan pembakaran. Daun harus dilipat sedemikian rupa untuk menciptakan saluran udara di tengah. Jika gulungan terlalu ketat (plugged), hisapan akan buruk dan pembakaran tidak merata. Jika terlalu longgar, pembakaran akan terlalu cepat dan panas.
  2. Binder (Capote / Pengikat): Binder adalah daun tembakau (atau beberapa daun) yang membungkus filler untuk menahan bentuknya dan memastikan kepadatan yang konsisten.  Binder dianggap sebagai “tulang punggung” struktural cerutu. Meskipun kualitas daun binder (seringkali daun yang ditujukan sebagai wrapper tetapi memiliki cacat kecil) mungkin lebih rendah daripada wrapper, perannya krusial dalam mengatur aliran udara dan pembakaran yang merata. Kombinasi binder dan filler dikenal sebagai Bonche (bunch).
  3. Wrapper (Pembungkus): Wrapper adalah lapisan tembakau terluar. Ia memberikan penampilan visual cerutu dan diyakini menyumbang sebagian besar rasa atau aroma luar. Daun wrapper harus berkualitas sangat tinggi, tanpa cacat, dan memiliki tekstur yang halus. Warna wrapper bervariasi dari Double Claro (paling terang/hijau) hingga Oscuro (paling gelap/hitam), yang seringkali berkorelasi dengan rasa (daun gelap cenderung memberikan rasa manis).

Kualitas akhir cerutu sangat bergantung pada keahlian penggulung cerutu, atau torcedor. Meskipun kualitas tembakau wrapper dan filler dapat diseleksi dengan ketat, kemampuan hisapan (draw) dan pembakaran yang baik sangat ditentukan oleh teknik penggulungan filler dan aplikasi binder. Oleh karena itu,  torcedor yang mahir merupakan variabel non-material paling krusial dalam produksi cerutu premium, memastikan bahwa cerutu yang menggunakan long filler yang digulung secara manual dapat berfungsi dengan sempurna.

Tembakau Cerutu Khas Indonesia: Aset Strategis

Indonesia memiliki kekayaan varietas tembakau cerutu yang diakui dunia dan menjadi aset strategis dalam rantai pasok global.

  • Tembakau Deli (Sumatera Utara): Tembakau ini dijuluki The First Top of Wrapper Cigar Tobacco. Kualitasnya yang superior sebagai daun pembungkus (wrapper) telah dikenal secara internasional. Perkebunan tembakau di Deli juga memiliki dampak sosio-ekonomi signifikan, menjadi cikal bakal berdirinya Kota Medan.
  • Tembakau Besuki Na-Oogst (BNO, Jember, Jawa Timur): Tembakau BNO dari Jember diakui secara global dan sering disandingkan dengan tembakau Havana Kuba dalam hal kualitas. BNO digunakan secara luas sebagai  filler dan binder, dan juga dapat menghasilkan daun mutu pembungkus (dekblad). Penelitian agribisnis menunjukkan bahwa optimalisasi mutu daun pembungkus dapat dicapai dengan dosis nutrisi yang spesifik, seperti dosis pupuk Nitrogen 100 kg/ha.

Posisi Indonesia sebagai pemasok tembakau premium sangat kuat. Terdapat laporan yang menunjukkan adanya ketergantungan beberapa pabrik cerutu di Eropa terhadap tembakau Indonesia, khususnya untuk kualitas-kualitas tinggi yang memiliki ciri khas rasa unik. Fakta ini menegaskan bahwa Indonesia memegang keunggulan kompetitif sebagai pemasok bahan baku premium, sebuah posisi yang memberikan ketahanan pasar yang signifikan meskipun Indonesia mungkin bukan eksportir cerutu jadi terbesar.

Tipologi Ukuran Cerutu (Vitola) dan Preferensi Konsumen

Klasifikasi cerutu didasarkan pada bentuk dan ukuran, yang dikenal sebagai Vitola. Secara umum, cerutu dibagi menjadi dua kategori bentuk utama:

  1. Parejo: Cerutu berbentuk lurus dan memiliki sisi sejajar (standar).
  2. Figurado: Cerutu yang memiliki bentuk khusus, seperti meruncing di salah satu atau kedua ujungnya. Contoh populernya termasuk Torpedo (ujung yang dihisap meruncing), Bellicoso, dan Perfecto (meruncing di ujung yang dihisap dan yang dibakar).

Dalam tren pasar modern, ukuran Robusto telah mendapatkan popularitas besar. Ukuran ini (biasanya sekitar 5 inci panjang dengan ring gauge 50) dianggap ideal karena menawarkan hisapan yang baik, cukup tebal untuk mengeluarkan rasa utama dan pendukung campuran (blend), dan memiliki waktu merokok yang wajar—tidak terlalu singkat atau terlalu lama. Cerutu dengan  ring gauge yang lebih besar umumnya mampu memberikan kompleksitas rasa yang lebih banyak.

Tabel 1: Komponen Anatomis dan Kualitas Cerutu Premium

Komponen Nama Spanyol/Teknis Fungsi Utama Kualitas Tembakau Indonesia yang Unggul
Wrapper (Pembungkus) Capa Menyumbang sebagian besar rasa/aroma, menentukan penampilan luar. Tembakau Deli (Sumatera Utara)
Binder (Pengikat) Capote Memegang filler bersama, memastikan bentuk, mengatur hisapan dan pembakaran. Tembakau Besuki Na-Oogst (BNO)
Filler (Isi) Tripa Menentukan kekuatan dan kompleksitas rasa. Harus digulung secara Long Filler. Tembakau Besuki Na-Oogst (BNO)

Dampak: Kesehatan, Sosial, Dan Regulasi

Analisis Toksisitas dan Dampak Kesehatan

Meskipun sering diasumsikan bahwa cerutu, terutama cerutu premium, kurang berbahaya dibandingkan rokok karena asapnya umumnya tidak dihirup ke paru-paru (nondeliberate inhalation), bukti ilmiah menunjukkan bahwa produk ini tetap menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan.

Asap cerutu dinilai setidaknya sama toksiknya dengan asap rokok, bahkan beberapa analisis menunjukkan bahwa cerutu dapat lebih toksik. Cerutu berukuran besar dapat mengandung tembakau sebanyak satu bungkus rokok. Terlepas dari ukurannya, cerutu menghasilkan tingkat karsinogen spesifik seperti TSNAs yang lebih tinggi dibandingkan rokok.

Tingkat nikotin dalam asap cerutu dapat mencapai hingga 8 kali lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam asap rokok biasa, meskipun jumlah total nikotin dalam cerutu dan rokok cenderung sama. Nikotin adalah zat adiktif utama. Karena cerutu diisap tanpa dihirup, penyerapan nikotin terjadi melalui mukosa mulut. Paparan langsung ini meningkatkan risiko kanker mulut dan tenggorokan secara signifikan. Data penelitian menunjukkan bahwa risiko kematian perokok cerutu setara dengan perokok tembakau jenis lain.

Selain risiko kanker, konsumsi cerutu juga terkait dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan sistemik, termasuk tekanan darah tinggi, pembekuan darah, risiko penyakit arteri perifer (PVD) yang lebih tinggi, dan penurunan stamina. Pada ibu hamil, tembakau meningkatkan risiko kehamilan ektopik, keguguran, lahir mati, dan solusio plasenta.

Adanya bukti ilmiah yang jelas mengenai toksisitas cerutu premium telah menimbulkan konflik regulasi. Di Amerika Serikat, meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) berusaha menerapkan Deeming Rule untuk mengatur semua produk tembakau, termasuk cerutu premium, lobi industri berhasil mengajukan litigasi. Industri berargumen bahwa cerutu premium, yang dikonsumsi secara lebih jarang, mungkin memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dan harus dibebaskan dari persyaratan ketat seperti label peringatan atau persetujuan pra-pasar.

Fakta bahwa upaya lobi industri cerutu berhasil menunda atau membatalkan regulasi FDA menunjukkan adanya tantangan serius dalam perlindungan kesehatan publik. Meskipun cerutu premium mengandung karsinogen dan nikotin yang sama dengan rokok , kurangnya data ilmiah spesifik mengenai pola konsumsi cerutu premium dimanfaatkan oleh industri untuk menciptakan celah regulasi, yang pada akhirnya menempatkan produk yang sangat toksik ini di bawah pengawasan yang lebih ringan.

Tabel 2: Perbandingan Dampak Kesehatan Cerutu vs. Rokok Biasa

Parameter Cerutu Premium Rokok Biasa Implikasi Kesehatan
Kandungan Tembakau Sangat Tinggi (hingga setara 1 bungkus rokok) Rendah (standardized) Durasi paparan karsinogen dan racun yang lebih lama.
Kadar Nikotin dalam Asap Dapat 8x lebih tinggi dari rokok Tinggi Risiko adiksi dan dampak kardiovaskular sama atau lebih tinggi.
Inhalasi Umum Umumnya tidak dihirup ke paru-paru Dihirup ke paru-paru Risiko Kanker Mulut/Tenggorokan tinggi. Risiko Kanker Paru lebih tinggi pada rokok.
Toksisitas Total Sama atau lebih toksik dari rokok Tinggi Risiko kematian perokok cerutu ditemukan sama.

Dimensi Sosio-Kultural: Simbol Prestise dan Gaya Hidup

Di luar aspek kesehatan, cerutu memiliki dimensi sosial dan budaya yang mendalam. Sejak lama, cerutu diposisikan sebagai barang mewah dan simbol status sosial yang tinggi, kemewahan, dan relaksasi.

Menikmati sebatang cerutu seringkali dianggap sebagai ritual tersendiri, terutama di kalangan masyarakat metropolitan. Fenomena ini diperkuat oleh pengembangan  cigar lounge dan kolaborasi merek cerutu dengan merek gaya hidup premium lainnya. Pemasaran cerutu premium cenderung berfokus pada konstruksi pengalaman dan identitas konsumen, bukan sekadar penjualan produk, sehingga memperkuat asosiasinya dengan status sosial.

Status Masa Kini Dan Potensi Pasar (Market Landscape)

Tren Premiumization Global dan Kinerja Pasar

Pasar cerutu premium global saat ini mengalami kebangkitan kembali (resurgence). Data menunjukkan bahwa total penjualan cerutu pada kategori pajak tertinggi di Amerika Serikat, yang didominasi cerutu premium, meningkat lebih dari dua kali lipat dalam satu dekade terakhir, mencapai rekor 521.4 juta batang pada tahun 2022.

Pertumbuhan yang signifikan di segmen premium ini, meskipun di tengah kampanye anti-rokok dan regulasi kesehatan yang semakin ketat, menunjukkan resiliensi pasar yang luar biasa. Hal ini terjadi karena produk cerutu premium memiliki nilai jual utama yang terfokus pada identitas, prestise, dan pengalaman ritualistik. Oleh karena itu, permintaan untuk cerutu premium menunjukkan sensitivitas yang lebih rendah terhadap peringatan kesehatan atau batasan regulasi dibandingkan produk tembakau volume tinggi lainnya.

Tantangan Regulasi Domestik: Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Ilegalitas

Di Indonesia, cerutu termasuk dalam kategori Hasil Tembakau yang dikenakan Cukai Hasil Tembakau (CHT), diatur oleh Kementerian Keuangan. Struktur tarif cukai didasarkan pada jenis hasil tembakau, golongan pengusaha pabrik, dan Batasan Harga Jual Eceran (HJE) per batang atau gram. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) secara berkala memantau HJE di pasar untuk memastikan kepatuhan.

Tantangan utama yang dihadapi industri tembakau secara keseluruhan, termasuk cerutu, adalah maraknya peredaran rokok ilegal. Persentase rokok ilegal di Indonesia meningkat dari 5,5% pada 2022 menjadi 6,9% pada 2023. Peningkatan ini seringkali dipicu oleh tingginya tarif cukai dan penetapan HJE yang menekan, sehingga mendorong praktik ilegal, termasuk penjualan rokok polos tanpa pita cukai atau manipulasi klasifikasi produk.

Untuk segmen cerutu premium, yang merupakan pasar niche dengan volume rendah namun margin tinggi, kebijakan cukai yang terlalu agresif dapat menjadi bumerang. Jika tarif cukai diterapkan secara eksesif, pendapatan negara dari cerutu premium berisiko beralih ke saluran ilegal. Hal ini mengharuskan DJBC untuk mengadopsi strategi penegakan hukum yang intensif, seperti operasi gempur rokok ilegal dan sosialisasi dampak negatifnya , serta mengkaji kembali kebijakan cukai agar realistis dan tidak mendorong pasar gelap.

Strategi Pemasaran Modern dan Peluang Digital

Industri cerutu terus berupaya beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen, khususnya dalam menargetkan generasi yang lebih muda dan beragam. Strategi pemasaran saat ini berfokus pada  storytelling, pembangunan merek eksklusif, dan pendekatan berbasis komunitas, seperti melalui cigar lounge dan kolaborasi dengan merek gaya hidup. Pendekatan ini bertujuan untuk mengkonstruksi pengalaman dan identitas yang melekat pada produk.

Kemajuan teknologi digital membuka peluang baru untuk pemasaran online dan perluasan pasar cerutu. Namun, pemanfaatan saluran digital terbentur oleh regulasi yang ketat. Indonesia belum secara eksplisit melarang total pemasaran rokok via internet, tetapi platform media sosial dan periklanan digital global (seperti TikTok) telah menerapkan kebijakan yang melarang iklan untuk tembakau, komponen produk tembakau, atau layanan yang secara langsung mempromosikan konsumsi tembakau.

Keterbatasan dalam iklan langsung memaksa industri cerutu untuk berinovasi. Pabrikan harus menggeser fokus pemasaran dari promosi produk secara langsung menjadi promosi budaya dan gaya hidup yang melekat pada produk. Sebagai contoh, pabrikan cerutu butik di Jember memerlukan pengoptimalan pemasaran online melalui inovasi konten pengenalan cerutu untuk menarik minat masyarakat, alih-alih sekadar menjual produk.

Tabel 3: Analisis SWOT Industri Cerutu Premium Indonesia

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats)
Mutu Tembakau Tinggi (Deli Wrapper, Besuki BNO Filler) Keterbatasan pemasaran online dan tenaga promosi Tren Premiumization global dan resurgence cerutu Regulasi cukai yang tinggi dan menekan HJE
Ketergantungan Pabrik Eropa terhadap Tembakau Indonesia Volume produksi cerutu jadi domestik relatif kecil Pemasaran berbasis identitas dan komunitas (cigar lounge) Maraknya peredaran rokok/tembakau ilegal yang merugikan penerimaan negara
Tradisi dan sejarah industri yang kuat (Taru Martani 1918) Terbatasnya data kuantitatif ekspor cerutu jadi Ekspansi ke pasar muda melalui Vitola yang lebih ringkas (Robusto) Litigasi kesehatan dan tuntutan label peringatan (Tren FDA Global)

Kesimpulan Dan Rekomendasi Strategis

Cerutu adalah produk niche yang kaya sejarah, yang berevolusi dari praktik ritualistik Mesoamerika menjadi komoditas global yang sarat makna prestise. Kualitas cerutu premium ditentukan oleh keahlian penggulungan (torcedor) dan kualitas bahan baku. Indonesia memegang keunggulan kompetitif sebagai pemasok tembakau wrapper Deli dan filler Besuki BNO, yang sangat penting bagi pasar cerutu Eropa dan global.

Meskipun cerutu premium menikmati resilience pasar dan pertumbuhan yang signifikan di segmen mewah, laporan ini menggarisbawahi dampak kesehatan cerutu yang tinggi—asap cerutu sama atau lebih toksik daripada rokok biasa, meningkatkan risiko kanker mulut dan penyakit kardiovaskular. Tantangan domestik utama terletak pada upaya menyeimbangkan kebijakan Cukai Hasil Tembakau agar tidak memicu pasar ilegal yang merugikan penerimaan negara dan pelaku usaha yang patuh.

Rekomendasi Strategis untuk Peningkatan Daya Saing Cerutu Indonesia

  1. Penguatan Agribisnis dan Diferensiasi Produk: Pemerintah dan pemangku kepentingan industri (termasuk PTPN) harus memprioritaskan perlindungan dan peningkatan mutu Indikasi Geografis (IG) Tembakau Deli dan BNO. Investasi harus ditujukan untuk riset guna meningkatkan rendemen dan mutu daun pembungkus serta pengisi, memanfaatkan posisi unik Indonesia sebagai pemasok bahan baku premium global yang vital.
  2. Inovasi Produk dan Pemasaran Niche: Produsen cerutu domestik harus mengadopsi tren format global yang diminati konsumen modern, seperti Robusto dan Vitola yang menawarkan pengalaman cepat dan beraroma. Strategi pemasaran harus bergeser dari promosi produk langsung menjadi branding eksklusif dan storytelling yang menekankan warisan dan keunggulan tembakau khas Indonesia, menggunakan saluran digital untuk membangun komunitas dan edukasi di tengah pembatasan iklan yang ketat.

Rekomendasi Kebijakan Cukai dan Regulasi

  1. Kebijakan Cukai yang Berimbang dan Segmentatif: Diperlukan kajian mendalam mengenai elastisitas permintaan cerutu premium terhadap CHT. Mengingat sifat pasar cerutu yang niche dan premium, penerapan cukai yang terlalu tinggi berisiko mendorong pertumbuhan rokok/cerutu ilegal (tanpa pita cukai), yang pada akhirnya merugikan penerimaan negara. Kebijakan cukai untuk cerutu harus dipisahkan dan disesuaikan dengan realitas pasar produk tembakau mewah, berbeda dengan rokok sigaret volume tinggi.
  2. Harmonisasi Regulasi Kesehatan: Regulator harus memastikan konsistensi dalam kerangka regulasi, mengakui bukti ilmiah mengenai toksisitas tinggi cerutu , dan menerapkan persyaratan yang sesuai (misalnya, label peringatan) untuk memitigasi risiko kesehatan publik dan mencegah eksploitasi celah hukum oleh lobi industri, seperti yang terlihat dalam kasus regulasi FDA.
  3. Penegakan Hukum Anti-Ilegalitas: Upaya pemberantasan rokok ilegal, termasuk pengawasan ketat terhadap manipulasi Harga Jual Eceran (HJE) dan klasifikasi produk, harus diperkuat secara berkelanjutan untuk melindungi penerimaan negara dan menciptakan iklim usaha yang adil bagi produsen yang patuh.