Fundamentalisme Makanan sebagai Identitas Global
Dalam lanskap gaya hidup kontemporer global, pola makan ketat seperti Raw Vegan (RV) dan Primal/Paleo telah bertransformasi melampaui sekadar regimen gizi. Keduanya telah berevolusi menjadi sistem kepercayaan yang mendalam, atau filosofi hidup, yang memengaruhi secara fundamental bagaimana individu memahami kesehatan, moralitas, dan identitas diri. Kekuatan ideologis dari diet ini terletak pada fundamentalisme mereka—yakni, kepatuhan yang kaku terhadap seperangkat aturan yang ditentukan, yang sering kali menolak praktik modern demi klaim kemurnian atau keaslian historis.
Definisi dan Aturan Kepatuhan Raw Vegan (RV) dan Primal/Paleo
Raw Vegan: Dogma Suhu dan Enzim Purity
Pola makan Raw Vegan didasarkan pada prinsip esensial bahwa makanan harus dikonsumsi dalam keadaan mentah atau hanya melalui sedikit proses pengolahan. Aturan yang paling menentukan dalam RV adalah batasan suhu memasak yang sangat ketat, umumnya disarankan tidak melebihi 40 hingga 48 derajat Celcius. Argumen utama di balik batasan suhu ini adalah pelestarian “enzim hidup” yang diyakini dihancurkan oleh pemasakan bersuhu tinggi, serta nutrisi yang diklaim rusak oleh panas.
Filosofi inti RV adalah penolakan total terhadap pemrosesan makanan modern, termasuk metode seperti pasteurisasi dan penggunaan pestisida. Walaupun diet Raw Food pada dasarnya bersifat nabati, meliputi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan yang direndam atau difermentasi (seperti kimchi) , penting untuk dicatat bahwa terdapat varian yang lebih longgar. Beberapa pengikut Raw Food, meskipun tidak secara ketat Raw Vegan, masih dapat mengonsumsi produk hewani mentah, seperti telur mentah, susu mentah (yoghurt), bahkan ikan mentah atau sashimi. Namun, varian yang paling dogmatis berpegang teguh pada sumber nabati mentah sebagai satu-satunya bentuk makanan yang murni.
Primal/Paleo: Rekonstruksi Ketaatan Evolusioner
Sementara Raw Vegan melihat kemurnian dalam keadaan mentah, diet Primal atau Paleo berakar pada ideologi yang berfokus pada rekonstruksi pola makan yang dikonsumsi oleh nenek moyang manusia selama periode Paleolitik (era pemburu-pengumpul). Pola makan ini secara fundamental berpusat pada konsumsi daging yang ditangkap secara liar (wild-caught meats), buah-buahan, dan sayuran, dengan penekanan pada makanan yang dianggap sesuai dengan cetak biru genetik manusia sebelum Revolusi Pertanian.
Ketaatan evolusioner ini berarti mengecualikan kelompok makanan yang dianggap sebagai produk modern, terutama biji-bijian, legume (kacang-kacangan yang dikeringkan), gula rafinasi, dan produk susu modern. Meskipun fokus Paleo adalah pada protein dan lemak, yang bertolak belakang dengan sifat RV yang berbasis nabati murni, filosofi di balik Paleo adalah pencarian “kemurnian evolusioner.” Perlu diperhatikan bahwa ahli gizi tertentu, seperti Dr. Josh Axe, menganut variasi yang lebih traditional (seperti Diet GAPS), yang mencakup elemen yang lebih tua—sekitar 6.000 tahun—termasuk produk susu grass-fed seperti kefir. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dalam fundamentalisme berbasis evolusi, terdapat variasi dan adaptasi yang rumit.
Ideologi Kemurnian (The Culture of Purity) dan Fundamentalisme Makanan
Titik Temu Filosofis: Penolakan terhadap Modernitas
Meskipun Raw Vegan cenderung tinggi karbohidrat (dari buah) dan rendah lemak, sementara Paleo cenderung tinggi protein/lemak , kedua diet ini berbagi kesamaan ideologis yang mendalam: penolakan total terhadap sistem pangan industri dan modern. Ideologi ini membentuk apa yang dapat digambarkan sebagai Culture of Purity (Budaya Kemurnian), di mana makanan yang “benar” atau “alami” dipisahkan secara moral dari makanan yang “kotor” atau “diproses.”
Konsep kemurnian ini berfungsi sebagai dasar moral yang mengikat pengikut, mengubah pilihan diet menjadi artefak budaya dan penanda identitas yang kuat. Fenomena ini analog dengan bagaimana identitas nasional sering kali dibangun dengan mendekonstruksi atau memfilter budaya kuliner yang ada (misalnya, dekolonisasi Indische keuken menjadi masakan Indonesia pascakemerdekaan) untuk membentuk imaji kebangsaan yang murni. Dengan demikian, diet ekstrem ini berfungsi sebagai identitas kebangsaan mikrokosmik di mana “kemurnian” diet mendefinisikan batas komunitas.
RV sebagai Fundamentalisme Makanan
Ketaatan terhadap Raw Vegan, terutama dengan batasan suhu yang sangat spesifik dan rigid (tidak boleh lebih dari 48°C), telah dikritik dan dicap oleh profesional medis tertentu sebagai bentuk “fundamentalisme makanan”.3 Penggunaan istilah “fundamentalisme” ini sangat penting, karena menyoroti bahwa diet tersebut telah bergeser dari sekadar rekomendasi kesehatan berbasis ilmu pengetahuan menjadi sistem kepercayaan yang dogmatis.
Dalam konteks ini, ketaatan tidak hanya didasarkan pada manfaat fisik yang diklaim (seperti peningkatan energi atau alkalinisasi tubuh), tetapi pada kepatuhan moral yang diyakini terhadap aturan yang diklaim ‘alami’ atau ‘ideal’. Apabila seseorang melanggar batasan suhu atau mengonsumsi makanan yang diproses, hal itu tidak hanya dilihat sebagai kegagalan diet, tetapi juga sebagai penyimpangan moral atau ideologis. Ini adalah dimensi sosiologis dari diet ekstrem: kepatuhan yang memberikan rasa identitas yang benar dan murni.
Table I: Komparasi Aturan dan Filsafat Inti Raw Vegan (RV) dan Primal/Paleo
| Kriteria Komparasi | Raw Vegan (RV) | Primal/Paleo |
| Fokus Makanan Utama | Nabati, sangat minim proses, suhu < 48°C | Daging/Ikan wild-caught, Sayuran, Buah-buahan |
| Kriteria Pengecualian | Makanan yang dimasak (>48°C), dipasteurisasi, olahan | Biji-bijian, legume, Gula rafinasi, Makanan olahan |
| Pondasi Ideologis | Purity (Enzim Hidup), Alkalinisasi, Naturalism | Ketaatan Evolusioner (Pra-Agrikultur), Kekuatan Primitif |
| Sifat Dogmatisme | Fundamentalisme yang terkait dengan batasan suhu/proses | Fundamentalisme yang terkait dengan waktu sejarah/biologi |
Konstruksi Identitas Diri dan Kesehatan Mental: Proyek Peningkatan Diri
Diet ekstrem sering kali diadopsi bukan hanya untuk tujuan penurunan berat badan, tetapi sebagai respons terhadap tantangan kesehatan yang lebih luas, termasuk masalah mental. Diet ketat ini menjadi proyek self-improvement yang intens, di mana kontrol atas apa yang masuk ke dalam tubuh diterjemahkan menjadi upaya untuk membangun identitas diri yang lebih sehat dan lebih terkendali.
Raw Vegan dan Paleo sebagai Proyek Self-Improvement (Peningkatan Diri)
Diet sebagai Solusi Kecemasan (Anxiety Culture)
Banyak individu yang mengadopsi pola makan yang sangat membatasi melakukan hal tersebut karena adanya masalah kesehatan mental atau fisik yang kompleks, seperti kecemasan atau bahkan PTSD. Terdapat data yang menunjukkan bahwa diet nabati (seperti veganisme) dapat dikaitkan dengan peningkatan kesehatan mental karena asupan serat, antioksidan, magnesium, dan vitamin A, C, dan E yang lebih tinggi, yang secara alami dapat meningkatkan kondisi suasana hati.
Dalam konteks ini, pembatasan diet berfungsi sebagai mekanisme untuk mengatasi ketidakpastian internal dan eksternal. Misalnya, seorang individu mungkin mengamati bahwa konsumsi gluten, susu, gula, atau daging menyebabkan peningkatan kecemasan dan kepanikan. Respons terhadap gejala ini adalah eliminasi secara bertahap dan kaku. Tindakan kepatuhan ketat ini memberikan rasa kontrol yang kuat dalam kehidupan yang mungkin terasa tidak terkendali. Ketika pola makan yang paling ketat (seperti Raw Vegan atau Fruitarian) terbukti terlalu membatasi dan sulit dipertahankan dalam jangka panjang, individu tersebut mungkin mengalami migrasi identitas diet, beralih ke pola makan yang berlawanan, seperti Paleo atau GAPS (yang kaya daging dan susu fermentasi grass-fed). Perubahan ini bukan sekadar preferensi makanan, melainkan pencarian yang berkelanjutan untuk sistem aturan yang memberikan rasa kontrol yang lebih dapat dipertahankan dan otentik.
Pergeseran Identitas dalam Pencarian Kemurnian
Perpindahan identitas diet yang ekstrim—misalnya dari Raw Vegan yang menghindari lemak dan protein hewani, menjadi penganut Paleo yang secara agresif mencari daging grass-fed dan mentega —menunjukkan bahwa kebutuhan identitas (merasa “benar” atau “murni” dalam ketaatan) sering kali lebih kuat daripada pola makan itu sendiri. Kebutuhan untuk menemukan pola makan yang paling otentik atau paling sesuai dengan kondisi kesehatan pribadi mendorong siklus pencarian wellness.
Kepatuhan terhadap diet tertentu menjadi penanda identitas diri yang diproyeksikan ke publik, yang mencerminkan upaya peningkatan diri secara holistik. Individu yang sukses dalam menaati diet ini mengalami perbaikan fisik seperti penurunan berat badan, kulit yang lebih bersih, atau peningkatan energi. Perbaikan ini memperkuat identitas diri, mengubah mereka dari orang yang “sakit” atau “cenderung cemas” menjadi orang yang “berkendali” dan “murni,” yang selanjutnya mengikat identitas mereka pada dogma diet tersebut.
Bahaya dan Sisi Gelap Ketaatan Ekstrem: Orthorexia Nervosa
Transisi dari Wellness ke Gangguan Klinis
Ironisnya, fundamentalisme makanan yang didorong oleh pencarian kemurnian dan self-improvement membawa risiko psikologis yang signifikan. Obsesi terhadap “makan sehat”—seperti memastikan makanan mentah pada suhu yang benar atau hanya mengonsumsi makanan “primitif”—berpotensi berkembang menjadi Orthorexia Nervosa. Orthorexia adalah gangguan makan yang berpusat pada kualitas, kemurnian, dan ketaatan makanan, berbeda dengan anoreksia yang berfokus pada kuantitas.
Pola makan yang sangat membatasi, seperti Raw Vegan atau Paleo, yang menolak seluruh kelompok makanan (seperti biji-bijian atau makanan yang dimasak), adalah faktor risiko utama. Dalam Orthorexia, harga diri seseorang terikat erat dengan kesempurnaan diet. Kegagalan untuk mematuhi aturan diet yang ketat, sekecil apa pun, dapat memicu rasa bersalah dan kecemasan yang ekstrem, yang merupakan manifestasi klinis dari fundamentalisme makanan.
Risiko Klinis Malnutrisi dan Efek Jangka Panjang
Batasan ketat yang diberlakukan oleh diet ekstrem dapat menyebabkan kekurangan gizi yang serius. Malnutrisi adalah bahaya utama diet ketat, yang disebabkan oleh pembatasan atau penghapusan total kelompok makanan tertentu yang mengandung vitamin dan mineral penting. Kekurangan spesifik yang sering terjadi termasuk kalsium, Vitamin D, Vitamin B12, folat, dan zat besi.
Kekurangan nutrisi ini menurunkan kemampuan sistem imun tubuh untuk melawan infeksi patogen. Selain itu, diet ekstrem dapat mengganggu metabolisme, menyebabkan dehidrasi, dan bahkan memicu kehilangan massa otot dan tulang. Dalam perbandingan risiko, meskipun diet Raw Vegan berjuang dengan defisiensi mikronutrien tertentu, diet Paleo atau Ketogenik (yang sering kali tinggi lemak) juga memiliki risiko klinis yang spesifik, seperti peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah. Adanya risiko klinis serius ini menempatkan diet ketat dalam domain Kesehatan Publik. Identitas global yang dibangun di atas diet ini secara implisit melegitimasi perilaku berisiko tinggi di bawah label wellness dan pencarian kemurnian.
Pola Makan sebagai Modal Sosial dan Ekonomi Global
Di era digital, ketaatan diet ekstrem tidak hanya bersifat personal tetapi telah diubah menjadi modal sosial, sumber otoritas, dan bahkan profesi. Pola makan yang ketat, yang secara tradisional mungkin mengisolasi individu, kini berfungsi sebagai dasar untuk membangun komunitas global yang kuat dan menguntungkan.
Peran Digital Influencers dalam Komunitas Diet Global
Monetisasi Kepatuhan dan Otoritas
Ketaatan diet yang ketat, baik Raw Vegan maupun Paleo, telah menjadi komoditas di pasar digital. Digital influencers memanfaatkan media sosial untuk membangun personal branding di sekitar identitas diet mereka. Influencer ini berhasil dalam membangun citra merek yang positif karena kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan audiens secara lebih autentik dan personal dibandingkan pemasaran tradisional.
Konsistensi adalah kunci dalam proses personal branding ini. Influencer yang berfokus pada diet, seperti Yulia Baltschun, menunjukkan identitas diri yang didasarkan pada keotentikan, integritas, dan konsistensi dalam memposting konten tentang pola diet dan hidup sehat. Konsistensi dalam mempertahankan diet ekstrem memberikan mereka otoritas dan kredibilitas, yang kemudian dapat dimonetisasi melalui penjualan produk, coaching, atau sponsor. Semakin ekstrem dogmatisme diet (misalnya, Raw Vegan ketat), semakin tinggi diferensiasi merek yang dapat diklaim, memperbesar otoritas mereka di mata pengikut.
Segmentasi Audiens dan Globalisasi Identitas
Kekuatan digital influencers terletak pada kemampuan mereka untuk menjangkau audiens yang tersegmentasi dan terlibat. Mereka tidak hanya mencapai audiens umum, tetapi audiens niche yang secara aktif mencari filosofi diet spesifik, entah itu Paleo untuk kebugaran (crossfit circles) atau Raw Vegan untuk penyembuhan.
Platform digital memungkinkan filosofi diet ini melampaui batas geografis. Dengan demikian, identitas diet ini tidak hanya diadopsi secara individu, tetapi secara aktif dipasarkan sebagai gaya hidup aspiratif yang dapat diakses oleh siapa pun secara global. Komunitas online yang terbentuk di sekitar diet ini memperkuat identitas in-group dan menyediakan dukungan sosial yang mungkin hilang dalam interaksi sosial arus utama.
Dampak pada Pilihan Karier dan Networking
Diet sebagai Profesi dan Sumber Penghasilan
Bagi sebagian penganutnya, keputusan untuk menjalani Raw Vegan atau Paleo secara ketat memengaruhi jalur karier mereka. Identitas diet menjadi inti dari proposisi nilai profesional. Individu dapat bertransisi menjadi penulis resep, health coach, konsultan kesehatan, atau bahkan mendirikan bisnis makanan niche. Ketaatan diet ini menjadi kredensial yang memvalidasi keahlian dan otoritas mereka di bidang wellness.
Selain itu, identitas diet berfungsi sebagai saringan sosial, menciptakan lingkaran sosial (networking) yang kuat. Jaringan ini terdiri dari individu yang berbagi nilai-nilai kemurnian, ketaatan, dan penolakan terhadap makanan arus utama, memfasilitasi kolaborasi dan peluang ekonomi di industri wellness yang terus berkembang.
Kebutuhan Infrastruktur Khusus
Kepatuhan terhadap diet ekstrem memerlukan akses ke rantai pasokan makanan yang sangat spesifik dan, seringkali, mahal. Misalnya, Raw Vegan memerlukan sourcing makanan organik yang tidak diproses dan segar , sementara Paleo menuntut daging grass-fed atau wild-caught. Permintaan akan bahan-bahan berkualitas tinggi ini memiliki implikasi ekonomi yang luas.
Kebutuhan infrastruktur ini mengarah pada industrialisasi niche di pasar global. Diet ekstrem menciptakan pasar yang menguntungkan bagi produsen makanan organik, suplemen (misalnya, Vitamin B12 yang esensial untuk vegan), dan penyedia jasa konseling. Dengan demikian, pilihan gaya hidup yang sangat pribadi ini menghasilkan efek berantai ekonomi yang memperkuat dimensi keuangan dari identitas diet global.
Navigasi Tantangan Global: Sosial, Perjalanan, dan Budaya
Meskipun Raw Vegan dan Paleo memberikan rasa kontrol dan identitas yang kuat, sifat dogmatis mereka secara inheren menimbulkan friksi signifikan dalam interaksi sosial, budaya, dan logistik perjalanan global.
Studi Kasus Penerimaan Sosial dan Friksi Dogmatisme
Diet sebagai Penanda In-Group vs. Out-Group
Pola makan yang sangat ketat berfungsi sebagai penanda identitas yang secara tajam memisahkan penganutnya (in-group) dari masyarakat arus utama (out-group). Ideologi kemurnian—penolakan terhadap segala bentuk “kekotoran” makanan—dapat menyebabkan penolakan sosial atau kesulitan dalam lingkungan yang sangat menghargai tata krama dan tradisi di meja makan.
Dalam konteks global, makanan sering diposisikan sebagai bahasa budaya dan sarana pembentukan identitas nasional. Ketika seseorang melakukan perjalanan ke negara-negara baru, penolakan terhadap makanan lokal karena alasan ‘kemurnian’ (seperti masakan yang dimasak atau menggunakan biji-bijian) dapat ditafsirkan bukan hanya sebagai pilihan diet, tetapi sebagai penolakan terhadap budaya tuan rumah. Hal ini menciptakan gesekan yang mendalam, karena ketaatan pada dogma diet (fundamentalisme makanan) diprioritaskan di atas integrasi sosial dan budaya.
Komplikasi Interaksi Sosial dan Logistik Perjalanan
Tantangan Praktis di Restoran dan Kunjungan Keluarga
Baik penganut Raw Vegan maupun Paleo menghadapi tantangan praktis yang substansial di lingkungan sosial konvensional, seperti di restoran atau saat kunjungan keluarga.
Bagi Raw Vegan, mempertahankan ketaatan hampir mustahil di restoran standar. Mereka harus memastikan bahwa makanan tidak diproses, tidak dipasteurisasi, dan yang paling krusial, diolah pada suhu di bawah 48°C. Restoran konvensional tidak dapat menjamin kontrol suhu yang begitu spesifik.
Bagi penganut Paleo, meskipun memasak diizinkan, mereka harus memastikan kualitas bahan hewani (misalnya, grass-fed) dan menghindari biji-bijian atau legume. Meskipun hal ini mungkin sedikit lebih mudah diakomodasi daripada batasan suhu RV, hal ini tetap membatasi pilihan makanan secara signifikan.
Kepatuhan Saat Travel Global
Perjalanan ke luar negeri secara eksponensial meningkatkan kesulitan logistik. Mempertahankan diet Raw Vegan menuntut sourcing bahan-bahan organik, segar, dan mentah yang konsisten. Di banyak pasar atau negara berkembang, keamanan dan ketersediaan bahan-bahan mentah berkualitas tinggi yang belum diproses dan tidak mengandung pestisida menjadi perhatian utama, memaksa individu untuk memilih antara ketaatan diet dan keamanan makanan.
Secara keseluruhan, identitas diet yang kaku membatasi mobilitas global individu. Mereka yang memiliki tuntutan karier yang melibatkan perjalanan internasional yang intensif sering kali dipaksa untuk melonggarkan ketaatan mereka (misalnya, beralih dari Raw Vegan menjadi mostly rich vegan atau traditional diet). Ketaatan ekstrem ini menciptakan batasan geografis, membatasi destinasi perjalanan ke tempat-tempat dengan infrastruktur wellness yang memadai. Identitas diet yang mendunia ini menentukan bukan hanya apa yang dimakan, tetapi ke mana seseorang dapat dan tidak dapat melakukan perjalanan.
Table II: Skala Dampak Ketaatan Diet pada Pilihan Hidup Global
| Aspek Kehidupan | Raw Vegan (RV) | Primal/Paleo | Dampak terhadap Identitas Global |
| Sosial & Keluarga | Friksi tinggi (dogma suhu/proses). Dianggap sebagai penganut “cult” atau fundamentalis | Friksi sedang hingga tinggi (penolakan biji-bijian/susu). Lebih mudah diakomodasi daripada RV (daging dimasak) | Pembentukan identitas eksklusif (in-group) melalui penolakan sosial dan standar moralitas makanan. |
| Perjalanan (Travel) | Sangat sulit. Kebutuhan spesifik suhu dan sourcing organik/mentah yang ketat | Sulit, namun dapat diatasi di negara yang menyediakan daging berkualitas. Logistik yang kompleks | Pembatasan mobilitas, menciptakan travel niche (retreats kesehatan) dan membatasi pilihan destinasi. |
| Karier & Ekonomi | Peluang branding tinggi karena keunikan, tetapi biaya sourcing tinggi | Peluang branding tinggi di kalangan atlet/fitness; risiko biaya makanan tinggi | Transformasi ketaatan menjadi kredibilitas profesional dan otoritas digital, menghasilkan industrialisasi niche. |
Kesimpulan
Pola makan Raw Vegan dan Primal/Paleo berfungsi sebagai arketipe fundamentalisme makanan global. Keduanya didorong oleh ideologi kemurnian—baik kemurnian berbasis enzim hidup (RV) maupun kemurnian berbasis evolusioner (Paleo)—serta penolakan bersama terhadap modernitas pangan. Ketaatan ekstrem ini bukan hanya pilihan diet, tetapi artefak budaya yang kuat yang berfungsi sebagai identitas utama individu.
Walaupun motivasi utama di balik pengadopsian diet ini sering kali adalah proyek self-improvement dan upaya mengatasi masalah kesehatan yang kompleks, termasuk kecemasan, tingkat pembatasan yang tinggi secara inheren membawa risiko klinis yang serius. Risiko seperti malnutrisi (khususnya kekurangan B12 dan zat gizi esensial lainnya)  dan potensi berkembangnya Orthorexia Nervosa  secara ironis menempatkan praktisi dalam bahaya yang bertentangan dengan tujuan kesehatan yang mereka cari.
Kekuatan pendorong utama di balik globalisasi identitas diet ini adalah media digital. Digital influencers mengubah dogma diet yang kaku menjadi modal sosial dan ekonomi. Kepatuhan menjadi kredibilitas, dan niche wellness yang dihasilkan menciptakan pasar global yang menguntungkan.
Namun, identitas yang sangat kaku ini datang dengan biaya sosial dan logistik yang signifikan. Dogmatisme ini memaksakan batasan yang ketat pada pilihan sosial, interaksi budaya, dan mobilitas global (perjalanan). Kebutuhan untuk mempertahankan kemurnian diet sering kali menciptakan gesekan dan mengarah pada isolasi dari kelompok arus utama, menyoroti biaya sosial yang melekat pada fundamentalisme makanan.
Berdasarkan analisis identitas global pola makan Raw Vegan dan Primal/Paleo, beberapa implikasi lintas disiplin perlu dipertimbangkan:
- Pengakuan Klinis terhadap Orthorexia Nervosa: Komunitas medis harus meningkatkan kesadaran dan diagnosis Orthorexia Nervosa sebagai konsekuensi psikologis yang umum dari fundamentalisme makanan. Ini memerlukan pendekatan yang tidak hanya fokus pada defisiensi fisik tetapi juga pada obsesi psikologis terhadap kemurnian makanan.
- Edukasi Berbasis Bukti vs. Dogmatisme: Sangat penting untuk membedakan secara publik antara pola makan nabati yang seimbang dan didukung bukti (yang dilengkapi dengan suplemen esensial seperti B12) dengan dogmatisme ekstrem (seperti Raw Vegan kaku atau varian Paleo yang tidak seimbang). Profesional kesehatan perlu menekankan bahwa manfaat kesehatan harus diimbangi dengan keberlanjutan dan kelengkapan gizi.
- Regulasi Otoritas Digital: Perlu ada pengakuan terhadap peran identitas digital dalam mempromosikan praktik diet yang berpotensi tidak berkelanjutan atau berbahaya secara klinis. Kebijakan publik harus mempertimbangkan bagaimana menanggulangi penyebaran informasi kesehatan yang didorong oleh otoritas personal branding yang ekstrem, tanpa dasar ilmiah yang kuat, yang dapat menempatkan individu pada risiko malnutrisi atau gangguan makan.


