Pariwisata Maluku Utara: Warisan Rempah, Jejak Sejarah PD II, dan Potensi Bahari
Provinsi Maluku Utara (Malut) menempati posisi geografis yang strategis di wilayah Timur Indonesia, diapit oleh Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, serta berdekatan dengan Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat Daya. Secara historis, wilayah ini dikenal secara global sebagai pusat utama perdagangan rempah-rempah, khususnya Cengkih (Syzygium aromaticum) dan Pala (Myristica fragrans), komoditas yang melatarbelakangi kedatangan bangsa Eropa. Ternate, sebagai salah satu wilayah bersejarah di Indonesia , menjadi episentrum kekuasaan Kesultanan Rempah dan ajang perebutan kendali antara kekuatan kolonial—Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kekuatan pariwisata Maluku Utara terletak pada dualitas narasi sejarahnya yang mendalam dan saling melengkapi. Daya tarik utama wilayah ini dapat diringkas sebagai berikut: Pertama, Warisan Rempah dan Sejarah Kolonial yang terpusat di pulau Ternate dan Tidore. Kedua, Warisan Perang Dunia II (PD II) yang dominan di Pulau Morotai, berfungsi sebagai situs sejarah militer global. Ketiga, Keindahan Bahari Kelas Dunia, dengan potensi wreck diving dan island hopping yang masih alami, serta ditunjang oleh ikonografi visual yang telah dikenal secara nasional, yaitu pemandangan Pulau Maitara dan Tidore.
Analisis Awal Pilar Pariwisata
Maluku Utara memiliki keunggulan komparatif yang signifikan karena menawarkan dua garis waktu sejarah global yang berbeda dalam wilayah yang berdekatan. Ternate menjual daya tarik Kesultanan yang berasal dari abad ke-16, diwakili oleh benteng-benteng pertahanan dan pusat budaya. Sementara itu, Morotai menjual peninggalan militer abad ke-20.
Pengembangan pariwisata yang terintegrasi harus memanfaatkan keunikan ini. Daripada memisahkan kedua narasi tersebut, integrasi tematik, misalnya melalui promosi tur “400 Tahun Sejarah Global di Timur,” dapat menarik segmen pasar history buff yang luas—mulai dari sejarawan maritim dan kolonial hingga penggemar sejarah PD II dan penyelam. Strategi pengembangan pariwisata di Maluku Utara memerlukan fokus pada storytelling yang efektif. Narasi sejarah yang kompleks harus dikemas ulang menjadi bahasa wisata yang mudah dinikmati dan edukatif, seperti yang ditekankan dalam pengembangan wisata pesisir.
Ternate dan Tidore: Gerbang Sejarah dan Geowisata Vulkanik
Ternate berfungsi sebagai gerbang utama pariwisata Maluku Utara, didukung oleh Bandar Udara Sultan Babullah (TTE). Wilayah ini menawarkan perpaduan warisan budaya Kesultanan yang masih hidup, peninggalan kolonial yang megah, serta keunikan geowisata yang berbasis vulkanik.
Pilar Sejarah Kolonial dan Kesultanan (The Heritage Trail)
Pusat warisan budaya Maluku Utara adalah Kedaton Kesultanan Ternate. Istana megah ini tidak hanya menjadi simbol kekuasaan historis, tetapi juga berfungsi sebagai museum yang menyimpan, merawat, dan memamerkan berbagai benda pusaka Kesultanan. Koleksi yang dipamerkan meliputi senjata tradisional, pakaian besi, pakaian kerajaan, topi perang, peralatan rumah tangga, hingga naskah-naskah kuno yang bernilai tinggi seperti Al-Quran, maklumat, dan surat-surat perjanjian bersejarah. Di area sekitar Kedaton, terdapat makam para Sultan Ternate dan keluarga kerajaan, yang memberikan dimensi historis mendalam tentang silsilah panjang dan peran Kesultanan.
Warisan sejarah Ternate diperkuat oleh keberadaan empat benteng kolonial yang tersebar di wilayahnya, masing-masing menceritakan babak berbeda dari persaingan rempah global :
- Benteng Kalamata: Dibangun pada tahun 1540 M oleh Portugis saat mereka berupaya memperluas kekuasaan. Benteng ini menjadi saksi bisu perebutan kekuasaan yang intens, pernah dikuasai berturut-turut oleh Portugis, Spanyol, dan bahkan sempat dikuasai oleh Sultan Tidore (1798–1801), sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris dan Belanda. Lokasi ini strategis untuk mengawasi perairan ke Ambon.
- Benteng Kastela: Juga didirikan oleh Portugis menggunakan batu karang dan andesit, situs ini menjadi penting karena di sinilah terdapat monumen yang mengenang Sultan Baabullah, tokoh yang berhasil mengusir Portugis. Kastela adalah situs simbolis perlawanan lokal terhadap kekuatan asing.
- Benteng Oranje: Salah satu benteng terbesar di Maluku Utara, Benteng Oranje memiliki peran sentral sebagai Kantor Pusat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang menegaskan posisi Ternate sebagai simpul utama dalam jaringan perdagangan rempah global.
- Benteng Tolukko: Terletak di Kelurahan Dufa-Dufa, benteng ini memiliki ciri khas arsitektural yang unik, yaitu bastionnya yang berbentuk lingkaran.
Keempat benteng ini merupakan aset heritage tourism yang saling melengkapi. Keberadaan situs-situs ini—dari pusat militer kolonial hingga Kedaton yang menyimpan makam Sultan—memperkuat narasi bahwa Kesultanan adalah aktor utama dan kekuatan yang harus diperhitungkan dalam kontestasi global tersebut.
Tabel 1: Ternate: Sinergi Sejarah, Budaya, dan Geowisata
| Pilar Wisata | Destinasi Kunci | Nilai Edukasi/Daya Tarik |
| Sejarah & Budaya | Benteng Kalamata | Situs rebutan 4 negara Eropa; simbol persaingan rempah global. |
| Sejarah & Budaya | Kedaton Kesultanan Ternate | Pusat budaya hidup; warisan naskah kuno dan makam Sultan. |
| Geowisata | Danau Tolire | Danau vulkanik unik di kaki Gamalama; fenomena mitos lemparan. |
| Ikonografi | Desa Fitu | Pemandangan Maitara & Tidore (visual merek Rp 1.000). |
| Bahari | Pantai Jikomalamo | Spot snorkeling dan diving dengan air kristal. |
Keajaiban Geowisata Vulkanik
Ternate adalah pulau vulkanik yang kaya akan keajaiban geologis. Danau Tolire, yang terletak sekitar 10 kilometer dari pusat kota, merupakan danau vulkanik unik yang terbagi menjadi Tolire Besar (berwarna hijau, dikelilingi tebing tinggi) dan Tolire Kecil (berwarna gelap). Danau ini menarik perhatian wisatawan karena mitos yang melingkupinya, yang menyebutkan bahwa benda seberat apapun yang dilempar ke danau tidak akan pernah bisa mengenai airnya.
Kawasan Danau Tolire menawarkan pemandangan Gunung Gamalama yang jelas. Selain itu, area di sekitar danau ditumbuhi subur oleh Pohon Cengkih dan Pohon Pala , komoditas yang menjadi alasan historis Ternate menjadi pusat konflik global. Destinasi geowisata lainnya, Batu Angus, menampilkan bongkahan lava dingin yang merupakan bekas letusan Gunung Gamalama pada tahun 1907, menambah dimensi unik pada kunjungan geologis. Integrasi geowisata dengan komoditas rempah ini menciptakan peluang wisata edukatif yang menghubungkan langsung fenomena alam dengan sejarah ekonomi global.
Selain atraksi geologis, pemandangan ikonik Pulau Maitara dan Pulau Tidore yang terpampang di uang kertas pecahan Rp 1.000 dapat dinikmati secara langsung dari bibir Pantai Desa Fitu. Pemandangan ini berfungsi sebagai aset pemasaran visual yang sangat kuat, memanfaatkan pengenalan publik yang sudah ada.
Destinasi Bahari Ternate
Untuk wisata bahari, Pantai Jikomalamo dikenal sebagai salah satu titik unggulan di Ternate. Pantai ini menyajikan air laut sebening kristal dan pemandangan alam yang masih terjaga keasliannya. Jikomalamo menawarkan aktivitas snorkeling dan diving yang berkualitas, dan pengelola pariwisata lokal menyadari bahwa potensi wisata alam bawah laut di Maluku Utara memiliki daya saing yang sebanding dengan destinasi kelas dunia lainnya, seperti Bali atau Raja Ampat.
Pulau Morotai: Epos Sejarah Perang Dunia II dan Keindahan Bahari
Pulau Morotai adalah pilar pariwisata kedua Maluku Utara, yang dikenal sebagai salah satu dari 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Nasional. Identitas Morotai secara spesifik dibentuk oleh sejarahnya sebagai basis militer utama Pasukan Sekutu Amerika Serikat di bawah komando Jenderal Douglas MacArthur selama Perang Dunia II.
Warisan Militer Abadi: Morotai sebagai Basis Sekutu
Morotai merupakan situs sejarah PD II yang signifikan, meskipun sering disebut sebagai “situs yang terlupakan”. Pulau ini dulunya menjadi pusat komando Pasukan Sekutu , tempat MacArthur melancarkan serangan gencar ke Filipina. Perairan di sekitar Morotai adalah kuburan massal bagi peninggalan militer. Tak terhitung jumlah kendaraan dan kapal perang yang tenggelam, menjadikannya destinasi wreck diving paling populer di kawasan tersebut.
Situs-situs daratan yang berkaitan dengan PD II meliputi:
- Army Dock & Navy Base: Terletak di Desa Pandanga, ini adalah bekas markas militer peninggalan PD II. Pantai Army Dock memiliki narasi historis yang kuat dan tragis, diceritakan bahwa air laut di lokasi tersebut pernah berubah menjadi merah akibat banyaknya darah korban yang berjatuhan saat bentrokan langsung antara Pasukan Sekutu dan Jepang.
- Air Kaca: Mata air alami ini dulunya difungsikan sebagai kolam renang pribadi Jenderal Douglas MacArthur.
- Pulau Zumzum: Terletak dekat Kota Daruba, Zumzum dikenal sebagai tempat favorit MacArthur untuk bersantai di akhir pekan.
- Museum Swadaya Perang Dunia Kedua: Melengkapi situs-situs terbuka dengan koleksi dan edukasi tentang konflik tersebut.
Narasi Historis Unik: Monumen Teruo Nakamura
Salah satu kisah paling menyentuh dan unik dari Morotai adalah cerita Monumen Teruo Nakamura. Nakamura adalah prajurit Jepang keturunan Taiwan yang ditempatkan di Morotai pada tahun 1943. Setelah pulau itu direbut Sekutu pada tahun 1944, ia bersembunyi di hutan dan menjadi prajurit Jepang terakhir yang secara resmi menyerah, yaitu pada akhir tahun 1974, puluhan tahun setelah perang usai.
Monumen ini didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai untuk mengenang peran strategis Morotai dalam PD II. Kisah Nakamura memberikan dimensi manusiawi dan emosional yang mendalam bagi wisata perang. Strategi pariwisata dapat memanfaatkan narasi kuat ini untuk menarik pasar dark tourism dan sejarawan. Kombinasi antara situs bawah laut (wreck diving) dan monumen di daratan menciptakan pengalaman sejarah yang utuh (Holistic War Tourism).
Atraksi Pantai dan Kepulauan Morotai
Pulau Morotai juga menawarkan keindahan bahari yang spektakuler. Pulau Dodola adalah ikon bahari Morotai yang terkenal. Pulau ini unik karena terdiri dari dua pulau kecil yang secara alami terhubung oleh hamparan pasir putih yang muncul saat air surut. Pemandangan ini menjadikannya destinasi paling ikonik, dan juga dikenal sebagai tempat bersantai favorit Jenderal MacArthur. Wisatawan dapat melakukan aktivitas seperti snorkeling, diving, dan memancing di sini. Selain Dodola, Morotai memiliki destinasi andalan lain seperti Pantai Gorango dan Pulau Kokoya, yang menawarkan panorama pantai pasir putih.
Pengembangan pariwisata Morotai menghadapi dilema strategis, yaitu menyeimbangkan branding sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Wreck Diving (warisan keras) dengan potensi Bahari Alam (warisan lembut seperti Dodola). Wreck diving menarik pasar niche dengan potensi pengeluaran tinggi, sementara Dodola menawarkan potensi pasar keluarga dan leisure yang lebih luas. Selain itu, diperlukan perhatian serius terhadap pelestarian etika di situs seperti Army Dock agar narasi sejarah tragis tersebut dikelola secara sensitif dan profesional.
Eksplorasi Halmahera: Destinasi Baru dan Ekowisata
Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara, mulai mengembangkan potensi ekowisata dan budaya yang beragam, yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Halmahera Barat dan Halmahera Selatan.
Halmahera Selatan: Bahari yang Belum Terjamah
Di Halmahera Selatan, potensi bahari yang belum terjamah menjadi daya tarik utama. Gugusan Pulau Tawale adalah destinasi alam yang disebut-sebut memiliki kemiripan dengan Raja Ampat di Papua. Destinasi ini menampilkan gugusan pulau yang indah, terletak di dalam tanjung atau teluk kecil, dengan terumbu karang yang sehat dan air laut yang sebening kristal.
Meskipun perbandingan dengan Raja Ampat adalah strategi branding yang kuat untuk menekankan kualitas bahari kelas dunia, realisasi potensi ini bergantung pada peningkatan infrastruktur dan aksesibilitas yang memadai.
Halmahera Barat: Atraksi Budaya sebagai Pemasaran
Halmahera Barat menggunakan atraksi budaya sebagai strategi pemasaran pariwisata. Festival Teluk Jailolo (FTJ) adalah salah satu event tourism unggulan yang rutin diselenggarakan di Maluku Utara. FTJ menampilkan atraksi budaya lokal, seperti Tari Cakalele, dan potensi kuliner daerah.
Di sisi etnografi, terdapat juga kekayaan tradisi lokal, seperti Upacara Adat Orom Sasadu di Desa Worat-Worat, Kecamatan Sahu, Halmahera Barat , yang menunjukkan keberagaman budaya di wilayah ini.
Geowisata dan Alam Halmahera
Halmahera juga menyajikan daya tarik geowisata dan alam yang menantang. Destinasi yang dapat dikunjungi meliputi Gunung Ibu dan Air Terjun 3 Bidadari di Subaim. Keberhasilan pengembangan Halmahera secara keseluruhan bergantung pada konektivitas regional antara Halmahera dan Ternate, serta kemudahan akses darat di pulau utama Halmahera, mengingat atraksinya yang tersebar luas.
Pilar Budaya, Tradisi, dan Kuliner Maluku Utara
Budaya dan tradisi lokal Maluku Utara—yang sangat erat kaitannya dengan laut dan rempah—memberikan nilai otentisitas yang tinggi bagi pengalaman wisatawan.
Budaya Maritim dan Tradisi Lokal
Masyarakat Maluku Utara menjunjung tinggi nilai-nilai solidaritas dan konservasi. Upacara Adat Sasi adalah tradisi konservasi yang penting, di mana masyarakat memberlakukan larangan mengambil hasil laut atau hasil panen tertentu dalam jangka waktu tertentu. Praktik ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup sumber daya alam dan memastikan panen dilakukan bersama-sama pada waktu yang telah ditentukan.
Nilai kebersamaan juga tercermin dalam tradisi Fagogoru, ritual adat yang dilaksanakan untuk menyelesaikan sengketa atau konflik antar kelompok atau individu. Sementara itu, Malam Badendang adalah kebiasaan sosial yang dilakukan untuk memperkuat solidaritas, di mana para peserta menari semalaman suntuk dengan iringan tarian daerah seperti Katreji dan Orlapei.
Festival Unggulan: Mengemas Budaya menjadi Daya Tarik Wisata
Festival budaya menjadi sarana penting untuk menarik wisatawan. Festival Nyao Fufu, yang berpusat pada budaya maritim pesisir di Kelurahan Dufa-Dufa, Ternate, berhasil mencatatkan Rekor MURI sebagai kegiatan pengasapan ikan terbanyak di Indonesia.
Festival ini dinilai oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai potensi besar untuk dikembangkan menjadi wisata bahari berbasis pesisir. Kekuatan Nyao Fufu terletak pada pengetahuan lokal masyarakat yang hidup berdampingan dengan laut dan ikan. Agar menarik wisatawan, pengetahuan lokal dan tradisi harus dikemas melalui storytelling yang menarik dan edukatif, mengubah sejarah atau tradisi menjadi narasi wisata yang mudah dinikmati.
Gastronomi Maluku Utara: Kekuatan Cita Rasa Rempah
Kuliner Maluku Utara secara konsisten memperkuat identitas wilayah sebagai Negeri Rempah melalui penggunaan pala dan kenari.
- Hidangan Ikan dan Pedas Khas:
- Gohu Ikan adalah hidangan khas Ternate, sering disebut sebagai sashimi Ternate, berupa ikan mentah yang diolah dengan bumbu segar.
- Ikan Kuah Pala Banda memadukan ikan laut (seperti ikan momar atau layang) dengan kuah kaya rempah yang asam, menonjolkan aroma khas buah pala.
- Ikan Fufu atau ikan asap (dari jenis cakalang, tongkol, atau tuna) adalah olahan ikan tradisional , yang sangat cocok disantap bersama Sambal Colo-Colo. Sambal ini khas karena dibuat mentah (tidak dimasak atau diulek), hanya dirajang kecil-kecil dari cabai rawit, bawang, dan tomat muda, kemudian dibumbui garam, air jeruk limau/nipis, dan disiram minyak.
- Hidangan Utama dan Camilan:
- Goru Balanga Sapi adalah semur daging sapi ala Ternate yang cita rasanya pedas gurih, menekankan penggunaan rempah pala yang kuat, berbeda dengan semur Jawa yang cenderung manis.
- Papeda (sagu) adalah makanan pokok utama.
- Camilan Berbasis Kenari: Kacang kenari adalah komoditas penting yang digunakan dalam banyak camilan khas, menjadikannya oleh-oleh populer. Contohnya adalah Bagea Kenari (kue kering sagu), Halua Kenari (kacang kenari yang dikaramelisasi) , dan Kue Bilolo (kue dari tepung, gula merah, kelapa parut, dan biji kenari yang dipanggang). Roti Kering Kenari juga menjadi pilihan oleh-oleh karena tahan lama.
- Minuman: Air Guraka merupakan minuman rempah hangat khas Ternate.
Kehadiran pala dan kenari dalam spektrum gastronomi yang luas, dari hidangan utama hingga camilan , memperkuat narasi kuliner Maluku Utara sebagai Negeri Rempah. Pengembangan wisata kuliner dapat menjadi pilar pendukung yang kuat, berpotensi diintegrasikan dengan rute geowisata di sekitar Gamalama yang merupakan sentra rempah.
Analisis Aksesibilitas, Infrastruktur, dan Logistik Pariwisata
Kapasitas logistik dan konektivitas antarpulau merupakan penentu utama skala pengembangan pariwisata di Maluku Utara.
Gerbang Udara dan Laut: Kapasitas dan Konektivitas Antar Pulau
Bandar Udara Sultan Babullah (TTE) di Ternate adalah gerbang udara utama, melayani penerbangan dari hub-hub besar di Indonesia Timur seperti Makassar dan Manado. Sementara itu, akses ke Morotai dilayani oleh Bandar Udara Pitu (OTI), yang sebagian besar penerbangannya (Wings Air) memerlukan transit melalui Ternate, Manado, atau Sorong.
Untuk transportasi antarpulau, kapal cepat sangat vital untuk rute jarak pendek, seperti Ternate menuju Loleo atau Sofifi (ibu kota provinsi). Namun, koneksi antara Ternate dan Morotai masih menjadi tantangan logistik. Layanan kapal penumpang (kapal malam) memiliki waktu tempuh yang panjang, yaitu sekitar 11 jam. Selain itu, Kapal Pelni (KM TATAMAILAU) juga melayani rute Bitung/Sorong–Morotai, namun dengan jadwal yang kurang fleksibel (sekitar dua minggu sekali). Waktu tempuh yang panjang ini menjadi friksi logistik yang membatasi integrasi paket wisata tematik Ternate-Morotai.
Tabel 2: Analisis Konektivitas dan Logistik Pariwisata Maluku Utara
| Pusat Destinasi | Gerbang Udara (IATA) | Koneksi Domestik Utama | Transportasi Inter-Island Kritis |
| Ternate (Gerbang Utama) | Sultan Babullah (TTE) | Makassar, Manado | Kapal Cepat (Sofifi/Loleo) |
| Morotai (Pilar WWII) | Pitu (OTI) | Wings Air (TTE/MDC/SOQ transit) | Kapal Malam TTE-Morotai (±11 jam) |
| Halmahera (Ekowisata) | (Beragam, tergantung lokasi) | Ternate/Sofifi (Jalur darat/laut) | Kapal Cepat TTE-Sofifi, Akses jalan di pulau utama. |
Tinjauan Akomodasi dan Pelayanan
Ketersediaan akomodasi menunjukkan perbedaan fungsi antara Ternate dan Morotai. Ternate, sebagai pusat bisnis dan transit, menawarkan hotel kota bintang 3 seperti Bela Hotel dan Gamalama Indah Hotel, yang menyediakan fasilitas standar (spa, kolam renang, akses mudah ke pelabuhan/pusat kota).
Sebaliknya, Morotai fokus pada akomodasi berkonsep leisure dan bahari, seperti D’Aloha Resort, Moloka’i Morotai, dan Marahai Villa. Resor-resor ini menargetkan wisatawan rekreasi dengan fasilitas kolam renang dan akses dekat ke pantai privat.
Perlu diperhatikan bahwa terdapat kesenjangan kualitas antara akomodasi fungsional di Ternate dan akomodasi resor di Morotai. Untuk mengintegrasikan pariwisata di kedua pulau, investasi pada resor kelas atas di Ternate, terutama yang memanfaatkan pemandangan ikonik Maitara-Tidore, akan meningkatkan daya tarik Ternate sebagai destinasi leisure yang lebih lama, bukan sekadar titik transit.
Strategi Kunjungan dan Etika Lokal
Suhu air laut di Maluku Utara relatif stabil dan hangat sepanjang tahun (berkisar 29°C hingga 30°C). Meskipun demikian, untuk aktivitas spesifik seperti diving di Jikomalamo , periode musim tenang laut biasanya menjadi waktu optimal bagi wisatawan.
Secara sosial, masyarakat Maluku dikenal memiliki rasa kekeluargaan dan hospitalitas yang tinggi, yang merupakan aset besar dalam industri pariwisata. Wisatawan diharapkan untuk menghormati tradisi lokal, terutama yang berkaitan dengan konservasi laut seperti Adat Sasi , dan menghargai upacara komunitas.
Kesimpulan
Maluku Utara memiliki potensi pariwisata yang luar biasa, didukung oleh tiga pilar utama:
- Warisan Sejarah (Ternate): Kekuatan heritage yang unik sebagai Ibu Kota Rempah, dibuktikan dengan kompleks benteng kolonial yang rumit dan Kedaton Kesultanan.
- Wisata Niche (Morotai): Keunggulan kompetitif dalam wreck diving dan dark tourism Perang Dunia II, diperkuat oleh narasi manusiawi Monumen Nakamura.
- Kekuatan Bahari: Potensi ekowisata pantai dan laut kelas dunia di Jikomalamo (Ternate) dan Tawale (Halmahera), serta ikonografi alam Pulau Dodola dan pemandangan Maitara-Tidore.
Meskipun memiliki potensi tinggi, pengembangan pariwisata Maluku Utara dihadapkan pada beberapa kendala struktural:
- Friksi Logistik: Waktu tempuh laut yang panjang (sekitar 11 jam) antara pusat sejarah Ternate dan pusat PD II Morotai membatasi mobilitas wisatawan dan menghambat integrasi paket wisata yang efisien.
- Kebutuhan Konservasi: Situs wreck diving dan situs sejarah tragis PD II, seperti Army Dock , memerlukan regulasi konservasi yang ketat untuk menjamin kelestarian warisan budaya dan etika pariwisata.
- Kesenjangan Storytelling: Diperlukan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) pemandu wisata yang mampu mengkonversi sejarah yang kompleks (Rempah, Kolonial, PD II) menjadi narasi wisata yang menarik, edukatif, dan bernilai jual tinggi, sesuai prinsip pengembangan wisata pesisir.
Untuk memaksimalkan potensi Maluku Utara, laporan ini merekomendasikan langkah-langkah strategis berikut:
- Integrasi Rute Tematik (“Spice & War Trail”): Mempromosikan paket perjalanan yang secara eksplisit menggabungkan situs kolonial Ternate dengan situs PD II Morotai. Pemerintah dan pemangku kepentingan harus mendorong investasi pada kapal cepat berkualitas tinggi untuk mengurangi waktu tempuh Ternate–Morotai secara signifikan, sehingga rute ini menjadi layak bagi wisatawan yang memiliki keterbatasan waktu.
- Pemanfaatan Ikonografi Nasional: Pemandangan Maitara-Tidore harus dijadikan visual lead utama dalam kampanye pemasaran pariwisata Maluku Utara. Penggunaan citra yang sudah dikenal masyarakat luas (uang Rp 1.000) akan membangun pengakuan dan ketertarikan publik secara cepat dan efektif.
- Ekowisata Berbasis Adat: Mengembangkan produk wisata yang melibatkan tradisi konservasi lokal. Adat Sasi dan Festival Nyao Fufu harus dikemas bukan sekadar sebagai pertunjukan, tetapi sebagai pengalaman edukatif yang menunjukkan bagaimana tradisi lokal berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan budaya maritim secara berkelanjutan.


