Qubit vs. Bit: Analisis Teknis Mendalam Mengapa Komputasi Kuantum Tidak Akan Menggantikan Komputer Klasik
Paradigma Komputasi Baru dan Akselerasi Khusus
Perkembangan Komputasi Kuantum (KK) menandai pergeseran fundamental dari paradigma Komputasi Klasik (KL) yang telah mendominasi teknologi selama lebih dari setengah abad. Namun, meskipun KK menawarkan potensi peningkatan daya komputasi yang eksponensial untuk kelas masalah tertentu, analisis arsitektural dan fungsional yang cermat menunjukkan bahwa KK tidak dirancang untuk menggantikan infrastruktur KL yang ada. Sebaliknya, peran Komputasi Kuantum harus dipahami secara strategis sebagai akselerator khusus—alat yang dirancang untuk mengatasi masalah yang “terlalu sulit” bagi superkomputer klasik yang paling canggih sekalipun.
Sistem KL, yang beroperasi berdasarkan prinsip fisika deterministik, sangat unggul dalam pemrosesan data linier, tugas Input/Output (I/O) bervolume tinggi, dan aplikasi sehari-hari. KK, di sisi lain, bertujuan untuk membuka ranah perhitungan yang tidak dapat dijangkau yang melibatkan simulasi sistem kuantum atau optimasi kombinatorial dengan ruang keadaan yang berkembang secara eksponensial. Laporan ini akan menguraikan perbedaan mendasar antara Bit dan Qubit, mengeksplorasi tantangan teknis yang membatasi universalitas KK, dan menyoroti skenario spesifik di mana KK mencapai keunggulan komersial dan ilmiah. Masa depan komputasi, oleh karena itu, ditetapkan sebagai masa depan kolaborasi—arsitektur hibrida yang memanfaatkan kekuatan terbaik dari kedua sistem.
Definisi Terminologi Kunci: Quantum Advantage vs. Quantum Supremacy
Dalam diskusi mengenai capaian Komputasi Kuantum, terdapat kebutuhan kritis untuk membedakan secara tegas antara dua tonggak yang sering kali disalahartikan: Quantum Supremacy dan Quantum Advantage. Definisi yang jelas ini sangat penting untuk memahami utilitas praktis teknologi kuantum saat ini.
- Quantum Supremacy (Superioritas Kuantum): Istilah ini merujuk pada pencapaian eksperimental di mana sebuah komputer kuantum dapat menyelesaikan tugas perhitungan yang spesifik dan direkayasa, yang secara efektif mustahil dilakukan oleh superkomputer klasik tercepat dalam jangka waktu yang realistis. Sebagai contoh, klaim quantum supremacy yang dibuat Google menggunakan chip Sycamore berfokus pada tugas yang sengaja direkayasa, yaitu pemeriksaan keacakan urutan angka, yang diklaim selesai dalam tiga menit—sebuah tugas yang akan memakan waktu ribuan tahun pada superkomputer klasik. Namun, klaim semacam ini sering kali memicu perdebatan mengenai apakah tugas tersebut memiliki nilai praktis dan apakah superkomputer klasik dapat menandingi kinerja tersebut dengan algoritma simulasi yang lebih baik, sebagaimana yang terjadi dalam perdebatan antara Google dan IBM. Hal ini menunjukkan bahwa Supremacy lebih merupakan tolok ukur pencapaian eksperimental fisik, dan sering dikritik sebagai strategi pemasaran, yang fokusnya bukan pada utilitas nyata.
- Quantum Advantage (Keunggulan Kuantum): Ini adalah tolok ukur yang lebih relevan secara ekonomi dan strategis. Quantum Advantage tercapai ketika komputer kuantum dapat menghitung ratusan atau ribuan kali lebih cepat daripada komputer klasik untuk masalah yang memiliki nilai komersial atau ilmiah yang nyata. Tujuan industri saat ini telah bergeser dari demonstrasi superioritas murni menuju pencapaian keunggulan yang terukur di bidang-bidang seperti simulasi molekuler atau optimasi logistik. Metrik ini adalah target yang selalu bergerak, yang mendorong penelitian untuk fokus pada aplikasi nyata, bukan pada tugas buatan semata.
Pondasi Teoritis: Perbedaan Kuantum-Klasik (Bit vs. Qubit)
Perbedaan mendasar dalam unit informasi dan cara pemrosesan data menjadi alasan utama mengapa Komputasi Kuantum menunjukkan potensi eksponensial.
Bit Klasik: Keadaan Deterministik
Dalam Komputasi Klasik (KL), unit dasar informasinya adalah bit (binary digit). Sebuah bit adalah unit informasi diskret yang secara ketat hanya dapat berada dalam satu dari dua keadaan: 0 ATAU 1. Komputer klasik memproses informasi ini secara sekuensial atau menggunakan arsitektur paralel brute force yang melibatkan miliaran transistor. Kekuatan pemrosesan superkomputer klasik berasal dari jumlah bit yang masif dan kemampuan untuk melakukan operasi Boolean dasar dengan kecepatan luar biasa. Namun, keterbatasan utama terletak pada sifat linier representasi datanya: setiap transistor hanya dapat memproses satu nilai dalam satu waktu.
Qubit Kuantum: Representasi Informasi yang Lebih Kaya
Komputasi Kuantum menggunakan unit data yang disebut qubit (quantum bit). Qubit merepresentasikan informasi jauh lebih kaya daripada bit klasik karena memanfaatkan dua prinsip inti mekanika kuantum: superposisi dan keterikatan (entanglement).
Superposisi (Superposition)
Berbeda dengan bit klasik yang hanya dapat bernilai 0 atau 1, qubit dapat berada dalam keadaan 0, 1, atau keduanya secara bersamaan. Secara matematis, keadaan ini digambarkan sebagai kombinasi linier dari keadaan dasar $\left|0\right\rangle$ dan $\left|1\right\rangle$ (sering disebut sebagai bola Bloch). Kemampuan ini, yang dikenal sebagai superposisi, memungkinkan komputer kuantum melakukan banyak perhitungan secara simultan—sebuah bentuk pemrosesan paralel yang eksponensial yang tidak dapat dicapai secara klasik. Ini membuat qubit jauh lebih kaya dalam menyimpan informasi dibandingkan bit klasik.
Keterikatan (Entanglement)
Keterikatan kuantum adalah fenomena di mana dua atau lebih qubit menjadi saling terkait, atau “terjerat”, sedemikian rupa sehingga keadaan satu qubit secara instan memengaruhi keadaan pasangannya, meskipun dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh. Keterikatan adalah sumber daya komputasi yang penting. Misalnya, dalam sistem qubit yang terjerat, pengukuran pada satu qubit secara seketika memengaruhi keadaan pasangannya. Fitur ini dieksploitasi dalam operasi yang kompleks untuk memungkinkan komputer kuantum melakukan operasi yang jauh lebih efisien dan merupakan dasar bagi kriptografi kuantum dan pemrosesan paralel eksponensial.
Tabel 1 merangkum perbedaan mendasar ini:
Table 1: Perbedaan Fundamental Antara Bit Klasik dan Qubit Kuantum
| Fitur | Bit Klasik | Qubit Kuantum |
| Unit Dasar | Bit (Binary Digit) | Qubit (Quantum Bit) |
| Representasi Informasi | Keadaan tunggal: 0 ATAU 1 | Superposisi: 0 DAN 1 secara simultan |
| Fenomena Fisika | Elektronika konvensional, Logika Boolean | Mekanika Kuantum (Superposisi, Entanglement) |
| Kemampuan Pemrosesan | Serial atau Paralel Brute Force | Paralel Eksponensial (Melalui gerbang kuantum) |
| Keterbatasan Data | Informasi disimpan secara linier | Informasi jauh lebih kaya, disimpan dalam ruang keadaan eksponensial |
Batasan Fungsional dan Strategis: Mengapa QC Bukan Pengganti Universal
Meskipun Qubit menawarkan keunggulan pemrosesan data yang eksponensial untuk masalah yang sangat spesifik, kendala fundamental dalam fisika dan arsitektur membuat Komputasi Kuantum tidak efisien, bahkan tidak mungkin, untuk menggantikan Komputer Klasik (KL) sebagai alat komputasi serba guna.
Inefisiensi untuk Tugas Komputasi Umum
Sebagian besar pekerjaan komputasi di dunia—seperti word processing, manajemen basis data, penelusuran web, atau akuntansi—melibatkan pengolahan data ringan dan tugas input/output (I/O) yang relatif sederhana. Tugas-tugas ini sangat efisien dan hemat energi pada arsitektur klasik.
Komputer kuantum memerlukan kondisi pengoperasian yang ekstrem: stabilisasi ultra-dingin (mendekati nol absolut) dan isolasi lingkungan yang ketat. Overhead energi dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas sistem kuantum sangat besar. Menggunakan mesin yang mahal dan rapuh ini untuk menjalankan tugas komputasi umum atau linier akan sangat tidak praktis dan boros. Komputer kuantum hanya memberikan akselerasi yang signifikan ketika menghadapi masalah yang melibatkan ruang keadaan eksponensial, yang sulit disimulasikan secara klasik karena kompleksitasnya yang luar biasa.
Tantangan Skalabilitas dan Kebutuhan Qubit Logika (The QEC Bottleneck)
Kendala teknis terkuat yang menghalangi KK menjadi pengganti universal adalah masalah stabilitas Qubit dan overhead yang diperlukan untuk menjaga stabilitas tersebut, yang dikenal sebagai Quantum Error Correction (QEC).
Decoherence dan Koreksi Kesalahan
Qubit sangat rentan. Mereka sangat sensitif terhadap gangguan lingkungan seperti fluktuasi suhu, radiasi elektromagnetik, atau medan magnet. Fenomena ini, yang disebut decoherence (dekoherensi), menyebabkan hilangnya informasi kuantum yang disimpan dalam superposisi. Untuk mengatasi ketidakstabilan ini, sistem Komputasi Kuantum Toleran Kesalahan (Fault-Tolerant Quantum Computing/FTQC) harus menggunakan teknik Koreksi Kesalahan Kuantum (QEC).
Overhead Qubit Fisik vs. Logika
QEC bekerja dengan melindungi informasi kuantum melalui redundansi. Informasi tidak disimpan dalam satu qubit fisik (yang rentan), tetapi tersebar di banyak qubit fisik untuk membentuk satu qubit logika (logical qubit). Melalui kombinasi matematis tertentu (menggunakan kode stabilizer seperti surface codes), sistem dapat mendeteksi dan mengoreksi kesalahan tanpa harus mengetahui nilai pasti qubit tersebut.
Kebutuhan akan QEC ini menciptakan overhead fisik yang ekstrem. Agar dapat menjalankan algoritma kuantum skala besar seperti Algoritma Shor dengan tingkat akurasi yang memadai, diperlukan ratusan hingga ribuan qubit logika. Untuk mencapainya, dibutuhkan ratusan bahkan ribuan qubit fisik untuk setiap satu qubit logika yang stabil. Misalnya, rasio tipikal untuk qubit superkonduktor bisa mencapai ratusan hingga ribuan qubit fisik per satu qubit logika; bahkan untuk ion terperangkap, rasionya berkisar antara 10-100 qubit fisik per satu qubit logika.
Overhead yang masif ini adalah alasan fundamental mengapa KK tidak dapat menjadi mesin komputasi massal yang hemat biaya. Saat ini, sistem kuantum baru mencapai ratusan qubit fisik, jauh dari jutaan qubit yang diperlukan untuk mencapai FTQC yang fungsional dan menjalankan aplikasi yang berguna secara praktis. Keterbatasan skalabilitas ini secara inheren membatasi peran Komputasi Kuantum sebagai alat khusus, bukan sistem komputasi serba guna.
Tabel 2 mengilustrasikan perbedaan peran antara kedua sistem berdasarkan kompleksitas masalah:
Table 2: Perbandingan Skenario Penggunaan Komputasi Klasik vs. Kuantum
| Jenis Masalah | Komputer Klasik (Unggul) | Komputer Kuantum (Akselerator) |
| Tugas Umum/I/O | Word Processing, Manajemen Database, Komputasi Akuntansi Dasar | Tidak Efisien/Tidak Praktis |
| Kompleksitas Komputasi | Masalah Polinomial (P) | Masalah Eksponensial (BQP, NP-hard) |
| Simulasi Fisik | Model Keuangan Deterministik, CFD | Simulasi Molekuler/Kimia Kuantum , Simulasi Reaksi Katalis |
| Optimasi | Optimasi Linier Sederhana, Penjadwalan Tugas Kecil | Optimasi Kombinatorial Kompleks (Logistik, Portofolio Finansial) |
| Kriptografi | Kriptografi Simetris/Asimetris Saat Ini | Memecahkan RSA (Algoritma Shor) |
Arena Keunggulan Kuantum: Aplikasi Khusus dan Quantum Advantage
Peran strategis Komputasi Kuantum terletak pada kemampuannya untuk mencapai quantum advantage di tiga domain utama, yaitu area di mana kompleksitas eksponensial masalah secara intrinsik sesuai dengan representasi data kuantum.
Algoritma Kuantum Transformasional
Dua algoritma kuantum paling terkenal telah menunjukkan potensi akselerasi eksponensial atau kuadratik yang mengubah lanskap komputasi:
- Algoritma Shor: Dikembangkan oleh Peter Shor, algoritma ini dapat memfaktorkan bilangan besar secara eksponensial lebih cepat daripada algoritma klasik tercepat. Keunggulan ini secara langsung mengancam keamanan sistem kriptografi asimetris modern, seperti RSA, yang mengandalkan kesulitan faktorisasi bilangan prima besar.
- Algoritma Grover: Algoritma ini menawarkan akselerasi kuadratik dalam pencarian basis data yang tidak terstruktur. Meskipun tidak sekuat akselerasi eksponensial Shor, Grover dapat mempercepat serangan brute force, membuat kriptografi simetris (seperti AES) jauh kurang aman dan memerlukan penambahan ukuran kunci.
Simulasi Molekuler dan Penemuan Material
Salah satu aplikasi yang paling “alami” dan mendesak bagi Komputasi Kuantum adalah simulasi sistem kuantum itu sendiri, yaitu kimia kuantum. Komputer klasik berjuang untuk mensimulasikan interaksi atom dan molekul yang sangat kompleks karena ruang keadaan interaksi tersebut berkembang secara eksponensial. Komputer kuantum, dengan kemampuan superposisi, secara inheren cocok untuk memodelkan perilaku molekuler dan reaksi biokimia.
- Akselerasi Farmasi: Dalam industri farmasi, KK mempercepat penelitian dan pengembangan obat baru. Dengan mensimulasikan interaksi molekul kompleks, teknologi ini membantu mengidentifikasi kandidat obat dengan lebih cepat melalui optimasi reaksi kimia. Perusahaan farmasi global seperti Roche dan Pfizer telah berkolaborasi dengan startup teknologi kuantum untuk menguji simulasi senyawa kompleks, dengan hasil awal menunjukkan percepatan analisis molekul hingga ribuan kali.
- Energi Berkelanjutan: Industri transportasi juga memanfaatkan simulasi kuantum. Airbus, bekerja sama dengan BMW Group, menggunakan komputasi kuantum hibrida untuk mensimulasikan reaksi reduksi oksigen pada katalis berbasis platinum yang vital untuk sel bahan bakar hidrogen. Dengan memahami reaksi ini secara mendalam, tujuannya adalah mengembangkan material alternatif yang lebih efisien dan berkelanjutan, yang merupakan langkah penting dalam memajukan energi hidrogen di industri penerbangan.
Optimasi Skala Besar dan Finansial
Komputasi Kuantum sangat unggul dalam mengatasi masalah optimasi kombinatorial, yang termasuk dalam kelas masalah NP-hard yang tidak dapat diselesaikan secara efisien oleh algoritma klasik.
- Logistik dan Operasi: Masalah logistik seperti penjadwalan, rute kendaraan, dan optimasi rantai pasokan melibatkan variabel yang sangat besar. Thales Group, misalnya, telah menerapkan komputasi kuantum hibrida untuk mengoptimalkan perencanaan misi satelit. Dengan menggunakan metode quantum-based reinforcement learning, mereka meningkatkan efisiensi operasional satelit, yang berpotensi menghasilkan nilai ekonomi yang signifikan per satelit per hari.
- Sektor Keuangan: Lembaga keuangan dapat memanfaatkan algoritma kuantum untuk menyelesaikan masalah optimasi yang sebelumnya tidak dapat dihitung secara komputasi. Aplikasi meliputi optimasi strategi investasi, alokasi sumber daya yang lebih efisien, dan analisis risiko yang lebih akurat. Komputer kuantum dapat menjalankan simulasi skenario ekonomi kompleks untuk menilai dampak krisis keuangan terhadap portofolio investasi dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada pemodelan Monte Carlo klasik.
Realitas Teknis: Tantangan Arsitektur dan Skalabilitas (Era NISQ)
Komputasi Kuantum saat ini berada dalam fase Noisy Intermediate-Scale Quantum (NISQ), di mana sistem memiliki sejumlah qubit terbatas dan rentan terhadap kesalahan. Tantangan arsitektur dan teknis ini memperkuat peran KK sebagai akselerator khusus.
Perbandingan Arsitektur Qubit Utama
Pengembangan hardware kuantum dihadapkan pada pertukaran inheren (trade-off) antara koherensi (waktu di mana qubit dapat mempertahankan informasi kuantum tanpa dekoherensi) dan skalabilitas (kemudahan untuk meningkatkan jumlah qubit). Tiga arsitektur qubit utama yang dikembangkan secara intensif meliputi:
- Qubit Superkonduktor: Arsitektur ini adalah pilihan utama bagi banyak perusahaan, seperti IBM dan Google, karena skalabilitas dan infrastruktur pembuatannya yang sudah siap. Namun, kelemahan utamanya adalah bahwa qubit superkonduktor seringkali memiliki tingkat kesalahan (error rates) yang lebih tinggi.
- Qubit Ion Terperangkap (Trapped Ion): Qubit jenis ini menunjukkan waktu koherensi yang lebih lama dan tingkat kesalahan yang lebih rendah dibandingkan superkonduktor. Namun, ion terperangkap menghadapi tantangan yang lebih besar dalam hal skalabilitas, karena mempertahankan dan mengontrol sejumlah besar ion secara koheren adalah tugas yang kompleks.
Perbedaan kinerja dan tantangan ini berarti bahwa arsitektur komputasi kuantum kemungkinan akan tetap terfragmentasi, di mana jenis qubit akan dipilih berdasarkan tujuan aplikasi—mirip dengan bagaimana unit pemrosesan grafis (GPU) dipilih berdasarkan beban kerja (misalnya, rendering versus AI). Arsitektur yang berbeda ini memerlukan lingkungan operasional yang sangat terlindungi, biasanya kondisi ultra-dingin, yang sulit untuk distandardisasi dan didistribusikan secara universal.
Quantum Error Correction (QEC) Secara Detail
QEC adalah fondasi utama untuk Komputasi Kuantum di masa depan. Algoritma kuantum yang berguna secara praktis, seperti Shor, membutuhkan sistem fault-tolerant yang stabil, yang berarti QEC tidak lagi opsional.
Kebutuhan akan logical qubits yang stabil mengharuskan penggunaan kode koreksi kesalahan yang kompleks, seperti surface codes atau Shor Code (yang menggunakan 9 qubit fisik untuk melindungi 1 qubit logika dan dapat memperbaiki kesalahan bit-flip dan phase-flip).
Biaya fisik untuk mencapai fault tolerance ini sangat signifikan. Diperkirakan bahwa untuk aplikasi yang kompleks, kita membutuhkan rasio overhead yang ekstrem. Meskipun qubit topologis menjanjikan rasio yang lebih rendah, saat ini, mencapai satu qubit logika yang stabil memerlukan puluhan hingga ribuan qubit fisik. Hingga kendala overhead QEC ini dapat diatasi secara signifikan, Komputasi Kuantum akan tetap menjadi teknologi akselerator yang langka, mahal, dan sulit diakses.
Masa Depan Kolaboratif: Komputasi Kuantum Hibrida
Mengingat keterbatasan skalabilitas dan tingginya tingkat kesalahan pada sistem NISQ saat ini, model operasional yang paling realistis adalah Komputasi Kuantum Hibrida (Hybrid Quantum Computing). Model ini memperkuat argumen bahwa Komputer Kuantum adalah akselerator yang terintegrasi, bukan sistem mandiri.
Konsep Model Hibrida Kuantum-Klasik
Model hibrida membagi beban kerja antara Komputer Klasik (KL) dan Komputer Kuantum (KK). KK digunakan untuk tugas-tugas perhitungan inti yang membutuhkan kekuatan eksponensial (misalnya, perhitungan nilai ekspektasi Hamiltonian molekul), sementara KL menangani semua tugas lainnya.
Ini termasuk pra-pemrosesan data, I/O, dan yang paling penting, optimasi parameter. Algoritma Variational Quantum Algorithms (VQA), seperti Quantum Approximate Optimization Algorithm (QAOA) yang cocok untuk optimasi kombinatorial, beroperasi berdasarkan prinsip hibrida. Komputer kuantum melakukan perhitungan kuantum cepat (inti kuantum), sementara komputer klasik mengelola feedback loop untuk mengoptimalkan parameter algoritma, menghasilkan solusi yang lebih akurat dan efisien.
Implementasi Industri Hibrida
Model hibrida telah menunjukkan utilitas komersial di berbagai sektor:
- Optimasi Transportasi dan Logistik: Inisiatif Quantum Mobility Quest oleh Airbus dan BMW Group merupakan contoh utama pemanfaatan teknologi kuantum untuk merevolusi sektor transportasi. Selain simulasi reaksi kimia untuk energi hidrogen, perusahaan-perusahaan tersebut fokus pada optimasi kombinatorial untuk menyelesaikan berbagai masalah di industri penerbangan dan otomotif.
- Optimasi Misi Satelit: Thales Group bekerja sama dengan Terra Quantum untuk menerapkan komputasi hibrida guna mengoptimalkan perencanaan misi satelit. Mereka menggunakan quantum-based reinforcement learning untuk meningkatkan efisiensi operasional, yang menunjukkan dampak besar KK dalam industri luar angkasa dan logistik.
- Pembelajaran Mesin Kuantum (QML): Sebagian besar implementasi Quantum Machine Learning saat ini bersifat hibrida. QML menawarkan solusi yang lebih efisien dalam mengelola investasi dan mendeteksi anomali dalam keuangan. Komputer kuantum dapat digunakan untuk mengatasi ruang fitur berdimensi tinggi, sementara komputer klasik menjalankan proses pelatihan model dan manajemen data.
Model hibrida bukan hanya solusi sementara untuk mengatasi kekurangan era NISQ. Ini adalah model arsitektur jangka panjang yang efektif. Karena masalah komputasi dunia nyata selalu memiliki komponen klasik yang besar, integrasi Unit Pemrosesan Kuantum (QPU) sebagai co-processor dengan infrastruktur KL yang ada akan tetap menjadi cara paling efisien untuk mendapatkan nilai komersial dari teknologi ini.
Kesimpulan
Analisis ini menegaskan bahwa Komputasi Kuantum (KK) adalah teknologi transformasional yang ditakdirkan untuk melengkapi, dan bukan menggantikan, Komputasi Klasik (KL). Perbedaan fundamental antara Bit dan Qubit—khususnya kemampuan superposisi dan keterikatan—memberikan KK kekuatan eksponensial yang tak tertandingi dalam mengatasi masalah dengan kompleksitas eksponensial, seperti simulasi kimia kuantum dan optimasi skala besar.
Namun, kendala teknis yang serius, terutama dekoherensi dan overhead ekstrem dari Koreksi Kesalahan Kuantum (QEC)—yang mungkin membutuhkan ratusan hingga ribuan qubit fisik untuk satu qubit logika—secara intrinsik membatasi KK untuk menjadi akselerator terfokus. Untuk tugas komputasi umum dan linier yang mendominasi aktivitas komputasi global, Komputer Klasik tetap unggul dalam hal efisiensi, stabilitas, biaya, dan skalabilitas.
Model Komputasi Hibrida Kuantum-Klasik adalah realitas operasional saat ini dan masa depan strategis. Model ini memungkinkan industri untuk mengekstrak Quantum Advantage dari perangkat NISQ saat ini (misalnya, dalam studi kasus optimasi logistik dan simulasi material oleh Airbus, BMW, dan Thales Group) tanpa harus menunggu pencapaian Komputasi Toleran Kesalahan skala penuh.
Berdasarkan realitas arsitektural dan tantangan overhead QEC, direkomendasikan bahwa para pembuat keputusan strategis dan investor harus:
- Mengadopsi Paradigma Hibrida: Prioritaskan pengembangan algoritma Variasional Kuantum dan Quantum Machine Learning (QML) hibrida. Fokus harus pada integrasi QPU sebagai co-processor dengan kemampuan KL yang kuat untuk manajemen data dan feedback loop, memaksimalkan nilai dari hardware kuantum di era NISQ.
- Fokus pada Nilai Komersial Jelas (Quantum Advantage): Investasi R&D harus diarahkan ke domain yang telah menunjukkan potensi quantum advantage yang signifikan, yaitu simulasi material, penemuan obat (farmasi), dan optimasi kombinatorial kompleks (logistik dan keuangan).
- Mendukung Penelitian Fault-Tolerant Jangka Panjang: Tetap mengakui dan mendukung penelitian arsitektur qubit yang dapat secara drastis mengurangi overhead QEC (misalnya, ion terperangkap dengan koherensi tinggi atau qubit topologis), karena hanya dengan Fault-Tolerant Quantum Computing (FTQC) barulah algoritma transformasional skala penuh (seperti Shor) dapat diimplementasikan. Sampai QEC mengatasi rasio overhead fisik yang masif ini, Komputasi Kuantum akan tetap menjadi alat khusus yang dioperasikan bersama Komputer Klasik.
