Loading Now

Gerakan Jalan Kaki di Berbagai Negara : Mobilitas Berkelanjutan, Kesehatan Publik, dan Pembangunan Kota Inklusif

Gerakan jalan kaki global, atau pedestrianism, telah berevolusi dari sekadar aktivitas rekreasi menjadi modalitas transportasi dan perencanaan kota yang kritis. Dalam konteks tata kota modern, istilah walkability didefinisikan sebagai tingkat kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan suatu lingkungan perkotaan untuk dijelajahi dengan berjalan kaki. Konsep ini merupakan elemen sentral dalam desain perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urban design).

Dalam skala kebijakan global, jalan kaki diposisikan sebagai solusi penting untuk mengatasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi karbon dan polutan, serta meningkatkan kualitas hidup di perkotaan. Analisis menunjukkan bahwa mempromosikan berjalan kaki secara substansial adalah langkah penting menuju kota yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dengan demikian, jalan kaki kini harus diperlakukan sebagai mode transportasi utama (primary mode of transportation) untuk perjalanan jarak pendek, bukan sekadar pelengkap. Reposisi ini memberikan manfaat langsung, termasuk pengurangan biaya transportasi bagi individu karena berjalan kaki adalah mode yang gratis.

Gerakan ini memiliki relevansi mendesak di tengah krisis global, termasuk tingginya tingkat fatalitas lalu lintas—di Amerika Serikat saja, lebih dari 42.000 orang tewas setiap tahun —dan epidemi penyakit tidak menular (NCDs). Mengingat perannya dalam meningkatkan kesehatan, mengurangi polusi, dan memastikan akses yang adil, pedestrianism menjadi kunci pendukung utama Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDGs 3 (Kesehatan yang Baik) dan SDGs 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan).

Infrastruktur Pejalan Kaki sebagai Prioritas Kebijakan (Complete Streets)

Untuk mewujudkan walkability, diperlukan investasi yang terencana dalam infrastruktur pejalan kaki yang memadai. Jenis-jenis fasilitas ini mencakup trotoar sebagai fasilitas paling umum, jalur pejalan kaki yang biasanya terpisah dari jalan raya dan melewati area hijau atau koridor khusus, zona penyeberangan (seperti zebra cross, penyeberangan pelican, dan jembatan penyeberangan), dan zona pejalan kaki eksklusif yang sering ditemukan di distrik perbelanjaan atau pusat kota. Kombinasi fasilitas ini, yang disesuaikan dengan konteks lokal, sangat penting untuk mendorong masyarakat menjadikan berjalan kaki sebagai pilihan utama.

Secara kebijakan, kerangka kerja Complete Streets telah diadopsi secara luas untuk memastikan bahwa jalan dirancang, dibangun, dan dipelihara untuk memenuhi kebutuhan semua pengguna, termasuk pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi publik. Adopsi kebijakan Complete Streets—yang telah diadopsi lebih dari 1.700 kali di Amerika Serikat—melibatkan perubahan fisik yang nyata seperti penambahan trotoar, penyeberangan yang ditinggikan, dan infrastruktur sepeda yang aman. Selain itu, kebijakan ini juga menuntut perubahan sistemik yang kurang terlihat, seperti sistem akuntabilitas publik dan proses evaluasi, mengakui bahwa pendekatan lama yang mengutamakan kendaraan pribadi sudah tidak memadai. Kebijakan ini sangat penting mengingat fatalitas pejalan kaki berada pada tingkat mendekati rekor tertinggi, menjadikan pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas sebagai pengguna jalan yang paling rentan.

Pilar Filosofis dan Kebijakan Keselamatan Global

Bagian kritis dari gerakan jalan kaki global adalah pergeseran filosofis dari penanganan kecelakaan menjadi desain sistem yang secara inheren aman.

Strategi Vision Zero dan Pendekatan Sistem Aman (Safe System Approach)

Strategi Vision Zero (VZ), yang pertama kali diimplementasikan di Swedia pada tahun 1990-an, merupakan sebuah strategi untuk menghilangkan semua fatalitas dan cedera serius akibat lalu lintas, seraya meningkatkan mobilitas yang sehat, aman, dan setara bagi semua orang. VZ mewakili perubahan mendasar, menolak anggapan bahwa kematian di jalan (traffic violence) adalah konsekuensi yang tak terhindarkan dari kehidupan modern.

Pendekatan ini didasarkan pada enam prinsip inti dalam Safe System Approach (SSA) :

  1. Kematian dan Cedera Serius Tidak Dapat Diterima: Prinsip ini memprioritaskan eliminasi kecelakaan fatal dan serius.
  2. Manusia Membuat Kesalahan: Sistem transportasi harus dirancang untuk mengakomodasi kesalahan manusia yang tak terhindarkan.
  3. Tubuh Manusia Rapuh: Desain sistem harus memastikan kekuatan benturan tidak melampaui batas toleransi fisik manusia yang menyebabkan cedera serius atau kematian.
  4. Tanggung Jawab Bersama: Tanggung jawab keselamatan dibagi antara mereka yang merancang, membangun, mengelola jalan dan kendaraan, serta mereka yang menggunakannya dan menyediakan perawatan pasca-kecelakaan.
  5. Keselamatan Bersifat Proaktif: Perubahan sistemik harus dilakukan untuk mencegah kecelakaan serius sebelum terjadi.

Penerapan SSA memindahkan fokus dari perilaku individu yang “lalai” ke tanggung jawab perancang dan pembuat kebijakan untuk meningkatkan lingkungan jalan, kebijakan (seperti manajemen kecepatan), dan sistem terkait lainnya guna mengurangi tingkat keparahan benturan. Hal ini berarti bahwa kegagalan keselamatan di trotoar atau penyeberangan dilihat sebagai kegagalan desain sistem. Karena ketakutan akan ketidakamanan di jalanan membatasi kebebasan mobilitas sejati, kegagalan sistem ini secara kausal berkontribusi pada peningkatan tingkat penyakit gaya hidup tidak aktif (sedentary diseases) dan emisi karbon akibat ketergantungan pada mobil.

Manifestasi Kebijakan: Complete Streets dan Desain Jalan yang Inklusif

Kebijakan Complete Streets berfungsi sebagai implementasi nyata dari filosofi Vision Zero. Kebijakan ini mewajibkan desain yang berfokus pada pengguna yang paling rentan, termasuk pejalan kaki. Dalam konteks keselamatan pejalan kaki, lingkungan dengan volume pejalan kaki yang tinggi cenderung lebih aman karena adanya “mata di jalan” yang alami (eyes on the street), yang berfungsi sebagai mekanisme pencegahan kejahatan.

Untuk mendukung keselamatan sesuai prinsip SSA, solusi efektif untuk memperlambat kecepatan kendaraan sangatlah penting. Melalui kebijakan Complete Streets, pendekatan proaktif Safe System diwujudkan dalam desain praktis seperti menambahkan penyeberangan yang ditinggikan dan memastikan trotoar yang berkelanjutan. Tujuannya adalah membangun lapisan perlindungan ganda (redundancies) untuk meminimalkan bahaya ketika benturan tidak dapat dihindari.

Ekonomi Kesehatan dan Dampak Sosial Terukur

Gerakan jalan kaki menawarkan salah satu intervensi kesehatan publik dan ekonomi yang paling kuat dan inklusif, khususnya dalam melawan epidemi penyakit tidak menular (NCDs) secara global.

Kuantifikasi Beban Penyakit Tidak Menular (NCDs)

Penyakit tidak menular—termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, dan diabetes—menghadirkan tantangan ekonomi yang mendalam. Di Karibia, NCDs bertanggung jawab atas 75% dari semua kematian, dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan diperkirakan berkisar antara 1.36% hingga 8% dari PDB regional. Kerugian ini tidak hanya mencakup biaya perawatan kesehatan langsung, tetapi juga biaya tidak langsung dari hilangnya produktivitas. Sebagai contoh, Barbados kehilangan sekitar 75 juta USD setiap tahun akibat penurunan efisiensi kerja yang disebabkan oleh NCD.

Beban ekonomi ini sangat menargetkan populasi miskin dan rentan di negara berkembang. Di banyak negara, sebagian besar biaya perawatan penyakit kronis ditanggung langsung oleh pasien (out-of-pocket expenses). Kondisi ini dapat menyebabkan kemiskinan yang berulang. Analisis di India menunjukkan bahwa sekitar 40% dari pengeluaran rumah tangga untuk perawatan NCD dibiayai melalui pola kesulitan, seperti menjual aset atau meminjam uang. Selain memiskinkan rumah tangga, NCD juga dapat mengurangi partisipasi angkatan kerja, menghambat pertumbuhan PDB per kapita, dan menghalangi negara dalam memanfaatkan dividen demografi.

Jalan Kaki sebagai Intervensi Pencegahan Berbiaya Rendah

Mengingat kerugian ekonomi makro dan mikro yang ditimbulkan oleh NCDs, pencegahan menjadi komponen kunci, dan jalan kaki adalah solusi paling terjangkau. Investasi dalam mobilitas aktif harus dilihat sebagai investasi infrastruktur kesehatan yang memiliki dampak terbesar bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Studi klinis mendukung manfaat ini. Sebagai contoh, studi terhadap 70 ribu perawat menunjukkan bahwa mereka yang berjalan kaki selama 20 jam dalam seminggu memiliki risiko terserang stroke yang menurun hingga dua pertiga. Jalan kaki adalah “solusi sehat dengan harga yang murah” dan bertindak sebagai alat ekuitas kesehatan. Dengan mengurangi gaya hidup tidak aktif, mempromosikan berjalan kaki tidak hanya mencegah penyakit tetapi juga mencegah kemiskinan dan ketidakstabilan rumah tangga yang disebabkan oleh biaya kesehatan bencana. World Bank dan WHO secara aktif terlibat dalam strategi pendanaan untuk NCDs, menekankan bahwa investasi yang mengurangi faktor risiko, seperti mempromosikan gaya hidup aktif, sangat penting untuk mencegah biaya jangka panjang yang berpotensi “membanjiri” sistem kesehatan.

Manfaat Sosial Ekonomi dan Kualitas Hidup

Selain manfaat kesehatan, walkability memberikan keuntungan sosial ekonomi yang substansial. Kawasan yang ramah pejalan kaki cenderung memiliki nilai properti yang lebih tinggi. Lebih jauh lagi, aksesibilitas yang baik berkorelasi positif dengan peningkatan tingkat kebahagiaan dan mempromosikan kohesi sosial.

Meskipun ada kekhawatiran dari pemilik toko bahwa pembatasan lalu lintas mobil akan merusak bisnis, pengalaman di kota-kota yang mengutamakan pejalan kaki menunjukkan sebaliknya. Peningkatan aktivitas pejalan kaki dan pesepeda justru menarik perhatian pada bisnis lokal dan meningkatkan potensi kesuksesan ritel.

Table 1: Analisis Biaya-Manfaat: Dampak Ekonomi Penyakit Tidak Menular (NCD) dan Intervensi Jalan Kaki

Indikator NCD Beban Ekonomi Global Jalan Kaki sebagai Intervensi Pencegahan Sumber Referensi Kunci
Kerugian PDB dan Produktivitas Kerugian berkisar 1.36% hingga 8% PDB tahunan (Karibia), ex. biaya tidak langsung Mode transportasi gratis yang mengurangi ketergantungan pada Bahan Bakar Minyak World Bank/WHO
Biaya Kesehatan Rumah Tangga 40% pengeluaran NCD dibiayai melalui pinjaman/penjualan aset, memicu kemiskinan (India) Mengurangi risiko stroke hingga dua pertiga melalui aktivitas teratur Studi Harvard/World Bank
Hambatan Dividen Demografi Penurunan partisipasi angkatan kerja karena disabilitas NCD Mempromosikan penuaan yang sehat (healthy aging), mendukung PDB World Bank

Inovasi Desain Perkotaan: Studi Kasus Global dalam Mewujudkan Walkability

Untuk mencapai tingkat walkability yang tinggi, kota-kota di seluruh dunia mulai menerapkan solusi desain yang radikal, mengembalikan dominasi ruang publik dari mobil ke manusia.

Konsep Kota 15 Menit (15-Minute City)

Konsep Kota 15 Menit adalah kerangka perencanaan perkotaan yang berpusat pada kedekatan dan aksesibilitas. Tujuannya adalah memastikan bahwa penduduk dapat mengakses sebagian besar kebutuhan hidup sehari-hari—termasuk pekerjaan, fasilitas, dan layanan esensial—hanya dengan berjalan kaki atau bersepeda dalam waktu 15 menit.

Keberhasilan konsep ini bergantung pada integrasi empat dimensi utama: kepadatan, kedekatan, keberagaman (penggunaan lahan campuran), dan digitalisasi. Pendekatan holistik terhadap aksesibilitas yang dicapai melalui Kota 15 Menit adalah alat penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Konsep ini mempromosikan kohesi sosial, keberlanjutan ekologi, dan dinamika ekonomi yang lebih sehat.

Studi Kasus Mendalam: Superblocks Barcelona (Superilles)

Barcelona telah memelopori salah satu inovasi desain perkotaan paling signifikan melalui implementasi Superblocks (Superilles). Superblock adalah pengelompokan sembilan blok kota yang didesain ulang untuk membatasi akses kendaraan dan mengalihkan ruang jalan ke pejalan kaki dan ruang publik.

Desain Superblock secara eksplisit mengintegrasikan prinsip Vision Zero di tingkat mikro. Jalan-jalan minor di dalamnya (green streets) ditutup untuk lalu lintas yang lewat, dan pergerakan kendaraan bermotor dibatasi ketat hanya untuk akses penduduk, kendaraan darurat, dan transit, dengan batas kecepatan yang sangat rendah yaitu 10 km/jam. Batasan kecepatan yang ketat ini secara langsung mencerminkan prinsip Vision Zero, yang dirancang untuk memastikan bahwa benturan yang tidak terhindarkan tidak akan fatal, sesuai dengan toleransi tubuh manusia terhadap kekuatan tabrakan.

Fitur desain inti mencakup pembangunan Green Axes untuk menghubungkan area hijau dan komersial, dan pembentukan Plazas (alun-alun) di persimpangan jalan hijau. Plazas ini dirancang khusus sebagai lokasi sosialisasi, rekreasi, dan bermain, mengubah persimpangan yang dulunya zona konflik kendaraan menjadi ruang publik yang mendorong kohesi sosial dan kolaborasi. Selain itu, desain Superblock memprioritaskan aksesibilitas universal, seperti penggunaan paving tanpa trotoar (curbless paving) untuk memudahkan semua pengguna, dan mewajibkan setidaknya 80% jalan memiliki penutupan pohon untuk peneduhan dan 20% memiliki permukaan permeabel untuk manajemen air hujan.

Proyek percontohan Superblocks menunjukkan dampak yang signifikan dan terukur: terjadi peningkatan 10% pada perjalanan pejalan kaki (sekitar 201.843 perjalanan tahunan) dan peningkatan 30% pada perjalanan pesepeda.

Tantangan Implementasi dan Isu Ekuitas (Studi Kasus Barcelona)

Implementasi Superblocks tidak tanpa tantangan. Resistensi besar datang dari pemilik toko lokal yang khawatir pembatasan pergerakan mobil akan mengurangi basis pelanggan. Pemerintah kota menghadapi narasi ini dengan data yang menunjukkan bahwa hanya 5% pelanggan di distrik yang ditransformasi mengakses komersial menggunakan mobil, menegaskan bahwa peningkatan lalu lintas pejalan kaki justru akan menarik bisnis dan meningkatkan potensi ritel.

Tantangan kedua adalah isu ekuitas dan gentrifikasi, di mana peningkatan ruang hijau dan kualitas hidup berpotensi menaikkan nilai properti (real estate values) dan menyebabkan pemindahan penduduk. Untuk mengatasi masalah ini dan memastikan walkability bermanfaat bagi semua, Barcelona menerapkan strategi mitigasi dengan: (1) menyebarkan implementasi Superilles di seluruh Cerdà Grid untuk menghindari konsentrasi manfaat di kawasan kaya, dan (2) menjalankan proyek percontohan di area dengan perumahan sosial (social housing) untuk mendorong inklusivitas dan kesetaraan. Tindakan ini bertujuan memastikan bahwa investasi  walkability berfungsi sebagai alat untuk kesetaraan aksesibilitas.

Table 2: Metrik Kinerja Superblock Barcelona (Superilles) dan Hubungannya dengan Walkability

Indikator Kinerja Hasil Terukur (Pilot Project) Relevansi Strategis Kaitannya dengan Walkability/Equity
Peningkatan Perjalanan Pejalan Kaki 10% (201,843 perjalanan tahunan) Membuktikan pergeseran modal dari kendaraan pribadi ke mobilitas aktif. Peningkatan “mata di jalan” dan keamanan alami.
Peningkatan Perjalanan Pesepeda 30% Mendorong mode transportasi non-motor sebagai pengganti mobil. Mengurangi emisi karbon dan polutan.
Manajemen Kecepatan Inti Batas kecepatan 10 km/jam Mengimplementasikan prinsip Vision Zero (Safe System) di tingkat jalan lokal. Memastikan kesalahan manusia tidak mengakibatkan cedera serius/kematian.
Mitigasi Gentrifikasi Pengujian pilot di area perumahan sosial Menghindari konsentrasi manfaat walkability di kawasan kaya, mempromosikan kesetaraan. Jalan kaki sebagai alat untuk kesetaraan aksesibilitas.

Tantangan Regional, Advokasi, dan Jalan ke Depan

Hambatan Budaya dan Infrastruktur di Negara Berkembang

Di banyak negara berkembang, terutama di Asia Tenggara, gerakan jalan kaki menghadapi hambatan budaya dan infrastruktur yang signifikan. Budaya automobility yang mengakar kuat, yaitu pengutamaan dan ketergantungan pada kendaraan pribadi, menjadi penghalang utama bagi kebijakan pro-pejalan kaki.

Kesenjangan ini terkuantifikasi dalam data aktivitas fisik global. Sebuah studi menunjukkan bahwa Indonesia menduduki urutan terbawah dari 46 negara yang diteliti dalam hal jumlah langkah harian rata-rata, dengan hanya mencatat 3.513 langkah per hari. Angka ini jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia (3.963 langkah) dan Filipina (4.008 langkah). Tingkat langkah harian yang rendah ini tidak hanya mencerminkan gaya hidup, tetapi juga merupakan barometer kegagalan sistematis infrastruktur dan kebijakan tata kota yang tidak menyediakan fasilitas yang layak, aman, dan tertib bagi pejalan kaki. Ketika fasilitas pedestrian tidak memenuhi standar, masyarakat secara rasional memilih mode transportasi yang dirasa lebih aman dan nyaman (mobil). Untuk melawan budaya ini, diperlukan intervensi kebijakan yang kuat, termasuk pengurangan area parkir kendaraan bermotor secara berkala di lingkungan yang padat untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Peran Lembaga Internasional dan Advokasi Lokal

Percepatan gerakan jalan kaki secara global memerlukan kolaborasi multi-pihak. Organisasi internasional berperan penting dalam memberikan panduan kebijakan dan pembiayaan. WHO dan UN-HABITAT, misalnya, memperbarui kolaborasi mereka pada tahun 2021 melalui Nota Kesepahaman (MoU) untuk mempercepat tindakan peningkatan kesehatan perkotaan, menekankan perlunya mengintegrasikan kesehatan ke dalam perencanaan kota. Fokus World Bank pada pembiayaan NCDs semakin memperkuat pemahaman bahwa investasi dalam infrastruktur aktif (seperti trotoar dan jalur sepeda) adalah cara yang paling hemat biaya untuk mengurangi faktor risiko kesehatan jangka panjang.

Pada tingkat akar rumput, organisasi advokasi lokal, seperti Koalisi Pejalan Kaki di Indonesia, berperan krusial dalam menuntut hak-hak pejalan kaki, memastikan adanya fasilitas yang layak, aman, nyaman, dan tertib. Upaya advokasi ini terbukti berhasil dalam menciptakan momentum budaya, misalnya dengan penetapan 22 Januari sebagai Hari Jalan Kaki Indonesia.

Table 3: Kerangka Kerja Keselamatan Pejalan Kaki Global: Perbandingan Vision Zero dan Complete Streets

Kriteria Vision Zero (Safe System Approach) Complete Streets Peran Lembaga Pendorong
Fokus Utama Eliminasi kematian dan cedera serius melalui desain sistem yang forgiving Merancang jalan untuk semua pengguna, termasuk pejalan kaki, pesepeda, dan transit Pemerintah Kota/Pusat
Prinsip Kunci Menerima kesalahan manusia; Memastikan sistem membatasi kekuatan benturan agar tidak fatal Penambahan trotoar, penyeberangan ditinggikan, infrastruktur terproteksi Lembaga Pembangunan Internasional/NGO
Tindakan Kritis Manajemen kecepatan yang proaktif , Desain yang memprioritaskan keselamatan di atas kecepatan. Pengembangan sistem akuntabilitas publik untuk implementasi. Koalisi Advokasi Lokal

Rekomendasi Kebijakan Multi-Sektor untuk Masa Depan

Berdasarkan analisis kerangka kerja global dan tantangan regional, arah kebijakan masa depan harus berfokus pada integrasi lintas sektor.

  1. Reformasi Kebijakan Lahan (Zoning): Mereformasi undang-undang zonasi lahan (single-use zoning) tradisional untuk mendorong penggunaan lahan campuran, yang secara inheren mendukung kepadatan dan kedekatan yang diperlukan untuk keberhasilan walkability (konsep 15-Minute City).
  2. Investasi Prioritas Keselamatan: Peningkatan alokasi dana secara signifikan untuk infrastruktur Safe System (misalnya, penyeberangan yang ditinggikan dan manajemen kecepatan) dan adopsi kebijakan Complete Streets yang disertai dengan metrik kinerja yang ketat.
  3. Integrasi Transit dan Mobilitas Aktif: Investasi besar dalam sistem transportasi publik harus disandingkan dengan pengembangan jaringan pejalan kaki dan pesepeda yang terproteksi dan terhubung. Hal ini menggantikan mobil pribadi sebagai bentuk transportasi alternatif yang paling efektif.
  4. Kebijakan Manajemen Ruang Parkir: Menggunakan pengurangan area parkir kendaraan bermotor sebagai alat kebijakan untuk mengurangi permintaan perjalanan kendaraan pribadi dan mengalihkan ruang publik untuk pejalan kaki, sebagaimana dipraktikkan oleh beberapa institusi.

Kesimpulan dan Outlook Strategis

Gerakan jalan kaki global adalah fenomena transformatif yang mendefinisikan ulang fungsi kota di abad ke-21. Ulasan ini menegaskan bahwa pedestrianism adalah simpul kritis yang secara simultan mengatasi tantangan kesehatan publik, ketidaksetaraan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.

Keberhasilan global bergantung pada pergeseran filosofis mendasar, dari paradigma yang menerima fatalitas (traffic accidents) ke paradigma Vision Zero yang memprioritaskan nyawa manusia di atas kecepatan dan kenyamanan kendaraan. Pergeseran ini harus diwujudkan melalui kebijakan desain radikal seperti   Complete Streets dan inovasi desain mikro seperti Superblocks di Barcelona, yang secara terukur telah mengembalikan ruang publik kepada masyarakat.

Bagi negara-negara yang masih terperangkap dalam budaya automobility, yang dibuktikan oleh tingkat langkah harian yang sangat rendah , urgensi reformasi kebijakan harus didorong oleh analisis ekonomi kesehatan. Data World Bank mengenai kerugian PDB dan biaya rumah tangga akibat NCD menunjukkan bahwa investasi pada infrastruktur pejalan kaki adalah cara yang paling hemat biaya bagi sektor kesehatan masyarakat untuk mengurangi risiko kemiskinan dan meningkatkan produktivitas nasional.

Secara strategis, ke depan, para perencana kota dan pembuat kebijakan harus melihat kolaborasi lintas sektor—terutama antara kesehatan dan perencanaan perkotaan (WHO-UN Habitat) —sebagai mandat investasi. Keberhasilan  pedestrianism global akan diukur tidak hanya dari meter persegi trotoar yang dibangun, tetapi dari metrik kinerja yang lebih mendalam: pengurangan fatalitas lalu lintas, peningkatan langkah harian, dan mitigasi biaya NCD yang berpotensi menghancurkan ekonomi di negara-negara berkembang.