Loading Now

Inilah Kota Tersantai Di Dunia

Kajian mengenai “kota tersantai di dunia” memerlukan kerangka kerja analitis yang ketat, menggeser fokus dari persepsi subjektif tentang kelambanan menuju penilaian berbasis metrik struktural mengenai Kualitas Hidup (QoL) dan mitigasi stres kronis. Dalam konteks perkotaan modern, ketenangan (tranquility) tidak diartikan sebagai inersia ekonomi atau sosial, melainkan sebagai ketiadaan tekanan struktural yang konsisten, terutama yang berasal dari kerawanan finansial, polusi lingkungan, kemacetan transportasi, dan ancaman keamanan.

Laporan ini mengadopsi kerangka kerja multidimensi untuk mengukur ketenangan perkotaan. Ketenangan adalah hasil sintesis tiga pilar utama: pertama, Faktor Struktural yang mencakup kualitas layanan publik, keamanan, dan efisiensi infrastruktur. Kedua,  Faktor Temporal, yaitu Keseimbangan Kerja-Hidup (WLB) dan otonomi waktu yang meminimalkan kelelahan (burnout). Ketiga,  Faktor Lingkungan, yaitu kebijakan aktif untuk mereduksi stres lingkungan seperti polusi udara dan kebisingan, serta penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kota yang paling “santai” adalah kota yang beroperasi dengan tingkat efisiensi tertinggi, sehingga membebaskan penduduknya dari keharusan menghabiskan energi untuk mengatasi gangguan sehari-hari. Oleh karena itu, ketenangan yang sejati merupakan produk sampingan dari tata kelola perkotaan yang sangat andal dan terstruktur.

Peta Kualitas Hidup Global dan Keunggulan Struktural

Dominasi Model Eropa dalam Kualitas Hidup (Mercer 2024)

Pemeringkatan Kualitas Hidup Kota Global tahun 2024 dari Mercer secara konsisten menyoroti superioritas kota-kota Eropa dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ketenangan struktural. Peringkat ini didasarkan pada berbagai faktor, termasuk perumahan, rekreasi, lingkungan sosio-kultural, konvensi pembelian, perjalanan, lalu lintas, kualitas udara, dan akses pendidikan.

Tiga kota teratas dunia didominasi oleh Swiss dan Austria: Zurich menempati posisi puncak, didorong oleh layanan publiknya yang luar biasa, tingkat kejahatan yang rendah, dan kancah budaya yang hidup, didukung oleh infrastruktur yang efisien dan dedikasi pada keberlanjutan. Pada tahun 2024, Zurich juga meningkatkan koneksi bandaranya, menambah jumlah penerbangan ke dan dari benua lain. Vienna, Austria, menyusul di posisi kedua, sementara Geneva naik ke posisi ketiga, meningkat dua peringkat dari tahun sebelumnya. Keunggulan struktural ini memungkinkan penduduk untuk menikmati kehidupan sehari-hari tanpa gangguan kronis yang disebabkan oleh kegagalan sistem dasar.

Secara regional, dominasi Eropa sangat menonjol dengan delapan kota yang mengisi sepuluh besar. Di Pasifik, Auckland muncul sebagai pemimpin di peringkat kelima, sementara Amerika Utara diwakili oleh Vancouver di peringkat ketujuh, menonjolkan perpaduan antara rekreasi alam terbuka dan kehidupan kosmopolitan. Di Asia, Singapore adalah satu-satunya perwakilan di 50 besar, menempati peringkat 30, sebuah fakta yang menggarisbawahi tantangan signifikan yang dihadapi kota-kota Asia yang padat penduduk dalam mencapai standar QoL global tertinggi. Di Timur Tengah, Dubai (83) dan Abu Dhabi (85) memimpin, sementara di Amerika Selatan, Montevideo (92) menjadi yang teratas.

Keamanan dan Layanan Kesehatan sebagai Fondasi Ketenangan

Keamanan bukan hanya masalah statistik kejahatan, tetapi juga keyakinan struktural penduduk terhadap resiliensi kota. Kota-kota yang dianggap santai harus membangun rasa aman yang multidimensional.

Data kota teraman di dunia secara konsisten mencantumkan Copenhagen, Toronto, dan Singapore di antara yang teratas, bersama Sydney, Tokyo, Amsterdam, Wellington, Hong Kong, Melbourne, dan Stockholm. Analisis mendalam menunjukkan bahwa rasa aman ini mencakup beberapa lapisan. Toronto, Kanada, misalnya, memiliki risiko keamanan infrastruktur terendah keempat di dunia, mencerminkan standar tinggi dalam pemeliharaan fasilitas publik. Keandalan infrastruktur ini, yang mencakup layanan esensial dan utilitas, sangat penting untuk ketenangan pikiran jangka panjang penduduk. Selain itu, Toronto menempati posisi ketujuh dalam risiko keamanan kesehatan berkat sistem perawatan yang baik dan efisien.

Aspek ketahanan kota juga menjadi penentu ketenangan kolektif. Zurich menempati risiko bencana alam terendah ketiga di dunia, menunjukkan kemampuannya untuk menahan fenomena alam seperti banjir dan gempa bumi. Keyakinan bahwa kota dapat berfungsi normal bahkan di tengah krisis adalah prasyarat penting untuk mengurangi kecemasan kolektif. Dengan demikian, investasi dalam sistem kesehatan yang andal dan ketahanan bencana tidak hanya merupakan pengeluaran kebijakan, tetapi merupakan investasi langsung dalam kesehatan mental dan ketenangan psikologis publik. Ketenangan struktural adalah hasil langsung dari operasi kota yang sangat andal dan terstruktur, yang meminimalkan kejutan negatif sehari-hari.

Dimensi Keseimbangan Kerja-Hidup dan Budaya Ketenangan

Model Nordik: Tolok Ukur Keseimbangan Kerja-Hidup (WLB)

Ketenangan temporal, atau WLB, adalah pilar sentral dari kehidupan perkotaan yang santai. Kota-kota di kawasan Nordik mendominasi metrik ini, menunjukkan bahwa WLB yang optimal adalah produk dari kebijakan sosial yang progresif. Copenhagen, Denmark, memimpin sebagai kota dengan WLB terbaik di dunia, mencetak 70,5 poin. Ibu kota Finlandia, Helsinki, berada di peringkat kedua (65,1 poin), diikuti oleh Stockholm, Swedia (64,8 poin).

Indikator kunci yang mendukung kehidupan yang santai di kota-kota ini mencakup jaminan otonomi waktu yang ekstensif. Perusahaan-perusahaan di Nordik menawarkan cuti tahunan minimum yang dijamin oleh hukum hingga lima pekan per tahun. Selain itu, terdapat dukungan keluarga yang luar biasa: pasangan baru di Swedia, misalnya, berhak mendapatkan cuti berbayar hingga 480 hari (setara 1,5 tahun).

Kota-kota ini juga didukung oleh ekonomi yang kuat dan stabil, dengan tingkat pengangguran yang rendah (Copenhagen 2,4%) dan proporsi pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas kerja jarak jauh yang tinggi. Kebijakan-kebijakan ini, yang berani secara ekonomi, menghasilkan populasi yang lebih bahagia dan kurang stres. Pemerintah melihat cuti panjang dan fleksibilitas sebagai investasi strategis dalam produktivitas jangka panjang dan kesehatan mental kolektif, alih-alih hanya sebagai biaya operasional.

Studi Kasus Budaya Ketenangan: Peran Budaya Hygge

Keberhasilan Nordik dalam WLB tidak hanya didorong oleh regulasi, tetapi juga oleh budaya lokal yang menginternalisasi nilai-nilai ketenangan. Copenhagen secara khusus dikenal dengan gaya hidup “hygge“.  Hygge, sebuah konsep Denmark, memprioritaskan kesantaian, kenyamanan, dan kesejahteraan kolektif. Konsep ini mencerminkan nilai-nilai kesetaraan dan kesejahteraan sosial di antara semua orang.

Keterhubungan antara kebijakan dan budaya sangat penting. Nilai-nilai hygge menembus etos kerja perusahaan, mendorong mereka untuk menyediakan jam kerja fleksibel dan jatah cuti yang murah hati. Gaya hidup santai (slow living) yang ditekankan oleh budaya ini berfokus pada pembangunan hubungan yang mendalam dan hadir sepenuhnya dalam setiap momen. Kota-kota yang santai secara temporal memungkinkan warganya beralih dari mode terburu-buru ke mode berarti dengan mengurangi waktu tempuh dan tekanan harian.

Satu aspek struktural yang sering terabaikan tetapi vital adalah ketersediaan ruang rekreasi. Ketersediaan taman dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) per kapita adalah indikator yang digunakan dalam pemeringkatan WLB. Hal ini menunjukkan bahwa waktu luang yang seimbang harus didukung oleh ruang fisik yang memadai di lingkungan yang nyaman, memperkuat argumen bahwa RTH adalah infrastruktur kesehatan mental.

Table 1: Perbandingan Metrik Ketenangan Inti Kota Peringkat Atas (2023-2024)

Kota QoL Ranking (Mercer 2024) WLB Ranking (2023/2024) Keamanan (Risiko Rendah) Biaya Hidup (Ranking Mercer) Karakteristik Budaya Ketenangan
Zurich, Swiss 1 N/A Kejahatan Rendah, Bencana Alam Terendah ke-3 Sangat Tinggi (3) Infrastruktur Efisien & Keberlanjutan
Vienna, Austria 2 N/A N/A Sedang/Tinggi Kebijakan Transportasi Publik Unggul, Mitigasi Kebisingan
Copenhagen, Denmark N/A 1 Aman (Tinggi) Tinggi (Beban Perumahan 22.7%) Budaya Hygge, WLB Maksimal
Singapore 30 N/A Aman (Tinggi) Ekstrem Tinggi (2) Keamanan & Efisiensi Infrastruktur Ekstrem

Kebijakan Perkotaan Struktural sebagai Katalis Ketenangan

Ketenangan perkotaan yang berkelanjutan tidak tercapai secara kebetulan; ia adalah hasil dari kebijakan tata ruang dan manajemen lingkungan yang terpadu dan disengaja. Fokus kebijakan haruslah pada mitigasi stres harian yang disebabkan oleh disfungsi kota.

Reduksi Stres Melalui Efisiensi Transportasi

Kemacetan adalah salah satu pemicu stres kronis utama di perkotaan. Sistem transportasi publik yang efisien merupakan solusi fundamental untuk mengatasi masalah ini, mengurangi volume kendaraan pribadi dan meningkatkan kelancaran arus lalu lintas. Keberhasilan transportasi publik bergantung pada jalur khusus, terminal terintegrasi, dan sistem pembayaran digital yang seragam untuk berbagai moda.

Studi kasus Vienna, yang merupakan salah satu kota dengan QoL tertinggi, menunjukkan bagaimana manajemen transportasi publik yang unggul telah mengubah persepsi sosial. Di Vienna, generasi muda menganggap kepemilikan mobil pribadi sebagai tindakan yang tidak efisien dari segi biaya dan kepraktisan. Mobil pribadi telah kehilangan statusnya sebagai simbol kemapanan. Kebijakan yang sukses ini menciptakan sistem transportasi publik yang andal, beragam, menyingkat waktu perjalanan, dan terjangkau.

Kota-kota di Asia seperti Singapura, Tokyo, dan Seoul juga menunjukkan bahwa investasi dalam transportasi publik terintegrasi dan berteknologi canggih mampu menekan kemacetan dan meningkatkan mobilitas. Di Indonesia, meskipun terdapat kemajuan signifikan seperti penurunan indeks kemacetan Jakarta ke peringkat 46 dunia yang dipengaruhi oleh pengembangan MRT , masalah kemacetan masih menjadi sumber stres yang mendominasi di kota-kota besar lainnya, termasuk Bandung.

Pengendalian Polusi Kebisingan dan Tata Ruang Hijau

Polusi kebisingan adalah masalah lingkungan yang secara langsung mengancam kualitas hidup dan kesehatan penduduk. Untuk mengatasi ini, kota-kota tersantai menerapkan strategi pengendalian kebisingan yang cermat.

Vienna menggunakan Peta Kebisingan Strategis (berdasarkan EU Environmental Noise Directive) untuk memetakan dampak kebisingan dari lalu lintas jalan dan kereta api. Strategi kota ini bersifat holistik, mengintegrasikan pengendalian kebisingan dengan perencanaan ruang publik dan mitigasi panas (Urban Heat Vulnerability Index). Langkah-langkah mitigasi termasuk penghalang kebisingan (noise barriers) dan skema penanaman (planting schemes). Pendekatan terpadu ini menyatukan manajemen lalu lintas dan lingkungan, menghasilkan perbaikan lingkungan yang optimal.

Sementara itu, Ruang Terbuka Hijau (RTH) berfungsi sebagai infrastruktur bio-ekologis esensial. RTH, yang terdiri dari jenis publik dan privat, wajib disediakan dalam penataan ruang. Manfaat utamanya adalah memberikan kesegaran, kenyamanan, keindahan, serta lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota. Ketersediaan RTH sebagai indikator WLB memperkuat perannya sebagai infrastruktur kesehatan mental, di mana ruang publik dipulihkan dari “ruang mekanis yang tidak lagi manusiawi” menjadi ruang yang mendukung rekreasi dan interaksi.

Namun, analisis struktural di Zurich mengungkap adanya ketidaksetaraan lingkungan. Meskipun kota ini unggul dalam QoL, distribusi polusi kebisingan lalu lintas tidak merata. Penduduk berpenghasilan lebih tinggi cenderung mampu membeli apartemen dengan kualitas insulasi kebisingan yang lebih baik, sehingga secara efektif “membeli” ketenangan. Ini menunjukkan bahwa ketenangan struktural, yang seharusnya menjadi barang publik, dapat berubah menjadi barang mewah yang diperdagangkan berdasarkan pendapatan, menantang cita-cita kesejahteraan kolektif (misalnya, Hygge) yang dianut oleh negara-negara Eropa.

Table 2: Strategi Mitigasi Stres Perkotaan Melalui Kebijakan Lingkungan & Transportasi

Dimensi Kebijakan Tujuan Ketenangan Primer Contoh Implementasi Global Bukti Konkret
Efisiensi Transportasi Publik Mengurangi stres akibat kemacetan dan waktu tempuh. Prioritas jalur khusus, integrasi sistem pembayaran, mengubah persepsi kepemilikan kendaraan pribadi. Keberhasilan Vienna, Tokyo, Seoul dalam sistem terintegrasi. Penurunan indeks kemacetan Jakarta.
Pengendalian Kebisingan Meningkatkan kualitas rekreasi, tidur, dan kesehatan mental. Peta kebisingan strategis, penghalang kebisingan, dan integrasi dengan mitigasi panas. Matriks Aksi Holistik di Vienna.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Memberikan kenyamanan bio-ekologis dan lingkungan sehat. Alokasi RTH wajib (publik dan privat); ketersediaan RTH per kapita. Fungsi RTH sebagai penyegar lingkungan. Indikator WLB.

Kontradiksi Ekonomi: Harga Ketenangan (The High Cost of Tranquility)

Analisis menunjukkan adanya kontradiksi mendasar: kota-kota yang paling santai secara struktural juga cenderung menjadi yang paling mahal, menjadikannya “barang publik terbatas” yang hanya dapat diakses oleh segmen populasi dengan resiliensi finansial tertinggi.

Biaya Hidup Tinggi sebagai Sumber Stres

Menurut data biaya hidup Mercer 2024, Zurich dan Singapore berada di antara kota termahal di dunia untuk pekerja internasional, menempati posisi ketiga dan kedua, hanya kalah dari Hong Kong. Tingginya biaya hidup ini didorong oleh mahalnya pasar perumahan, biaya transportasi yang tinggi, serta harga barang dan jasa yang meningkat.

Tekanan finansial yang dihasilkan oleh tingginya biaya hidup menjadi sumber stres kronis yang dapat menganulir manfaat dari QoL dan WLB yang tinggi. Krisis biaya hidup yang berkepanjangan, yang dipicu oleh inflasi dan kenaikan harga (terutama perumahan, listrik, layanan kesehatan, dan transportasi), telah menjadi perhatian paling mendesak bagi mayoritas warga di Uni Eropa, yang secara langsung meningkatkan tingkat stres dan kecemasan terhadap masa depan ekonomi.

Beban Keterjangkauan Perumahan (Housing Affordability)

Meskipun kota-kota di Swiss dan Denmark menawarkan pendapatan rata-rata yang tinggi, tantangan terbesar bagi ketenangan penduduk adalah keterjangkauan perumahan. Di Denmark, 22,7% populasi terbebani oleh biaya perumahan yang melebihi 40% dari pendapatan mereka. Di Swiss, persentase ini mencapai 20,4%.

Tingginya rasio harga properti terhadap pendapatan (price-to-income ratio), terutama di pusat-pusat kota, menempatkan tekanan finansial yang intensif. WLB yang baik—seperti cuti panjang dan fleksibilitas kerja—dapat tergerus jika kebutuhan finansial memaksa penduduk untuk mencari penghasilan tambahan atau tinggal di pinggiran yang sangat jauh dari tempat kerja. Tekanan finansial yang ekstrem, yang ditandai dengan pengeluaran perumahan yang membebani, secara inheren berlawanan dengan tujuan kehidupan “santai” dan merupakan pemicu utama ketegangan emosional dalam rumah tangga.

Trade-Off Kualitas Hidup: Pusat Kota vs. Pinggiran

Kontradiksi biaya hidup memicu dilema struktural bagi mereka yang mencari ketenangan. Kehidupan di pusat kota (Zurich, Copenhagen) menawarkan ketenangan struktural (keamanan, efisiensi, WLB yang dijamin kebijakan) tetapi dengan harga finansial yang sangat tinggi.

Sebaliknya, gaya hidup yang lebih tenang dan santai, sering dikaitkan dengan konsep slow living di pinggiran kota atau daerah pedesaan, menawarkan biaya hidup yang lebih terjangkau, udara segar, dan komunitas yang erat (misalnya di Bali atau kampung terpencil). Namun, model ketenangan  alami ini datang dengan pengorbanan yang signifikan: keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan, dan peluang kerja yang memadai.

Kesimpulannya, data menunjukkan bahwa kota-kota global teratas menghasilkan ketenangan yang eksklusif. Untuk kota-kota berkembang, mencapai QoL harus diimbangi dengan strategi perumahan yang agresif untuk memastikan bahwa ketenangan dapat diakses oleh kelas menengah dan bawah, sehingga tidak hanya menciptakan enklave ketenangan yang hanya dinikmati oleh segmen berpenghasilan tertinggi.

Kesimpulan

Ulasan komprehensif ini menyimpulkan bahwa kota tersantai di dunia adalah entitas yang telah berhasil menyeimbangkan tiga dimensi kritis: kemakmuran ekonomi yang terkendali (yang memungkinkan pendanaan layanan publik yang unggul), kesejahteraan sosial (yang dimanifestasikan melalui WLB dan budaya yang menghargai waktu luang seperti Hygge), dan manajemen lingkungan yang proaktif (melalui mitigasi kebisingan, kemacetan, dan alokasi RTH).

Ketenangan perkotaan, dalam model Zurich dan Vienna, adalah produk kebijakan yang disengaja, sistem yang terintegrasi, dan efisiensi yang ketat, bukan kelambanan. Kota yang paling tenang adalah kota yang paling efektif dalam menghilangkan gesekan struktural harian bagi warganya. Namun, efisiensi ini memiliki harga finansial yang tinggi, menciptakan tantangan ketidaksetaraan dalam akses terhadap ketenangan.

Berdasarkan analisis model kota-kota global teratas, perencana kota dan pembuat kebijakan disarankan untuk memprioritaskan langkah-langkah strategis berikut untuk meningkatkan tingkat ketenangan struktural bagi penduduk urban:

  1. Investasi Struktural dalam Transportasi Publik Terintegrasi: Transportasi publik harus dipandang sebagai strategi mitigasi stres dan bukan sekadar infrastruktur pergerakan. Diperlukan investasi masif dalam integrasi sistem (seperti di Singapura dan Vienna) untuk mengefisienkan waktu tempuh, yang merupakan sumber utama ketidaknyamanan perkotaan. Kebijakan harus secara aktif mengubah persepsi kepemilikan kendaraan pribadi, menjadikannya pilihan yang tidak efisien dibandingkan moda publik.
  2. Mandat Lingkungan dan Pengendalian Polusi Terpadu: Pemerintah kota harus secara ketat menegakkan kebijakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) wajib. Lebih lanjut, program RTH harus diintegrasikan dengan program pengendalian kebisingan dan mitigasi panas, menggunakan pemetaan strategis kebisingan (meniru model Vienna) untuk melindungi area hunian, terutama bagi populasi berpenghasilan rendah yang paling rentan terhadap polusi lingkungan.
  3. Penguatan Pilar Keseimbangan Kerja-Hidup (WLB): Mengingat dampak positif WLB pada kesehatan mental kolektif, perusahaan dan regulator perlu didorong untuk mengadopsi kebijakan fleksibilitas kerja dan cuti berbayar yang lebih liberal. Hal ini meniru keberhasilan model Nordik dan mendukung budaya yang menghargai waktu luang dan kesejahteraan.
  4. Strategi Keterjangkauan Perumahan untuk Ketenangan Inklusif: Untuk mencegah ketenangan struktural menjadi barang mewah yang terbatas, diperlukan strategi perumahan yang agresif untuk memastikan rasio harga properti terhadap pendapatan dapat dikelola. Meringankan beban perumahan adalah prasyarat untuk mengurangi stres finansial yang merupakan faktor pengikis utama ketenangan, memastikan bahwa manfaat Kualitas Hidup tinggi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya segmen berpenghasilan tertinggi.